Lahat ng Kabanata ng ISTRI YANG DISIA-SIAKAN: Kabanata 31 - Kabanata 40
49 Kabanata
Bab 31
Ines tak dapat mendengar pembicaraan mereka. Hanya samar seperti gumaman yang saling bersahut antara Ibu dan ayah mertuanya. Namun dari raut wajah Ibu, tampak dia masih memendam kemarahan. Akankah hatinya luluh dengan kedatangan Tuan Ekadanta yang bahkan rela merendahkan diri di hadapan perempuan yang sudah dibuatnya menjadi janda itu. “Ya Allah … lembutkan hati Ibu … apa dia tak melihat sebesar apa cinta kami? Setulus apa Kak Angga padaku ….” Ines menyandarkan tubuh pada dinding dapur. Di tangannya masih memegang pisau untuk mengiris sayur mayur dan daging segar yang dibelinya. Hening, tak terdengar lagi obrolan yang tadi cukup terdengar panjang saling bersahutan. Tak berapa lama deru mobil terdengar. Ines begegas mengintip lagi dari celah pintu dapur. Hatinya mencelos kecewa ketika dilihatnya mobil yang ditumpangi Airlangga dan Tuan Ekadanta menjauh.Ines bergegas mengambil gawai dan mengirim pesan pada Airlangga. Dia ingin tahu, kenapa mereka langsung pergi lagi padahal dia tenga
Magbasa pa
Bab 32
Ines berulang menggisik matanya, memastikan sosok yang datang itu adalah nyata dan bukan ilusi saja. Pintu mobil terbuka, seorang pangeran tampan yang beberapa waktu lalu menghilang itu sudah berdiri di hadapannya. Dia menatap Ines dengan senyum mengembang di bibirnya. “Assalamu’alaikum, Dik! Aku datang menjemputmu,” tukasnya seraya berjalan mendekat. Wajahnya tampak penuh senyum yang mengembang. “Kak Angga ….” Ines mengucap lirih. Airlangga menghampirinya lalu merentangkan tangan seolah mengatakan aku ada untukmu sekarang. Ines pun seolah terhipnotis, dia mengabaikan Ibu yang ada di sana dan langsung berhambur pada pelukan Airlangga dengan isak tangisnya. Keduanya terhanyut dalam haru. Pelukan kian erat, Ines seolah tak mau lagi kehilangan sang pangeran. Dia terisak dan menumpahkan seluruh rasa yang berkecamuk dalam dadanya.“Apa Ibu sudah memberikan restu?” Ines berbisik disela isak. Airlangga mengusap kepala Ines yang tertutup kerudung itu. Lalu dia perlahan melepaskan rangkul
Magbasa pa
Bab 33
“Kak, ini aku mau sudah siapin bajunya, tapi maaf masih bingung mau ambilin yang mana. Takutnya gak cocok sama yang mau dipakai.” Ines menunduk seraya menyimpan pakaian yang sudah dipilihkannya ke atas tempat tidur. Ines bergegas kembali menuju lemari untuk menghindari jarak yang terlalu dekat dengan sosok yang membuatnya deg-degan. Namun pergelangan tangannya dicekal dan tubuhnya sontak tertarik ke belakang sehingga membentur dada bidang yang tanpa penghalang itu. “Kamu sudah siap, Dik?”Bisikan Airlangga terdengar lembut di telinga. Suaranya yang serak dan hembusan napasnya membuat bulu roma Ines meremang. Meskipun statusnya sudah janda, akan tetapi dalam keadaan sadar dia dan Arlan belum pernah melakukan hubungan intim layaknya suami istri.“A--Aku belum mandi, Kak.” Ines menjawab gugup. Dia pun tak percaya diri karena memang belum membersihkan diri. Airlangga mendekap tubuhnya penuh cinta, bahkan detak jantung yang berpacu lebih cepat terdengar di telinga Ines yang menempel pad
Magbasa pa
Bab 34
Ines menerobos kerumunan orang. Semakin ke dalam, semakin terdengar tangis yang memilukan. Hati Ines semakin diburu rasa penasaran siapakah yang meninggal di hari yang harusnya penuh kebahagiaan itu? “Assalamu’alaikum, Iza!” Ines memburu Azizah yang tampak tengah menangis di pelukan Umi Zubaidah. Azizah menoleh. Dia sudah cantik dengan riasan pengantin. Meskipun memang tak mengenakan make up tebal, tetapi tampak setelan kebaya itu menunjukkan kalau dirinya sudah bersiap untuk akad. “Wa’alaikumsalam, Mbak!” Azizah melepas pelukan Umi. Dia memburu Ines dan melabuhkan diri dalam pelukan perempuan yang sudah seperti kakaknya sendiri itu. “Apa yang terjadi, Iza? Kenapa ada bendera kuning di pasang?” Ines bertanya dengan suara gemetar. Dia pun sama shock melihat hal yang tak menyenangkan itu terjadi di hari bahagia seseorang yang sudah seperti saudara baginya. Azizah tak lekas menjawab, Umi Zubaidah yang akhirnya menjelaskan dengan suara yang juga serak. “Mobil yang ditumpangi rombong
Magbasa pa
Bab 35
