All Chapters of JERAT CINTA SANG RENTENIR: Chapter 21 - Chapter 30
92 Chapters
Part 21
Aku menatap wajah Ren lamat-lamat. Mencoba mencerna kata demi kata yang baru saja dia ucapkan. Tak ingin lagi salah paham dengan bentuk perhatian yang ambigu ini. Baik Daryan ataupun Ren, sama-sama membuatku frustasi. Mengajakku terbang tinggi, namun seketika menghempasku lagi.Sialan betul mereka ini."Lepas!" Gigiku merapat memberi perintah."Pikirkan lagi. Aku mengenalmu lebih dulu. Jauh sebelum kau bertemu dengannya." Ren masih bersikeras, tak mau melepas."Bukan berarti kau berhak atas hidupku.""Kalau begitu beri aku hak itu.""Kau ikut-ikutan tidak waras, Ren." Aku merengek sembari menarik-narik lenganku.Ada apa dengannya? Apa barusan itu adalah sebuah pengakuan soal perasaannya? Tidak, tidak. Aku tak ingin mendengarnya. Pria ini tak bisa mempermainkan perasaanku begitu saja. Dia hanya ingin membeli dan memanfaatkanku dengan uangnya seperti malam itu.Dasar mata keranjang."Apa kau tidak tahu, aku meny....""Tidak!" Aku menyela sebelum Ren menyelesaikan ucapannya. Dia tertegun
Read more
Part 22
Pagi-pagi sekali aku telah sampai di rumah. Ayah belum juga kembali. Adit menikmati sarapan bubur sum-sum dicampur candil yang aku beli di jalan tadi."Awas saja kalau kau berurusan dengan rentenir itu lagi!" perintahku."Tapi, Kak....""Tidak ada tapi-tapian. Kau tidak tahu bagaimana dia.""Tapi dia terlihat baik.""Adit!"Remaja dengan seragam putih abu-abu itu tertunduk diam sambil menghabiskan sarapannya. Lalu berangkat ke sekolah dengan motor kesayangannya.Sejak memutuskan untuk tinggal sendiri, aku tak pernah lagi berlama-lama di rumah ini. Ayah yang sejak diPHK dari pekerjaannya sebagai sekuriti pabrik, jadi sering menghabiskan waktu di rumah. Tak mau lagi keluar, atau mencari pekerjaan.Membuatku muak karena kerjanya hanya makan tidur saja. Mengutak-atik ponsel seolah benda itulah yang menghasilkan uang untuknya.Barulah setelah satu persatu para lintah darat datang, kami baru menyadari, bahwa memang dengan ponsel itulah ayah menghabiskan semua uangnya.Kini ayah sedang tak a
Read more
Part 23
Aku memberanikan diri membuka mata. Perlahan, setelah merasakan dia menarik diri dari pagutannya. Mataku kembali mengerjab, menyaksikan dia yang kini masih mematung setelah melepaskanku.Aku tersenyum tipis, dengan kedua tangan masih melingkari pinggangnya. Menggigit bibir bawahku, merasa malu dengan apa yang baru saja kami lakukan."Ma_maaf," ucapnya melepaskan tangannya dari rambutku."Kenapa kau meminta maaf?" Aku masih menahan posisi tanganku agar dia tak menjauh.Dia mengusap wajahnya, melepaskan tanganku dan berbalik menjauh memunggungiku."Apa yang terjadi padamu, Yan?" Aku berjalan mendekati. Mencoba menyentuh pundaknya.Dia kembali berbalik, dengan gurat penyesalan di wajahnya. Benarkah apa yang barusan dia lakukan hanya karena khilaf seperti yang dia peringatkan tadi?"Aku minta maaf. Aku harus pulang." Dia bergegas menuju pintu. Duduk di lantai agar bisa memasang kaos kaki dan juga sepatu. Aku hanya berdiri mematung, menyaksikan sikap anehnya dengan mata yang mulai menghang
Read more
Part 24
