Semua Bab Mendadak Kaya Usai Bercerai : Bab 31 - Bab 40
104 Bab
Tiga Puluh Satu
Wajah yang sudah masam bertambah masam mendengar Abas mengatakan saham yang akan mereka berikan untuk investasi hanya sedikit. Tidak sesuai dengan apa yang mereka ajukan dan bayangkan.Wisnu menarik napas lalu membuang kasar. Ia merasa sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kehilangan berlian dan membuang kesempatan emas. Lagi, ia menyesal setiap melihat Anisa yang semakin hari semakin berkilau dengan beberapa berlian yang ia pakai di jari manis.Ia pun teringat saat bersamanya, Anisa sudah cantik, tapi sayang tak begitu ia manjakan hingga kecantikan aslinya tak terlihat seperti sekarang.“Bagaimana Pak Wisnu, jika Anda tidak menyetujui, kami bisa menarik kembali. Itu hanya tawaran saja,” ujar Abas.Sementara, Anisa sibuk membaca beberapa dokumen yang akan ia tanda tangani sampai tak sempat memperhatikan wajah mantan suaminya.Wisnu melirik ke sang ayah, Pak Hartawan sudah pasrah dan mengangguk saat Wisnu memberikan kode untuk menerima atau tidak. Mau bagaimana lagi, mereka sangat membutuh
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Dua
“Ya sudah, aku temani. Makan cepat,” ujar Abas pasrah.“Yakin enggak mau makan?” tanya Anisa lagi.“Yakin.”Namun, suara perut Abas pun mematahkan semuanya. Anisa tertawa mendengar suara tak di undang itu. Lalu ia memesan makanan karena sudah lapar. Sementara, Abas menahan dahaganya karena ia tak mau makan di tempat itu.Anisa kasihan melihat Abas yang sepetinya lapar tapi malah menahan semuanya. Ia pun mencoba menyuapi sedikit nasi, awalnya di tolak. Tapi, Anisa terus memaksa dengan membulatkan matanya.Wajah Abas berubah pucat, lalu ia mengambil tisu dan membuang makanan Yang ada di mulutnya. Lalu, ia ke luar dengan cepat dan memuntahkan sisa makanan di pinggir mobilnya.Anisa merasa tidak enak, tapi ia menghabiskan dulu makanannya. Tidak peduli ia telah membuat Abas seperti itu. Setelah selesai, ia menghampiri Abas yang tak kembali ke warteg. Abas terlihat menyenderkan tubuh di jok mobil saat Anisa mengetuk jendela dan meminta buka.“Maaf, Bas.”“Walau aku lapar, aku tidak mau maka
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Tiga
Wisnu bingung menjawab pertanyaan Sinta. Semua memang ada kemungkinan akan bangkrut. Akan tetapi, ia tak bisa mengatakan jika perusahaan sang ayah akan jatuh.“Mas, jawab, apa perusahaan Papa kamu akan bangkrut?” tanya Sinta.“Eng—enggak kok, Sayang. Enggak mungkin bangkrut. Kan perusahaan Papa aku sudah sangat besar. Hanya saja sedikit merugi.” Wisnu mencoba menjelaskannya dengan pelan.Sinta sedikit ragu, tapi ia kembali yakin kalau perusahaan sang mertua akan baik-baik saja. Masalah seperti ini sudah biasa terjadi dalam dunia perbisnisan.Akhirnya Sinta menurut walau wajahnya masih masam. Ia pun tak meminta ke mal lagi dan belanja. Wisnu pun sudah tenang karena bisa membaut Sinta tak merengek lagi.Mobil memasuki halaman rumah, Sinta pun sudah membayangkan akan beristirahat tenang setelah berulang kali merasa sakit kepala memikirkan pekerjaan.Andai ia tidak harus bekerja dan hanya menjadi nyonya di rumah, mungkin hal itu akan lebih baik pikirnya.“Akhirnya kalian pulang juga.” Bu
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Empat
