Semua Bab Mendadak Kaya Usai Bercerai : Bab 11 - Bab 20
104 Bab
Sebelas
Bu Asih menjelaskan semuanya pada Anisa, bagaimana mereka bisa berada di kampung itu dan meninggalkan keluarga mereka di Jakarta. Hal itu bentuk protes sang ayah karena tak bisa menerima semua yang telah di putuskan oleh kakeknya Anisa.Jiwa pemberontak sang ayah begitu kuat, dia pun rela menjadi miskin demi harga diri. Kini, semua sudah berlalu dan Amara ingin mengajak keponakan dan Kakak iparnya kembali ke Jakarta dan menjalankan wasiat yang di berikan oleh sang ayah.“Apa aku enggak salah dengar? Ayah adalah anak salah satu konglomerat di Jakarta dulu?” tanya Anisa.“Iya, dulu memang kamu semua tak bisa melakukan apa pun untuk membuat kakek kamu sadar. Namun, ternyata sebenarnya kakek kamu sudah mengetahui rencana jahat istri barunya. Dia membiarkan ayahmu pergi bukan dengan senang hati. Tapi, sepanjang hidup kakek kamu sangat menyesal saat kehilangan anak laki-laki yang paling siap sayang,” ujar Amara.“Tante kenapa baru sekarang mencari kami?” Pertanyaan itu begitu saja terlontar
Baca selengkapnya
Dua Belas
Anisa membanting ponsel ke kasurnya. Tidak menyangka akan seperti ini. Pesan masuk Wisnu membuatnya tak berselera melakukan apa pun. Bahkan memasukkan keperluan ke dalam koper saja malas.“Ada apa, Nis?” tanya sang ibu.“Itu, Mas Wisnu. Dia bilang aku masih istrinya dan enggak akan menceraikan aku. Siapa yang enggak kesal, mana mau aku bermadu seperti itu. Dia pikir hebat melakukan poligami?” Anisa terus saja menggerutu.“Bisa kita selesaikan, apalagi Tante kamu orang hebat. Nanti dia yang menyelesaikan. Jangan cemas.” Bu Asih menenangkan Anisa.Anisa pun tak membalas pesan masuk suaminya. Ia hanya melihat dan kembali merapikan beberapa barang yang akan di siapkan.Bu Asih memandang foto sang suami. Entah, apa suaminya bahagia dengan keputusan mereka kembali ke Jakarta. Namun, sesuai dengan apa yang di wasiatkan sang suami, memang almarhum menginginkan Anisa kembali ke Jakarta agar keluarga Wisnu tak semena-mena dan membuktikan kalau Anisa bukan kalangan biasa.“Nis, sampai Jakarta ki
Baca selengkapnya
Tiga Belas
Semua pelayan pun menunduk hormat, Anisa benar-benar merasa menjadi orang kaya mendadak. Biasanya ia di teriaki Bu Atik untuk mengerjakan sesuatu. Jika saat ini, ia yang bisa berteriak dan meminta di ambilkan sesuatu.Netranya memandang kagum setiap detail isi rumah megah itu. Beberapa foto dan ia kembali menatap sebuah foto keluarga. Di sana ada ayahnya yang masih terlihat sangat muda. Rasa sedih kembali muncul, saat ia mendapat kebahagiaan, tapi sang ayah pun tiada.“Biar Tante antar ke kamar kamu, Mbak Asih sekalian yuk,” ujar Amara.Tante Amara mengantar Anisa dan Bu Asih ke kamar mereka. Setelah itu saat di kamar Anisa, Amara pun duduk di tepi ranjang.“Apa kamu ingin sesuatu?” tanya sang tante.“Tidak, Tan. Tapi, sepetinya aku butuh bertemu dengan Mas Wisnu. Tapi, aku tidak mau memberitahu dulu kehidupanku yang sekarang, biarlah mereka menganggap aku masih gembel. Aku akan menyelesaikan semua.”“Kabari Tante jika kamu butuh sesuatu. Di sini kita hanya tinggal ber empat.”“Suami
