Semua Bab Silakan, Urus Putrimu Tanpa Aku: Bab 41 - Bab 50
145 Bab
Bab 41
"Soni.""Iya, Mbak?" tanyanya. "Kamu tahu, Cahaya koma?" "Ya, aku sedang di rumah sakit bersama Mama."Embusan napas berat Soni terdengar hingga ke sini. Apa yang terjadi pada Cahaya, pasti membuat pria itu shock juga.Aku pun ingin ke sana. Ingin mendampingi Cahaya yang tengah berjuang antara hidup dan mati. "Terus, gimana keadaan dia sekarang?" tanyaku lagi. "Akan aku kirimkan gambarnya, Mbak. Kalau bisa, datanglah sebentar. Jenguk dia, ajak dia bicara. Mungkin, akan ada keajaiban jika Mbak Ranum yang membangunkannya."Bagaikan dihimpit batu besar. Dadaku terasa sesak membayangkan kondisi Cahaya yang mungkin tidak baik-baik saja. Air mataku kembali keluar dengan sendirinya. Jari-jari ini pun sibuk menghapusnya hingga isak pun keluar membuatku sulit berucap. "Mbak, masih di sana?" Soni kembali bicara. "Ya, aku di sini.""Aku alihkan ke panggilan video saja, ya? Biar Mbak bisa lihat langsung Cahaya." Aku tidak menjawab. Menatap layar ponsel yang masih bergambar Soni, kemudian
Baca selengkapnya
Bab 42
Aroma kopi menguar memenuhi indera penciuman. Semilir angin berembus membelai kulit wajah serta rambutku. Langit mulai menghitam tanda air akan turun dari sana. Aku memejamkan mata menikmati udara sejuk yang menenangkan pikiranku ini. "Mbak."Mataku terbuka. Menoleh pada pria yang menggenggam gelas cup berisikan kopi hitam miliknya. "Hem." Aku bergumam. "Aku merasa ganjal dengan kecelakaan yang menimpa Cahaya. Menurut Mbak, ini real kecelakaan, atau dicelakai?"Aku diam mencerna ucapan Soni yang terdengar menuduh. Jika dicelakai, hanya ada satu orang tersangka yang terlibat. Mawar. Mungkinkah dia tega melakukan kejahatan pada putrinya sendiri? "Di mana letak kesengajaan itu, Son?" tanyaku akhirnya. "Tadi aku pergi ke rumah Mas Sandi untuk melihat tempat yang katanya Cahaya tergeletak tidak sadarkan diri di sana. Entahlah, coba Mbak lihat sendiri gambar ini." Soni menyodorkan ponselnya padaku. Dia memperlihatkan foto-foto yang dia ambil di rumah kakaknya. Masih ada noda minyak
Baca selengkapnya
Bab 43
Kami saling diam kembali. Soni fokus pada kopinya, dan aku masih fokus pada CCTV di rumah Mas Sandi. Saat ini aku masih berada di rumah sakit. Setelah melihat Cahaya, aku pergi ke taman rumah sakit untuk memenangkan hati yang tersayat melihat kondisi anak itu. Soni datang, dia ikut duduk bersamaku hingga sekarang. "Terus, jawabanmu gimana, Mbak?" Aku kembali menoleh ke arahnya dengan kening yang berkerut. "Jawaban apa?" tanyaku tidak mengerti. "Tentang ini." Dia menunjuk dadanya. Aku tersenyum kecil. Menggelengkan kepala, lalu mengambil kunci motornya yang tergeletak di bangku. Aku menekankannya pada paha dia yang berbalut celana jeans. "Sekolah aja gak kelar-kelar, sudah berani ngomongin perasaan. Kerja, pun enggak," ujarku membuatnya tertawa terbahak. "Aku dipecat juga karenamu, Mbak. Yuk, cari kerja lagi. Di mana, ya?" "Mana aku tahu. Cari aja sendiri," ujarku seraya berdiri. Aku meninggalkan Soni dan masuk ke dalam rumah sakit. Sebelum pulang, aku ingin melihat Cahaya la
Baca selengkapnya
Bab 44