Sinta terkesiap melihat asisten rumah tangga barunya. Wanita muda dengan paras ayu. Ia berpikir dari mana ayah mertuanya membawanya. Bagaimana bisa semuda ini mau bekerja sebagai pembantu. Ia merasa tidak tenang melihat kulit mulus itu juga bentuk tubuh yang begitu ideal bagi perempuan yang menjadi pembantu di rumahnya.Bu Atik pun tak kalah kaget dari Sinta. Wanita tua itu pun mencoba meminta penjelasan dari sang suami. Saat ditanya, Pak Hartawan hanya menjawab singkat.“Yang penting ada pembantu, kan?”“Iya, sih. Tapi Ibu agak risih dengan dia. Kenapa harus seumuran dengan anak kita Windy,” ujar Bu Atik.“Papa mana tahu, ini dari agensi. Sudah jangan banyak protes,” ujar Pak Hartawan.Bu Atik diam saat sang suami marah, sedangkan Sinta tak henti memperhatikan wanita itu. Lalu, sesekali melirik Wisnu yang mencuri pandang pada Nina, asisten baru di rumah mereka.“Mas, awas kamu macam-macam.” Sinta berbisik pelan.“Apa, sih, Sin.”Suasana makan pagi mereka sepi, hanya terdengar suara s
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Lima
Sinta menghentikan langkah, ia memutar tubuh menghadap Anisa. Kedua perempuan itu saling berserobok seolah-olah mereka sudah memiliki dendam yang teramat lama.“Kupastikan akan menghancurkan hidupmu seperti kau menghancurkan pernikahanku, camkan itu,” ancam Anisa.Hal yang di lakukan Sinta pun hanya bisa memendam semuanya. Percuma melawannya kali ini, dirinya malah yang akan hancur. Satu tarikan napas, ia pun membalik badan dan melangkah ke ruangannya.Sebelum menemui Pak Amri, Anisa pun menghubungi Abbas untuk meminta pendapatnya. Anisa menutup ponsel, lalu menghubungi pak Amri dari ruangannya.“Hari ini yang mengurus kamu Pak Abas, jadi tunggu dia datang,” ujar Anisa.Sesuai instruksi Abas, Anisa pun tidak menemui Pak Amri karena takut salah langkah. Anisa pun menurut, baginya Abas punya wewenang dan lebih lama dalam menghadapi masalah seperti ini.Bisa-bisa nanti dirinya salah langkah jika tak menunggu Abas. Ia menaruh curiga jika Sinta dan Pak Amri.Anisa membuka pesan di ponsel.
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Enam
“Jeng Atik, kok tumben enggak beli berlian?” tanya Bu Widia.“Eh, anu, aku udah terlalu banyak. Jeng tahu, kan kalau beberapa berlian aku mau di jual karena sudah banyak. Suami suka marah,” ujar Bu Atik.“Oh, suaminya suka marah, aku pikir kalau hampir bangkrut jadi menjual beberapa aset.”Bu Atik menelan ludah saat mendengar ucapan Bu Widia. Percuma menutupi kalau pada akhirnya akan ketahuan juga. Apalagi, kini ia pun sudah tak memegang banyak kartu kredit karena di tarik sang suami. “Enggak, kok. Hanya gosip,” ucapnya malu.Sementara, Anisa menatap ke arah mantan ibu mertuanya yang terlihat sangat gusar apalagi saat melihat Anisa yang sedang menatapnya.Senyum itu terlihat sangat puas membuat ibu mertuanya tak berkutik. Setelah acara pun Anisa sengaja menghampiri Bu Atik untuk memastikan apakah dia masih aman dengan penglihatan dan pendengaran saat berlian pun di borong olehnya.“Sudah seperti ini, apa Bu Atik masih bisa berteriak dan memaki aku? Apa masih bisa mulut itu digunakan
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Tujuh
Wisnu juga adik dan ibunya terkesiap melihat kedatangan Sinta yang sama sekali tak mereka tahu. Tiba-tiba saja istri Wisnu itu sudah berada di ambang pintu dengan wajah merah padam.“Mas, kalian sedang membicarakan apa? Menyalahkan siapa?” tanya Sinta.“Kamulah. Kalau kamu enggak menggoda Wisnu dan merebut dari Anisa, enggak mungkin mereka bercerai. Kamu sadar enggak sih, kamu itu biang kerok.”Bu Atik begitu menggebu menyalahkan Sinta karena pernikahan keduanya membuat Anisa pergi dan meminta bercerai. Sinta pun tak terima dirinya di salahkan, ia menunjuk suaminya yang memang juga bersalah.“Jangan aku saja , Mas Wisnu pun salah. Kenapa dia juga mau sama aku, dia juga merayu aku. Lagi pula, apa sih yang kalian harapkan dari perempuan mandul seperti Anisa?”“Biar pun dia mandul, tapi dia kaya raya, bisa kok dengan program bayi tabung,” ujar Windy.“Hih kamu anak kecil jangan ikut campur. Walau pun enggak nikah sama aku, Anisa juga sadar kalau kata raya bakal pergi dari keluarga kalian