Baca selengkapnya
Empat Belas
Amara menarik napas saat ingin mengatakan hal sebenarnya pada Bu Asih. Ia takut sang kakak tak percaya dengan apa yang akan dikatakannya, terlebih tentang wasiat dari sang ayah tentang masa depan perusahaan mereka.“Ini, bisa Mbak baca.” Amira menyerahkan sebuah pernyataan dari kertas kecil. Asih pun membacanya, perlahan dan ia menatap tak percaya pada Amira.“Aku agak ragu untuk mengatakan hal ini karena takut Mbak Asih tak percaya,” ujar Amira.“Apa harus secepatnya?” tanya Asih.“Seharusnya lebih cepat, aku enggak tahu kalau Anisa itu punya suami. Makanya sejak lama kami mencari, agar lebih cepat menikahkan Abas dan Anisa. Apa Mbak percaya dengan apa yang aku katakan?” tanya Amira.“Mbak percaya karena sebelum meninggal, Mas Anjar pernah mengatakan hal ini. Tapi belum tahu dengan siapa Anisa akan menikah. Tapi, Mas Anjar bilang kalau Anisa seharusnya menikah dengan pilihan kakek agar harta kekayaan tak jatuh ke tangan orang yang salah. Apalagi jika kami tak memiliki keturunan laki-
Baca selengkapnya
Lima Belas
Luapan emosi Anisa tak bisa tertahan karena kali ini ia harus mengeluarkan semua isi hatinya. Wisnu pun seperti merasa tak bersalah atas yang apa yang di lakukan sang ibu. Malah ia mengatakan hal itu memang tugas seorang istri.“Demi Allah, aku sakit hati atas perlakuan kalian, apalagi saat kamu mengatakan hal itu wajar. Mas, lepaskan aku, ceraikan aku.” Napas Anisa tersengal-sengal seperti sedang berlari.“Baik, kalau itu yang kamu mau. Silakan ajukan perceraian kita, satu hal yang harus kamu tahu, suatu saat kamu akan menyesal dan memohon untuk kembali. Ingat itu, Nisa.”“Enggak akan, Mas. Tunggu surat perceraian dariku dan sampai bertemu di persidangan. Permisi,” ujar Anisa.Anisa mengambil tas dan meninggalkan Wisnu yang masih bergeming melihat kepergiannya. Wisnu heran melihat Anisa yang lebih berani dari yang pernah ia tahu.Apalagi Anisa berani membentak dan begitu tegas ingin bercerai. Sebelumnya ia hanya menerima apa yang sudah diperintahkan oleh dirinya dan sang ibu.“Kenapa
Baca selengkapnya
Enam Belas
Mendengar nama Abas di sebut oleh sang ibu, Anisa merasa kesal. Haruskah ia menikah dengan orang yang baru saja ia kenal, bahkan rasa trauma masih melekat di jiwa. Pernikahan pertama kandas, kini ia harus kembali di paksakan dalam sebuah drama rumah tangga baru.Tak pernah ia mengerti, untuk menjadi orang kaya apa perlu pengorbanan yang besar. Apalagi menikah dengan Abas agar harta kekayaan miliknya tak jatuh ke tangan pihak yang tak bertanggung jawab.“Jika aku tidak mau menikah dengan Abas, apa yang akan terjadi?” tanya Anisa.“Tidak masalah, tapi kami tidak menjamin kalau harta kamu tidak akan berpindah ke pihak lain. Harta akan jatuh ke tangan kamu jika menikah dengan pria pilihan kakek. Jika tidak, harta akan menjadi perebutan beberapa pihak. Satu hal lagi, kamu akan tatap menjadi miskin dan tidak akan bisa membalas mantan suami dan mertua kamu,” ujar Amira.Tangan Anisa mengepal keras, ia tak mengerti dengan situasi seperti ini. Ia ingin membalas semua perlakuan mantan suaminya.