"Kamu menuduh aku mencelakai putriku sendiri?" ujar Mawar menunjuk dadanya. "Apa aku ada bicara seperti itu? Tidak, bukan?""Tapi kata-katamu mengarah ke sana. Kamu tidak percaya dengan penjelasanku, malah mengatakan asumsi-asumsi yang tidak benar. Sepertinya kamu memang dendam padaku, ya Ranum!" Aku menggelengkan kepala seraya tertawa sumbang. Aku hanya mengeluarkan isi pikiranku saja, dia sudah kepanasan. Aku hanya menduga-duga, dia sudah ketakutan. "Sudah, cukup. Hentikan semuanya," ujar Mas Sandi seraya menyugar rambutnya. Wajahnya begitu frustrasi penuh dengan tekanan. "Mantan istrimu yang mulai, Mas. Lagian untuk apa, sih kamu di sini, Ranum? Kamu bukan siapa-siapa kami, bukan siapa-siapa Cahaya. Kamu hanya orang lain yang mencari perhatian dengan pura-pura bersedih. Caper.""Aku gak caper—""Ranum, hentikan! Sudah hentikan! Sebaiknya kamu pulang saja, tidak ada gunanya saling debat saling menyalahkan. Bagiamanapun mula kejadiannya, semua tidak akan bisa diulang lagi. Semua
Baca selengkapnya
Bab 45
Aku menundukkan pandangan tidak berani menatap mata Ibu yang menyorotku tajam. Aku tahu, jika Ibu menginginkan aku lebih mementingkan diri sendiri dibandingkan mengurusi Cahaya yang jelas-jelas masih memiliki keluarga. Namun, tekadku sudah bulat untuk membongkar siapa dalang dibalik komanya anak istimewa itu. Jikapun ibunya sendiri, dia harus mendapatkan hukuman atas perbuatannya. "Ranum, dengarkan Ibu, kali ini saja. Sudahi kebodohanmu. Lupakan Cahaya. Dia punya orang tua, punya keluarga yang utuh. Yang harusnya kamu urusin itu, Shanum. Belum tentu ayahnya akan selalu membiayai hidupnya hingga dewasa. Maka dari itu, kamu sebagai ibunya harus pandai bekerja, mendapatkan uang untuk masa depan dia. Sekolahnya dia. Yang sakit mah biarkan saja di rumah sakit. Biar dirawat oleh dokter," ujar Ibu panjang lebar. "Ini bukan masalah sakitnya, Bu. Tapi, penyebab dia sakit. Aku menduga ada unsur kesengajaan yang membuat Cahaya koma." "Maksudmu, anak itu dicelakai ibu bapaknya?" tanya Ibu d
Baca selengkapnya
Bab 46
"Bu, Ibu lihat hape, Ranum yang ada di laci, gak?" tanyaku malam ini. Setelah mengobrak-abrik seluruh isi kamar, aku tidak sama sekali menemukan ponsel itu. Dan satu-satunya cara, ialah menanyakannya pada Ibu. Mata Ibu melirik sebentar ke arah Bapak yang tengah menikmati secangkir teh manis seraya duduk di sofa menonton televisi. Di bawahnya, Shanum sedang mewarnai gambar princess kesukaannya seraya duduk lesehan. "Iya, Ibu yang ambil." "Ya Allah, Ibu .... Kapan?" tanyaku tidak percaya. "Tadi. Saat kamu dan Bapak ke rukonya Haji Darmin, Ibu pulang dengan ojek." "Sekarang, mana ponselnya? Kembalikan padaku." Aku mengadahkan tangan meminta barangku kembali. Namun, Ibu menggelengkan kepalanya menolak memberikan ponsel yang menyimpan jawaban atas pertanyaan yang bersarang di otakku. "Ibu, tidak akan memberikannya padamu.""Kenapa, Bu? Ayolah, jangan seperti ini?" Kembali Ibu menggelengkan kepala. Tangannya sibuk melipat pakaian, tanpa menatapku yang mengiba. "Dengarkan Ibu, Ranu
Baca selengkapnya
Bab 47
"Bunda, hari ini aku mau bekal roti isi selai cokelat, ya?" pinta Shanum saat aku tengah menyisir rambutnya. "Siap, Sayang. Minumnya mau apa? Susu kotak, atau susu yang hangat?" "Emh ... susu kotak saja, Bunda. Kalau susu hangat, aku jadi ingat pada kakak. Bunda, hari ini mau jenguk kakak, gak? Kalau jenguk, bilang pada kakak, ya, kalau Shanum sedang rindu pada dia."Aku tersenyum dibalik punggung putri kecilku yang semakin hari semakin pintar. Ucapannya aku jawab dengan gumama saja. Mendengar nama Cahaya, ingatanku kembali pada Ibu. Hati dia masih keras. Jangankan untuk meminta balik ponselku, sudah menyinggungnya saja Ibu tidak memberikan respon sama sekali. "Sudah, Sayang. Sekarang, Shanum tunggu di ruang tengah dulu, ya? Bunda mau buatkan bekal untuk Shanum." "Iya, Bunda." Kami sama-sama keluar dari kamar. Shanum pergi ke ruang tengah, dan aku pergi ke ruang makan yang di sana sudah ada Ibu dan Bapak. "Shanum mana?" tanya Ibu. "Lagi nungguin aku buat bekal, Bu.""Tidak mau
