All Chapters of Dendam Kuntilanak Merah: Chapter 31 - Chapter 40
56 Chapters
31. Membuntuti Ujang
Ujang terduduk pada bangku panjang di warung baksonya sembari tafakur. Detakan jantung pria itu masih terasa meski gadis bermata tajam yang tadi melontarkan pertanyaan kepadanya, telah pergi setengah jam yang lalu.Untung gadis itu tidak terus-terusan mendesaknya. Jika tidak, bisa jadi Ujang menjadi gugup dan tanpa sengaja bakal merusak janji yang telah dibuat berpuluh-puluh tahun yang lalu bersama Sanusi.Ujang telah berhasil menyimpan rahasia itu selama ini, bahkan dari istrinya sendiri. Meski ada perasaan bersalah, meski sejujurnya batinnya terus tersiksa sebab menyimpan kenyataan yang ada. Namun, mau apa lagi, seperti yang pernah dikatakan Sanusi tempo hari bahwa ini merupakan cara yang terbaik, menurut mereka berdua.Setelah sukses menenteramkan perasaannya yang sempat tak karuan, Ujang kembali berbenah: mencuci piring dan gelas kotor, menyimpan sendok-sendok ke kolong gerobak, mengelap meja dan membersihkan sampah-sampah sisa para pelanggan.Baksonya tersisa dua porsi. Seperti k
Read more
32. Senja yang Sendu
Nopi yang sejak tadi terheran-heran menyaksikan percakapan dua orang di depannya, mendongak dan menatap ke langit biru. "Cerah gini, kok, apanya yang mau hujan?" Gadis tomboi itu geleng-geleng kepala.Gadis menepuk bahu Nopi gemas, "Itu cuma alasan Bang Ujang aja supaya bisa ninggalin kita. Ayo, kita buntutin Bang Ujang. Katamu rumahnya gak jauh dari sini, kan?"Nopi bertambah heran lagi melihat keputusan sepupunya yang menurutnya lebih aneh dan tidak mau peduli meski telah diabaikan. Apa gerangan yang membuat Gadis keras kepala dan bersikap demikian? Namun, Nopi tidak sempat bertanya. Sepupunya telah meninggalkannya, mendahului berjalan cepat menyusul ke arah Ujang pergi."Hei, Gadis, tunggu aku! Hei!"~AA~Setiba di rumah, Ujang disambut istrinya, Wati, dengan raut terheran-heran. Bagaimana tidak, wanita itu mendapati suaminya bak habis dikejar setan. Wajahnya sepucat kapas, napasnya cengap-cengap, baju kaosnya basah oleh peluh."Abang kenapa, kok, seperti habis dikejar hantu?" Wati
Read more
33. Ujang Menyerah
Hasnah tertidur dalam posisi miring di ranjang besi berukuran nomor dua. Bibirnya mengulas senyum manis, seolah segala nestapa yang selama ini mengimpitnya, sirna sudah. Kedua tangannya erat menggenggam jemari Gadis yang dengan penuh kasih sayang telah berhasil meninabobokannya.Ada perasaan haru mengisi relung hati Gadis. Gadis sadar betul bahwa tadi dirinya sempat dikuasai oleh energi Menur yang mengikutinya hingga ke rumah Ujang. Dibiarkannya saja. Ternyata kepasrahannya berakhir seperti ini, tanpa dia duga sebelumnya.Sesudah memastikan Hasnah tertidur pulas, Gadis bangkit dari duduk. Diraihnya selimut yang terbuat dari potongan kain perca yang terletak di dekat kaki Hasnah, lalu dia selimuti tubuh ringkih wanita itu.Gadis menarik napas panjang-panjang sebelum melangkah melewati pintu kamar Hasnah. Dia tentu harus mempersiapkan diri serta jawaban yang masuk akal untuk diberikan kepada semua orang, yang kini sedang menunggunya di kursi ruang tamu rumah sederhana itu.Ujang bertopa
