Semua Bab Pembalasan Istri Kumal: Bab 61 - Bab 70
296 Bab
Izin Lala
"Masakan Mei sangat enak." Mami satria memakan habis semangkuk sup solo yang kubuat."Mami benar, mungkin kita bisa membuka usaha baru di sini." Satria menambahkan, aku tak ingat mangkuk keberapa yang kini ada di depannya, sejak tadi dia tak berhenti mengunyah."Sup buatan mama memang juara oma, biasanya Lala makan ini di pagi hari, tapi sudah lama mama nggak masak." Aku terpaku mendengar kalimat Lala.Dulu aku begitu sering memasak ini di rumah, salah satu masakan yang paling sering Lala minta ada di meja makan. Meski tak selalu ada ayam di rumah, semangkuk kuah dengan isian wortel dan makaroni rebus sudah membuat senyum polos Lala mengembang."Kenapa mama nggak pernah masak lagi La?" Mami bertanya pada Lala."Karena sudah ada yang masak di rumah kakek." Ucap Lala polos."Nanti kalau kalian menikah, mama akan sering berkinjung kerumah kalian, mama mau di masakin ya lain ya Mei."Aku tersenyum saja mendengar kalimat Mami padaku. "Nikah? Mama sana om Tri mau nikah?"Kami saling panda
Baca selengkapnya
Sikap Kekanak-kanakkan.
Pagi ini, aku antarkan Lala ke sekolahnya, sebelum berangkat ke kantor dan mengurus beberapa pekerjaan, aku memang selalu menyempatkan diri mengantarkan Lala ke sekolahnya."Mutiara!" Lala berteriak dari dalam mobil saat melihat sahabatnya itu berjalan ke arah gerbang.Aku memperhatikan dari dalam mobil, bahkan saat tiba-tiba mbak Ainienepis tangan Lala yang menggandeng Mutiara. Aku sampai melepaskan kacamata karena terkejut, ada apa dengan mbak Aini, apa Lala berbuat salah padanya?Aku parkiran mobilku dan mendekati Lala yang masih terpaku melihat Mutiara di ganeng ke ibunya ke dalam sekolah."Mama antar masuk sayang." Ucapku dengan senyuman hangat, meski hatiku panas melihat anakku di perlakukan seenaknya, akuasib coba manah diri untuk tak membuat Lala merasa lebih sedih."Ma, kok mama Mutiara nggak bolehin Lala sama Mutia?" Denvan polosnya gadis kecilku bertanya.Aku tersenyum mengusap rambutnya yang terikat dua."Mungkin mama Mutia sedang buru-buru, jadi mau Mutia segera masuk ke
Baca selengkapnya
Kelicikan Fani
"Mbak, maafkan aku mbak." Danu tak berhenti mengiba, namun aku tak bisa lagi memberinya maaf."Lepaskan Danu, dengar pulanglah, kita akan bertemu di rumah ibu mertuamu!" Ucapku kesal dan bergegas kembali ke dalam mobilku."Mbak, jangan begitu mbak, kita bisa bicara berdua dulu mbak." Danu berusaha mengikuti aku."Bicara saja nanti di depan keluargamu itu!" Aku menepis kasar tangannya yang terus coba menghentikan langkahku.Aku tutup pintu mobil dengan segera dan melihat dengan kesal ke arah kaca yang pecah di depanku, aku memijat kepalaku yang berdenyut, hariku benar-benar kacau sekarang.Kuambil ponsel dari dalam tas dan menghubungi Arman."Man, aku kirim lokasi tempatku berada, tolong bawa derek untuk mengurus mobilku.""Apa terjadi sesuatu nyonya?""Ya, orang gila sudah memecahkan kaca mobilku!" Ucapku kesal menatap Danu yang masih terus mengetuk kaca mobilku dan mengiba.Tak lama Arman datang dengan mobil derek di belakangnya, kulihat dia segera turun dan menyingkirkan Danu dari s
Baca selengkapnya
Membuat perhitungan