Baca selengkapnya
Bab 48
"Kamu nguping, Ranum?" tanya Mawar semakin panik. "Enggak. Orang aku baru dateng, kok. Aku mau minta ijin buat masuk ke kamar Cahaya, mau jenguk dia sebentar," kataku seraya mengeluarkan tangan dari dalam tas. Aku menatap Mawar yang juga menatapku penuh ketakutan. "Yakin, kamu gak nguping?" ujarnya lagi. "Enggaklah. Emang kamu ngomongin apa, sih sampai ketakutan kayak gitu? Merencanakan kejahatan, ya?" "Jangan nuduh kamu! Bukan urusanmu aku bicara apa, dengan siapa. Kalau mau masuk, masuk saja. Gak usah ijin-ijin segala. Ganggu orang aja." Mawar menggerutu. Dia berjalan melewatiku, lalu duduk di bangku panjang dekat pintu kamar Cahaya. Dan aku hanya tersenyum puas melihat dia salah tingkah. Tanpa bicara lagi, aku pun masuk melihat Cahaya yang masih sama seperti hari kemarin. Tidur tanpa bergerak. "Selamat pagi, Kakak. Bunda datang lagi, nih buat bangunin Kakak. Yuk, bangun. Emang gak pegel, tidur terus?" Aku mengusap lengan dia dengan lembut. Tanganku beralih mengusap keningn
Baca selengkapnya
Bab 49
Kulangkahkan lebih cepat karena harus bertemu dengan seseorang. Hari ini, aku sudah buat janji dengan Devano. Aku butuh dia dalam menyelesaikan masalah yang tengah aku hadapi sekarang dengan bukti yang aku punya. Kafe Magnolia menjadi tempat kami membuat janji. Masih pagi, pengunjung di sini pun masih sedikit. Di depanku sudah ada cokelat panas dengan aroma yang khas. Juga kopi susu untuk Devano. "Hay, Num! Sudah lama?" Aku mendongak melihat pada pria yang baru saja datang. Devano menyimpan kunci mobilnya di meja, lalu duduk berhadap-hadapan denganku. "Tidak, baru beberapa menit saja. Aku sudah pesankan kopi untukmu. Silahkan diminum, mumpung masih hangat," ujarku menggeser sedikit gelas ke depan Devano. "Wah, baik sekali klien yang satu ini. Terima kasih banyak, Bu Ranum," kelakarnya membuatku ikut tertawa. Beberapa saat kami saling diam menikmati minuman kami masing-masing. Aku memperbaiki letak duduk agar semakin nyaman dalam berbicara. "Van, kamu tahu kenapa aku meminta b
Baca selengkapnya
Bab 50
Baju serta tubuhku basah kuyup dari atas hingga bawah. Bukan satu gelas air, melainkan satu ember yang sengaja ditumpahkan wanita itu padaku. Wanita asing yang baru aku lihat sekarang. "Kamu ini siapa, punya dendam apa hingga membuatku seperti ini?" ujarku seraya berdiri dengan tatapan ke arahnya. Wanita cantik bertubuh ramping itu bersidekap dada melihatku tanpa iba. Bibirnya mencebik, mengejek merendahkanku."Woi, kalau ditanya, tuh jawab!" ujar Soni kembali berteriak. "Kalian mau tahu siapa saya? Kamu mau tahu kenapa aku melakukan itu padamu, wahai Wanita Ganjen!" Aku sedikit tersentak dengan panggilannya padaku. Ganjen. Aku ganjen? Pada siapa? "Apa maksudmu?" tanyaku lagi masih tidak mengerti. "Harus kamu tahu, aku ini istri dari pria yang tadi duduk bersamamu. Oh, jadi ini rupa wanita yang selalu mengajak suamiku berjumpa? Wajah-wajah lugu tapi penuh dengan tipu daya."Laki-laki yang bersamaku? "Kamu istrinya Devano?" ujarku bertanya. "Iya. Aku istrinya Devano. Berhent
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
15
DMCA.com Protection Status