Read more
34. Janji Jari Kelingking
Ujang semakin terpana. Bagaimana gadis berbadan mungil di depannya ini bahkan tahu nama Sanusi?Seperti tahu isi batin Ujang, Gadis lalu berkata, "Saya juga tau. Bukan hanya satu orang saja yang menghilang di desa ini, kan, Bang? Melainkan dua orang."Ujang kian tak berkutik. Tanpa sadar, punggungnya terenyak ke sandaran sofa. Berakhir sudah pikirnya. Dia tidak bisa lagi menyimpan rahasia ini terlalu lama."Kau benar, Nak." Ujang menelan ludah. "Baiklah, besok ikut saya menemui Pak Sanusi. Sebenarnya dia satu-satunya saksi kunci mengenai peristiwa di malam itu, saat Pakdo Ramli menghilang hingga sampai saat ini.""Pakdo Ramli hilang, Bang?" Wati memotong pembicaraan. "Bukankah orang-orang bilang Pakdo pindah ke Kerinci, Bang? Semadi di gunung sana?"Ujang menggeleng lemah, "Maafkan Abang, Wati. Bukan seperti itu ceritanya. Bersabarlah, pasti nanti kau bakal kuberi tahu."Lagi-lagi Wati harus menyimpan rasa penasarannya. Sebenarnya apa yang telah terjadi? Apa yang disembunyikan suaminy
Read more
35. Menemui Sanusi
Seunit mobil Avanza melaju menuju Kabupaten Muaro Jambi. Pengemudinya seorang perempuan yang memakai kacamata hitam dan juga headseat pada telinga.Teh Reni, hanya memilih untuk tidak ingin mendengar percakapan yang terjadi di bangku penumpang. Selain menurutnya tak beradab menguping perbincangan orang lain, bahan obrolan mereka juga dapat merusak konsentrasinya ketika menyetir, yakni percakapan mengenai hantu atau semacamnya. Sudah cukup perkara pohon beringin yang beberapa minggu ini cukup memusingkan kepalanya.Di sebelah Teh Reni, duduk Ujang yang berpakaian agak rapi: kemeja garis-garis dan berpeci hitam, sedang di bangku belakang ada Gadis dan Nopi yang sesekali menguap karena mengantuk.Berdasarkan keterangan yang didapat Ujang, Sanusi telah pindah ke desa lain semenjak mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala kampung. Sama seperti Ujang, rasa bersalah dan penyesalan selalu menghantui dirinya setiap waktu.Bagaimana bisa Sanusi duduk manis menikmati gaji plus bonus di r
Read more
36. Menuturkan Tujuan Bertandang
Ujang mencegah. "Tidak usah, Bu. Biar saya saja yang menjemputnya."Gadis yang memerhatikan percakapan mereka sedari tadi, ikut turun dari mobil. Namun sebelumnya dia berpesan pada Teh Reni agar jangan membangunkan Nopi yang baru saja tertidur. Teh Reni mengiakan. Dia juga enggan untuk keluar dari mobilnya. Lebih baik di dalam mobil saja. Aman dari gigitan nyamuk-nyamuk kebun yang ukurannya lebih besar dari nyamuk biasa.Gadis mengikuti langkah Ujang. Pria itu berjalan cepat menuju ke arah pondok yang terlihat hanya atapnya saja. Meski terkesan dekat, tetapi mereka butuh sepuluh menit untuk mencapai tempat itu.Tampak seorang pria kekar membelakangi. Urat-urat tangannya menyembul saat mencangkul tanah. Posturnya berubah seratus delapan puluh derajat dari yang dulu. Rambutnya pun hampir keseluruhannya memutih. Wajar saja, Ujang saja sudah hampir memasuki lima puluh tahun, sedangkan Sanusi pastilah lebih dari itu."Pak Sanusi!" Ujang memanggilnya setelah jarak mereka tidak begitu jauh.