"Sekarang dari mana kamu akan mulai cerita Fani?" Aku bertanya, menatapnya yang hanya berani melihatku tanpa mau menatap wajah ibu yang kecewa padanya."Apa salahku padamu mbak, sampai kamu tak bisa membiarkan aku hidup tenang!" Dia menatapku tajam."Kamu berteriak padan Fani, bahkan kamu tanya apa salahmu? Sekarang kembalikan semua uang itu dan aku anggap urusan kita satu ini selesai!" Aku menatap dirinya yang terlihat sangat marah, semua orang akan berlaku sama jika kecurangannya terbongkar, ini adalah cara seseorang membela diri, untuk terlihat kuat." kembalikan sisa dari dua juta yang kamu berikan pada ibu, bisa?""Bukankah kamu sudah memberikannya pada keluargaku mbak, lantas tak malu menjilat ludah yang telah kamu buang?"Aku tersenyum sinis, dia baru saja mengakui perbuatanya."Aku memberikannya untuk kirim doa, lalu di mana uang itu?"Mas Fandi mendekati Fani. "Jawab Sri Fani, dimana uang yang dia berikan?""Lepaskan aku mas!"Fani membentak kakanya sendiri."Kalian cuma memi
Baca selengkapnya
Penyesalan dan Masalah Baru
"Jadi karena itu kamu menolakku? Bukan karena lelaki baru itu?""Siapa maksudmu mas, Satria?"Mas Fani hanya diam."Ya, dia juga jadi alasan. Satria sudah melamarku mas dan dia menunggu sidang terakhir kita beberapa hari lagi lalu menunggu masa udah ku selesai.""Jadi begitu?""Ya, aku harap kamu mengerti posisi kita sekarang."Mas Fandi terdiam sebentar, aku tau dia pasti sedang memikirkan banyak hal terutama rasa kecewa nya.Aku melihat dia menghela napas, lalu duduk di tangga teras rumahnya."Dulu harta bagimu tak bernilai Sri.""Iya, aku baru menyadari juga mas, kenapa dulu aku tak memikirkan harta dan tahta.""Apa kamu tak pernah bahagia saat bersamaku?""Aku bahagia mas, apa pernah aku mengeluh selama jadi istrimu?"Dia diam, mungkin mengingat kembali adakah kalimat aku mengeluh saat jadi istrinya dulu."Aku tak pernah mempermasalahkan berapapun uang yabg kamu beri, bahkan saat kamu bilang memberikan uang untuk Fani padahal kita juga butuh, aku tetap diam.""Lalu kenapa sekarang
Baca selengkapnya
Situasi Memanas
"Maaf bu, tapi lelaki yang tertangkap mencuri itu Danu, sekarang ada di masjid dekat tikungan itu""Apa, Danu? Ya Allah ada apa lagi ini, belum selesai satu masalah sudah muncul masalah baru."Ibu berlutut di halaman rumah, di peganggi sepupu perempuannya, tubuhnya gemetar hebat, aku tau ibu pasti sangat terpukul sekarang."Fandi ayo kita susul iparmu itu!" Ucap ibu sambil menarik tangan mas Fandi keluar halaman rumah mereka.Gemetar ibu berjalan menyusuri tepian, banyak nya orang berkerumun memenuhi halaman masjid, membuat ibu mencengkeram tangan mas Fandi dengan erat."Ibunya Robi, bukanya itu suami Fani?" Teriak wanita dengan tubuh berisi, seingatku dia adalah pemilik warung di depan rumah ibu.Ibu hanya diam menundukan, berjalan membelah kerumunan masuk ke teras masjid yang sudah di penuhi jama'ah."Dimana Danu Man?" Aku bertanya pada Arman yang sejak tadi ikut berdiri mengamankan situasi."Di dalam nyonya." Ucapnya menunjuk ke dalam masjid yang mereka jaga.Ibu dan mas Fandi mend
Baca selengkapnya
cara licik mbak Aini
Tiba di pabrik, aku selesaikan pekerjaan lebih cepat, semua yang harus aku periksa telah selesai lebih dulu, setelahnya segera aku hubungi bagian keamanan."Siapkan mobilku sekarang!" Ucapku pada salah satu satpam yang jaga. Aku ingin menjemput Lala lebih dulu.Setelahnya aku keluar kantor, menuju ke parkiran untuk pergi ke sekolah Lala, aku tak ingin anakku menunggu terlalu lama di gerbang sekolahnya.Aku parkir kan mobilku di seberang jalan dan kulihat di depan sekolah anak-anak sudah berhamburan keluar. Aku keluar mobil dan menyeberang jalan, mataku melihat Lala yang berdiri menunduk ke bawah, saat aku ingin memanggilnya, aku justeru melihat mbak Aini berjongkok memarahi anakku sekarang."Kau cubit Mutia, ngaku kamu!" Ucapnya kesal, suaranya lantang hingga aku pun bisa dengan jelas mendengarnya.Lala menggelengkan kepalanya, dia takut bicara bahkan aku melihat tangannya gemetar sekarang."Anak kecil sudah pandai bohong kamu! Sini kamu, aku hukum kamu!" Teriaknya menarik tangan kecil