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Delapan
“Bi, aku bahkan malu jika aku harus mengingat bagaimana aku memutuskan untuk berpisah. Untuk melupakannya sangat sulit, tapi aku sedang berusaha.” Abas mencoba tak meneteskan air mata walau netranya mulai berembun. Bagaimana tidak, ia sudah menghancurkan perasaan wanita yang sangat mencintainya.Bi Hanin merasa tidak enak, ia pun meminta maaf karena bertanya hal yang sensitif. Keduanya sangat dekat, terkadang Abas menganggap Bi Hanin ibu keduanya. Wajah saja Bi Hanin bertanya tentang Kinar.“Maafkan Bibi, hanya saja Bibi mencemaskan dua hati yang akan tersakiti jika Mas Abas belum menyelesaikan masalah hati. Jika Mas Abas menikahi Mbak Anisa, pastikan sudah tak memikirkan Mbak Kinar. Kasihan Mbak Anisa jika harus terluka untuk kedua kalinya. Apa Mas Abas tega melakukannya?”“Aku harus menikah dengan Anisa, itu keharusan yang tak bisa terbantahkan, Bi. Walau aku belum bisa melupakan Kinar, tapi aku harus bisa mencintai Anisa.”Bi Hanin mengelus pundak sang majikan, ia tahu betapa sulit
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Sembilan
Wisnu panas dingin mendengarkan penuturan sang ayah. Bagaimana bisa ia tak merasa cemas juga ketakutan mendengar perusahaan mereka sedang di landa kebangkrutan.Wisnu tak menyangka jika beberapa grafik terlihat jelas bagaimana mereka kini dunambang kehancuran. “Sekali kita melakukan kesalahan pada Anisa, satu kata terlontar akan membuat kita jatuh miskin. Makanya Papa bilang kalian jaga diri, jaga bicara saat dengan Anisa. Anisa itu sangat bahaya,” ujar sang ayah. “Tapi ini tidak tergantung dari Anisa, Pa.”“Lalu tergantung siapa? Istri baru kamu?”Wisnu bergeming mendengar apa yang di katakan sang ayah. Pak Hartawan pun sudah menginfokan pada perusahaan Anisa jika mereka ingin menjual anak cabang mereka. “Apa enggak ada cara lain selain menjual pada perusahaan Anisa?” tanya Wisnu. “Tidak ada karena kemungkinan hanya Anisa yang bisa membeli perusahaan kita,” ujar Pak Hartawan.Kepala Wisnu semakin mumet, apalagi Sinta dengan marah. Ia ingin membujuk, tapi sepetinya Sinta a
Baca selengkapnya
Empat Puluh
Abas bisa mengerti jika menjadi Anisa. Ia harus kuat menghadapi mantan suami yang seperti itu. Mereka pun langsung membayar ke kasir kemudian menuju tempat makan. “Nasi goreng aja, yang lain enggak sesuai sama lidahku.” “Tapi aku mau makan sushi, mau ya kita makan itu?”Anisa bergeming, ia tak bisa menolak karena beberapa hari lalu saja Anas mau menemani dirinya makanan warteg. Bahkan tanpa di suruh pun dia membuatkan banyak makanan untuknya. Abas sangat perhatian sampai membuat Anisa pun merasa nyaman dan juga sedikit melupakan kebahagiaan yang ia rasakan. Apalagi saat bertemu dengan Wisnu. Anisa pun menyetujui makan sushi. Abas memperhatikan Anisa Yang sejak tadi masam. Apalagi sejak bertemu dengan sang mantan. Hawanya terlihat sangat murung, juga uring-uringan.“Sejak tadi aku perhatikan kamu diam saja, apa kamu masih cemburu melihat Wisnu dengan istri barunya?” Anisa mengangkat kepala menatap Abas, ia menggigit bibir bawahnya lalu mencubit tangan pria itu. “Ih, sakit
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status