Read more
37. Membujuk Sanusi
Suasana berubah menjadi tak nyaman ketika nama Menur dan Pakdo Ramli disebut oleh Ujang. Raut Sanusi pun berubah masam. Lirikannya tajam menatap tiap kepala yang berada di ruang tamunya.Seperti bisa membaca situasi, Teh Reni mengajak Nopi untuk mengikutinya ke luar rumah. Awalnya Nopi menolak. Dia tidak mau meninggalkan Gadis seorang diri di situ, tapi Gadis memberi kode seraya mengulas senyum menenangkan hingga akhirnya Nopi mau juga pergi."Teteh mau cari makanan dulu, ya, Dis. Gak apa, kan, kalau Teteh ajak Nopi?" Teh Reni meminta persetujuan sebelum melewati ambang pintu. Gadis hanya mengangguk setuju.Deru mesin mobil Teh Reni melaju menjauh. Setelahnya suasana kembali senyap dan canggung.Ujang yang serba salah, mencoba memberi penjelasan. Dia secara panjang lebar menceritakan semua yang terjadi: sedari pertama kali bertemu Gadis hingga Hasnah yang berbicara untuk pertama kalinya setelah sekian lama membisu."Awalnya saya sendiri tidak percaya, Pak, tapi ... saya melihat dengan
Read more
38. Fakta Baru
Mereka kembali melanjutkan langkah, tetapi sosok hantu perempuan itu tetap mengikuti ke mana Gadis pergi. Ia hinggap dari pohon ke pohon di sepanjang jalan.Hantu itu menguping pembicaraan mereka ketika Gadis memberitahu Ujang bahwa dia bisa melihat makhluk gaib. Apalagi hantu itu sempat melihat energi makhluk gaib lain yang dibawa Gadis ke sana. Tentu hal ini sangat menarik perhatiannya.Gadis dan Nopi terus saja berjalan tanpa menghiraukan apa pun. Setiba di depan pagar kebun Teh Reni, Gadis berhenti. Ketika menoleh, hantu tadi—yang sering disebut 'Kuntilanak' oleh orang kebanyakan—berhenti mengikuti mereka, malah bersembunyi di pohon yang berada tak jauh dari sana.Gadis memang aneh. Bukannya lega, hal itu malah menggelitik rasa penasarannya."Kamu temui Teh Reni dulu, Nop. Aku ada urusan sebentar."Nopi menyambar lengan Gadis sebelum pergi. "Mau ke mana lagi? Kita udah telat banget ini," cegahnya.Gadis menunjuk pohon tempat kuntilanak sedang duduk manis. "Aku penasaran kenapa dia
Read more
39. Penolakan Sanusi
Memori Sanusi kembali terbang mundur. Pria itu dipaksa mengenang lagi peristiwa yang membikinnya merutuki diri hingga di separuh usianya. Rasa penyesalan yang sedikit demi sedikit berhasil dia timbun, kini kembali terkuak karena kalimat yang diberikan Gadis.Siapa gadis ini sebenarnya? Dan kenapa dia bertindak sejauh ini? Begitu lancangnya dia menyibak aib yang mati-matian telah Sanusi sembunyikan sejak lama."Pulanglah!" Sanusi membentak. "Jangan ingatkan aku pada peristiwa itu lagi." Dia memegang dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri. Seperti ada sesuatu yang mengimpitnya, begitu berat dan menyakitkan."Melarikan diri bukan cara penyelesaian yang terbaik, Pak Sanusi. Saya tau sekali bahwa Bapak orang baik, sebab sampai sekarang Bapak masih menyimpan keris milik Pakdo Ramli di situ. Benar, kan?" Gadis melirik ke arah bilik. Sejak tadi matanya melihat cahaya berpendar kuning dari arah sana.Bak tertangkap basah, Sanusi tidak bisa berkata-kata lagi. Dia mati kutu. Ucapan Gadis benar adan
Read more
40. Gadis didatangi Surti
Di sofa ruang tamu rumahnya, Gadis melamun sembari menikmati angin malam yang masuk melalui pintu depan yang sengaja dibuka lebar. Di meja, buku-buku sekolah masih bertebaran. Gadis itu baru saja mengerjakan tugas sekolahnya.Oleh sebab teringat sesuatu, Gadis berdiri dan pergi ke belakang. Ibunya tadi sore bilang membikin bolu pandan kesukaannya. Lumayan, untuk mengganjal perutnya yang lapar. Meski tadi jam tujuh dia sudah makan nasi, tetapi perutnya masih terasa ingin diisi. Mungkin ini akibat karena Gadis banyak memikirkan masalah yang tengah dihadapi.Gadis berhasil menemukan beberapa potongan bolu pandan di bawah tudung saji. Dia kembali ke ruang tamu bersama piring berisi bolu-bolu itu. Namun, piring di tangan Gadis hampir saja terlepas jika dia tidak segera menguasai diri.Sesosok kuntilanak kini berdiri di sudut ruang tamu, bersembunyi tepat di belakang pintu yang disinari cahaya lampu temaram. Rambutnya yang kusut masai dan panjang, menjuntai hingga ke ubin. Bola matanya berw
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status