Baca selengkapnya
Tujuh Belas
Mimik wajah Anisa tak bersahabat saat mendengar apa yang di katakan Abas.“Aku enggak mau bahas masalah itu lagi, lagi pula proses perceraian aku masih panjang. Tidak bisa begitu saja menikah dengan kamu.”“Oh, jadi seperti itu. Aku akan menunggu hari itu, di mana kamu akan menjadi istriku.” Senyum semringah dari Abas membaut Anisa jengkel.Niat mencari angin malah membuatnya kembali tak bersemangat. Ia pun kembali memutuskan masuk ke rumah karena ada Abas di sana.Pria dengan kaca mata itu hanya tersenyum tipis saat Anisa melangkah dengan cepat masuk ke rumah. Senyum itu kembali hilang saat Anisa sudah tak terlihat.“Aku pun tak berharap menikah denganmu.” Abas langsung menyesap kopi hangat miliknya. Setelah itu, ia pun duduk menatap langit-langit malam ini.***Wisnu datang ke rumah orang tuanya bersama Sinta. Bu Atik masih menyambut hangat menantunya itu. Sementara, Pak Hartawan memperhatikan Sinta dengan penuh selidik. Baginya, Anisa menantu terbaiknya yang tak ada gantinya.“Jadi
Baca selengkapnya
Delapan Belas
Anisa menggigit bibir, selama ini ternyata mereka pun hampir bangkrut dan ia sama sekali tak tahu. Gaya sok kaya ibu mertuanya beserta Windy sang ipar membuatnya muak. Setiap hari hanya makian dan cacian, belum lagi sang ipar yang selalu mengatakan dirinya hanya perempuan kuno dan tak modis yang berasal dari kampung.Tarikan napas Anisa terl6memebuat ia sangat lega. Setidaknya sebelum ia membalaskan dendam pun, keluarga Wisnu sudah sulit. Jadi, lebih mudah menjatuhkannya.“Kita mau ke mana?” tanya Anisa.“Kita ke mal, sepertinya kamu butuh sesuatu untuk mempercantik diri. Kita beli baju dan beberapa perlengkapan lainnya,” ujar Amara.“Aku enggak bisa menemani, Ma. Ada meeting dengan klien.”Anisa bernapas lega, setidaknya tidak ada Abas di sekitarnya. Lagi pula, kenapa juga pria itu selalu ada setiap ke mana pun.Abas menurunkan mereka di depan mal. Amara pun meminta tak usah menjemput dirinya karena mereka akan meminta jemput sopir pribadi saja.Anisa berjalan sejajar dengan Amara. S
Baca selengkapnya
Sembilan belas
Windy ke luar dari rumah sang ibu dan bertemu dengan Wisnu. Ia pun meluapkan kekesalannya pada sang kakak.“Itu kan punya temannya, lagi pula salah di mananya kalau di belanja juga?” tanya Wisnu.“Ya aku hanya ingin tahu. Masa enggak boleh lihat, apa namanya kalau pelit,” ujar Windy.“Ah, kamu jangan banyak mikir jelek. Sudah aku mau masuk,” ujar Wisnu.Windy semakin kesal dan emosi, sama saja seperti sang ibu, sang kakak pun bersikap membela Sinta.Windy pun gegas pulang dan mengendarai motornya. Ia tak mau suaminya pulang sebelum dirinya, ia pun sudah membeli beberapa makanan untuk sang suami.Beberapa menit sampai di rumah, ia melihat mobil sang suami sudah ada di halaman rumah. Ia sedikit cemas, lalu gegas memarkirkan motornya.“Kamu dari mana?” tanya Fahmi, suaminya Windy.“A—aku dari beli makan. Beli sayur di warung depan, kamu kok enggak bilang pulang cepat?” tanya Windy pelan.“Kalau suamimu bilang, berarti kamu tahu dan pasti enggak kelayapan. Benarkan apa yang mama bilang, M
Baca selengkapnya
Dua Puluh
Sejak tadi Wisnu mencoba menghubungi Anisa, tapi ia tak mau mengangkatnya. Baginya membuang waktu saja dan lebih baik untuk melanjutkan kegiatannya sekolah kepribadian.“Apa tidak kamu angkat dulu?” tanya Miss Mora.“Enggak usah, paling dia hanya ingin marah-marah karena sudah menerima surat gugatan cerai.” Anisa menyunggingkan senyum. Ia berharap cepat membalas semua apa yang di lakukan mantan suaminya.“Angkat saja, coba dengar apa yang dia katakan,” ujar Miss Mora.Anisa mengikuti saran Miss. Mora dan gegas mengangkat ponselnya. Benar dugaannya, baru saja mengatakan halo, Wisnu pun sudah menyambar bak petir.“Maksud kamu apa mengirim surat cerai, hah? Sudah merasa hebat?” Suara dari seberang telepon terdengar sangat emosi.“Aku enggak ada maksud apa pun, tapi bukanya aku sudah katakan akan meminta cerai dari kamu. Aku memang hebat, hanya saja kamu baru menyadari,” ujar Anisa.“Jangan sombong kamu. Aku tahu, baru menjadi pembantu rumah tangga saja sudah banyak tingkah. Derajat kamu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status