Baca selengkapnya
Malam Panjang
Malam semakin larut, aku masih termenung di dalam kamarku sendiri, bahkan ku melewatkan makan malam dan Lala membawakan aku sup hangat tadi. Hatiku merasa sakit mendepati kenyataan bapak akan pulang ke negaranya esok hari, sungguh saat itu adalah hari yang sebenar nya sejak dulu tak ingin aku jumpai.Ya, sejak dulu bapak selalu bilang, bahwa mungkin saja saat aku sudah siap, bapak akan pergi dari hidupku, tapi aku tak pernah membayangkan semua harus secepat ini.Saat bicara dengan bapak tadi, aku ingin menangis dan memeluknya erat, namun aku tak bisa. Bapak tentu akan semakin marah, beliau selalu mendidiku untuk jadi wanita yang tak lemah karena keadaan.Tok.. Tok..Ketukan di pintu membuatku tersadar dari lamunan, aku beranjak membuka pintu kamar dan kak Zui sudah berdiri dengan pakaian hitam dan celana berbahan kulit."Ada apa?" "Ada masalah di sektor enam." Ucapnya sudah memakai alat komunikasi dua arah di telinganya."Masalah apa?" Tanyaku.Sektor adalah sebutan pembagian wilayah
Baca selengkapnya
Jebakan rahasia
Arman datang dengan tergesa-gesa, dia menutup pintu ruangan dan menguncinya, berjalan gugup dia mendekati ku dan kak Zui."Ini pembunuhan berencana, mereka ingin menghancurkan tempat ini.""Siapa? Siapa yang berani bermain dengan keluargaku?""Belum tau, saya masih mencoba mencari tau apa yang terjadi." Ucapnya membuat aku diam dengan geram."Wanita itu datang Kemari sendiri, kemudian dia masuk ke ruangan itu dan_Kalimat Arman terhenti, suar gaduh di luar ruangan kami membuat aku, kak Zui dan Arman saling pandang."Apa terjadi sesuatu?"Aku bertanya sembari berdiri dari tepat dudukku, berjalan mendekati pintu dan membuka pintu itu. Beberapa orang berlarian ke atas lagi, beberapa ga dia menjerit larinke bawah dan keluar dari gedung ini. Arman dengan sigap naik bersama pengawal yang lain, sementara aku dan kak Zui mengikuti dari belakang, menyusul mereka naik lagi ke lantai atas."Apa yang terjadi?" Tanyaku saat meneger tempat ini berjalan turun dengan wajah memerah.Hueekk! Hueek!Dia
Baca selengkapnya
Wajah dari masalalu
Aku menatap lelaki tua yang tak pernah berubah sebagai cinta pertamaku itu, entah kenapa tiba-tiba hati ini merasa sakit sendiri."Bapak, apa bapak harus pergi?""Kenapa Mei, kamu merasa bapak tak akan kembali?""Mei takut bapak tak akan kembali." Ucapku jujur.Diam bapak memperhatikan manik mata ini, beliau lalu tersenyum kecil."Bapak hanya urus beberapa hal di sana Mei, minggu depan adalah tanggal kepergian istri dan anak bapak, bapak ingin mengunjungi mereka Mei, sudah lama bapak tak pulang."Aku diam, perlahan ku lepaskan tanganku dari bapak. Harusnya aku tak seegois ini, bukankah sebelum ada aku dalam hidup bapak, pernah ada keluarga kecil bapak miliki. Aku hanyalah bagian dari bapak yang sangat kecil, tak akan bisa mengalahkan mereka yang begitu istimewa untuk bapak."Maaf jika Mei jadi egois pak.""Tidak, kamu tak egois Mei, bapak tau hatimu hanya takut bapak pergi dan tak datang lagi kan?"Aku menganggukkan kepalaku pelan. "Hanya bapak yang Mei punya di sini, bahkan saat Mei
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
30
DMCA.com Protection Status