Sudah lebih dari seminggu sejak kejadian di ruko. Sampai hari ini Ren belum juga muncul untuk menagih seperti biasa. Segepok uang sudah diberikan kekasihku untuk melunasi semuanya. Hanya tinggal memberikannya saja.Daryan mengaku, malam itu dia memutuskan menginap karena hanya ingin mengahabiskan waku bersamaku. Sama sekali tak ada pertengkaran dengan ibunya seperti waktu itu. Hanya saja dia ragu untuk mengatakan yang sebenarnya. Bahwa dia takut hatiku berubah, mengingat Ren terus-terusan mencoba memasuki kehidupan seluruh keluargaku.Menghubungi rentenir itu jelas tak bisa. Hingga satu-satunya cara adalah kembali ke ruko agar bisa bertemu dengannya. Aku tak tahu apa ini ada hubungannya dengan penolakanku waktu itu. Dia jadi enggan tuk bertemu.Harusnya dia mengirim orang suruhannya saja. Dengan begitu aku tak perlu repot-repot seperti ini.*Usai menutup lapak, aku langsung menuju ruko. Hari sudah malam, kedai kopinya terlihat jauh lebih ramai dibanding siang. Aku melenggang masuk se
Read more
Part 25
"Jangan macam-macam. Aku tidak takut padamu!" Aku menantang."Kalau tidak takut kenapa buru-buru?" Dia maju selangkah mendekatiku. Mataku membesar melihat tingkahnya."Berikan kuncinya!" Aku menjulurkan telapak tangan. Bersikap wajar agar dia tahu aku masih bisa melawan saat dia ingin berbuat yang aneh-aneh.Dia tersenyum tipis memandangi tanganku. Lalu tanpa aba-aba langsung menenggelamkannya dalam genggaman."Apa yang kau lakukan? Jangan kurang ajar!" Aku menarik paksa tanganku. Namun kejadian yang sama selalu terjadi.Ren tak membiarkanku begitu saja. Aku merasa seperti tikus yang terjebak, dan masuk dalam perangkapnya. Dia meremas kuat tanganku, lalu mengangkat tinggi hingga menyentuh wajahnya. Mataku langsung mendelik dengan sikap lancangnya."Aku sedang demam. Tak bisakah kau bersikap lembut sebentar saja?" Mataku berkedip-kedip mendengar rengekannya. Seperti anak kecil yang sedang mengadu pada ibunya.Entah kenapa aku membiarkan tanganku berada di pipi itu, lalu kugerakkan send
Read more
Part 26
Dari kejauhan Daryan tersenyum ke arahku. Membawakan sekotak donat untuk kami nikmati bersama. Langit sedari tadi tampak mendung. Untungnya tak sampai berimbas pada penjulalan bubble drink-ku siang ini.Aku membuatkan 'strawberry boba' untuk Daryan, lalu duduk kembali menemaninya. Aneh saja melihat sikap anak orang kaya satu ini. Hidupnya terlalu datar. Di saat semua orang sibuk bekerja dan berpacu dengan waktu, dia hanya melenggang santai menemui siapa pun yang dia mau. Termasuk aku.Mulutku terasa gatal ingin menasihatinya. Namun mengingat sifat sensitifnya waktu itu, aku kembali mengurungkan niat. Kelak jika sudah berumah tangga, dia akan sadar. Bahwa pengangguran sepertinya hanya akan menjadi cemoohan semua orang. Pria yang tahunya hanya menghabiskan harta orang tua saja."Belum ada kabar dari ayahmu?" Pria dengan kaos lengan pendek dan celana jeans itu bertanya. Aku menggeleng."Tidak lapor polisi?""Buat apa? Untuk menangkapnya?" Aku berdecih. "Tidak menutup kemungkinan ayah jug
Read more
Part 27
Sinar matahari masuk melalui celah jendela. Membuat mataku silau karena cahayanya. Aku menutup wajah dengan membalik telapak tangan dari terpaan sinarnya, agar bisa membuka mata dengan lebar. Lalu kurasakan pinggangku mendadak terasa sakit. Ini pasti karena tidur dalam posisi duduk dengan kepala bertumpu pada sisi ranjang.Aku mengucek mata, lalu menyipit saat Ren sudah tak ada di tempat tidurnya. Aku meraih ponsel guna melihat jam digital yang ada di sana. Hari masih sangat pagi. Bahkan belum lagi genap pukul tujuh. Mataku berkeliling mencari keberadaan pria yang bersamaku semalaman.Memoriku kembali teringat saat terpaksa berbohong pada Daryan. Beralasan kalau aku menginap di rumah ayah bersama Adit, agar ia mengurungkan niatnya untuk datang ke kamar kos-ku malam tadi.Aku tak tahu kenapa aku sampai melakukan hal itu. Yang kulakukan adalah mengabulkan permintaan Ren untuk menemaninya sepanjang malam.Sebagai wanita yang telah terbiasa hidup sendiri juga mandiri, hal seperti ini buk
Read more
Part 28
"Kau sudah pandai berbohong rupanya." Daryan mengungkit soal itu lagi hari ini."Maaf." Hanya itu yang dapat aku katakan."Kau kemana? Kau bertindak yang aneh-aneh lagi, May?""Untuk apa? Hutangku sudah lunas karenamu." "Ada rahasia yang aku tak boleh tahu?""Kau juga punya rahasia," sahutku begitu saja."Jadi ini semacam balas dendam? Begitu, kah?" "Kau ini bicara apa? Aku belum terbiasa menjalani hubungan. Aku tak tahu kalau semuanya harus aku ceritakan pada pasangan."Daryan terdiam. "Maaf," ucapnya kemudian. Dia terlihat seperti merasa bersalah. Aku mengernyit. Kupikir dia akan marah-marah dan merajuk seperti waktu itu."Kenapa kau minta maaf?" Aku penasaran."Kau pasti takut aku melakukan hal itu lagi, kan?" Aku memandang sorot matanya.Laki-laki ini berpikir, bahwa aku takut kembali berciuman dengannya? Lucu sekali. Aku bahkan menikmatinya."Sudah kuduga," ucapnya lagi. "Kau bukan gadis nakal seperti yang kau tunjukkan selama ini. Kau hanya mengada-ada saat bilang akan mau m
Read more
Part 29
"Menjaga parkir?" Aku mengulangi ucapannya. Adit mengangguk. Jadi Ren memberikannya pekerjaan sebagai tukang parkir? Bukan kurir pengantar barang haram yang aku sangkakan selama ini?Aku menghela napas dengan lega. Setidaknya adikku sedang tidak dalam masalah, atau menjadi salah satu DPO yang diincar oleh polisi. Ternyata Ren masih punya otak untuk tidak menjerumuskan adikku dalam bisnisnya."Memangnya apa yang kakak khawatirkan?" Adit menaruh curiga. Menuduhnya yang bukan-bukan tanpa bertanya terlebih dahulu."Aku hanya tak menyukai pria itu. Kau jangan lagi bertemu dengannya.""Bang Ren orang baik, Kak. Kakak tidak perlu curiga padanya. Hanya gayanya saja yang seperti itu." Adit tampak bersemangat membicarkan orang itu."Bang Ren?" Dahiku mengernyit. Kenapa Adit bisa ikut memanggilnya seperti itu. Bukankah itu hanya sebutanku saja agar dia sadar, kalau dia tak lebih hanya seorang rentenir di kehidupanku."Aku menanyakan namanya. Tapi dia bilang, kakak memanggilnya Ren. Dia menyuruh
Read more
Part 30
Usai berdamai dan mengalah pada Adit, aku kembali membereskan rumah. Adit sudah berangkat ke restoran tempatnya bekerja. Sepertinya dia sudah melakukannya saat melapor padaku waktu itu. Padahal jelas-jelas aku sudah melarangnya.Namun sepertinya kali ini adikku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan.Tak lama mobil Daryan muncul, setelah aku mengirimkan google maps alamat rumahku padanya. Begitu banyak bahan makanan yang dia bawakan. Semua sesuai pesananku."Aku beruntung, punya pacar anak orang kaya sepertimu." Aku terkikik geli, sambil menyusun rapi semuanya."Dan aku seperti duda yang ditinggal istrinya." Aku tertawa."Harusnya kau membelinya di pasar. Harga sayuran dan bumbu dapur jauh lebih murah di sana." Aku mengamati harga-harga yang menempel di tiap bahan."Jangan protes! Kartu ajaibku tidak akan berlaku di sana." Aku semakin tertawa.Awalnya aku hanya berniat meminta Daryan datang saat ingin menjemputku saja. Tapi karena tak Adit yang mengantarku pergi berbelanja, kuminta saja
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status