“Pada kesempatan ini, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan ... mungkin bukan hanya tentang hidup saya dan istri saya, akan tetapi tentang hidup beberapa orang yang akan mengalami perubahan nasib juga ….” Airlangga kembali menjeda. Sudut matanya melirik ke arah Arlan yang tampak mati-matian mencoba bersikap biasa. Dia pun menatap sekilas pada Narendra yang tampak tengah mengulas senyuman. “Seorang istri adalah pakaian suaminya, begitupun sebaliknya. Karenanya keduanya harus saling menjaga. Seorang istri itu diciptakan dari tulang rusuk, maka tempatnya dia adalah di sini ….” Airlangga menggenggam jemari Ines dan menempelkan ke dadanya. Jajaran staff perempuan yang masih single sontak bersorak riuh. Mereka berharap dirinyalah yang ada di samping lelaki bermata teduh itu, tetapi sayang semua angannya harus kandas karena sang pangeran sudah menjatuhkan pilihan. “Dia bukan diciptakan sebagai tulang rusuk, untuk dipeluk dan dijaga, bukan dijadikan tulang punggung yang seumur hidupnya
Magbasa pa
Bab 36
Airlangga hanya terkekeh seraya mengusap pucuk kepala Ines mendengar pertanyaannya itu. “Sudah, jangan pikirkan mereka. Kita fokus pada acara kita saat ini, ya, Dik!” bisiknya. Ines pun mengangguk, meski kelebat pertanyaan masih berlarian di benaknya. Namun akhirnya semua itu teralihkan oleh meriahnya acara dan rangkaian pesta yang sudah diatur sedemikian rupa. Acara belum usai ketika Arlan memutuskan menarik tangan Aniska untuk meninggalkan acara megah itu. Dia sudah tak fokus ingin membaca isi surat dalam amplop tersebut. Tak mungkin juga ‘kan jika dirinya dipecat hanya gara-gara kejadian waktu itu? Menghina dan merendahkan mantan istrinya bukan bagian dari job deskripsinya. Jika benar perusahaan memecat karena hal itu, maka dia bisa adukan ke PHI dan bisa membatalkan pemecatan sepihak tersebut. “Kenapa sih, Mas?” Aniska menepis lengan Arlan yang mencekal pergelangan tangannya cukup kuat.“Kita pulang, yuk! Aku pengen baca surat ini, Nis! Pikiranku sudah gak tenang, jadi kita pu
Magbasa pa
Bab 37
"Sialaaannn!” pekik Arlan. Dia membanting gawainya ke lantai sehingga tutup belakangnya sampai terlepas. Keadaan yang serba sulit dan mendesak membuatnya tak bisa berpikir jernih lagi sekarang. Arlan bergegas mengambil kunci mobil dan segera meninggalkan rumah itu. Dia tak lagi peduli pada gawainya yang berserak. Dia pun tak menghiraukan panggilan Retno yang berusaha menahannya. Arlan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan maksimal, semua kekalutan yang menggelayuti pikirannya bercampur baur menjadi satu. Lusi, Aniska dan surat panggilan ke bagian HRD itu membuat semua ketakutannya semakin mejadi. Terlebih dirinya memang memiliki rasa bersalah pada Ines di masa lalu. Kecepatan berkendara yang tinggi tanpa dibarengi dengan konsentrasi yang mumpuni akhirnya mobil melaju dengan ugal-ugalan. Arlan kehilangan kendali hingga akhirnya hampir saja dia menabrak seorang penyebrang jalan, tetapi kewarasannya masih berpihak. Arlan membanting stir ke arah kanan, tetapi naasnya dia harus menabrak
Magbasa pa
Bab 38
Arlan masih tak sadarkan diri. Benturan di kepalanya cukup parah karena membuat gumpalan darah yang menyumbat. Begitu pun kaki dan tangannya mengalami patah tulang dan harus segera dilakukan operasi. Narendra yang tadi baru saja mau istirahat, bergegas membasuh wajah. Bagaimanapun Arlan adalah salah satu karyawan perusahaannya. Dia segera menghubungi Fika bagian HRD&GA untuk memintanya menghubungi keluarga Arlan. Selama ini, tak banyak nomor yang disimpan pada gawainya. Dering gawai diangkatnya, terdengar suara seorang perempuan di seberang sana. “Hallo Bu Fika! Ini Rendra.” “Malam Pak Rendra. A—ada apa, ya? Tumben telepon sudah larut?”Terdengar suara sapaan Fika dengan nada gugup. Bagaimanapun bagi Fika yang merupakan seorang Assisten manager HRD&GA baru dengan status masih lajang, hal langka ditelepon malam-malam oleh tangan kanan pemilik perusahaan.Terlebih dia pun masih dalam masa training untuk menggantikan Manager lama yang sudah akan memasuki usia pensiun. Narendra adalah
Magbasa pa
Bab 39
Ines menatap pada Airlangga, sepagi ini dia tampak sudah berbincang dengan seseorang melalui sambungan telepon. Ines masih mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil dan duduk di sofa yang ada di sana. Meskipun di kamar hotel tersebut disediakan hair dryer, akan tetapi dia tak terlalu suka menggunakan alat tersebut karena biasanya membuat rambut kering. “Kak kok sudah sibuk sih sepagi ini?” Ines menatapnya yang baru saja meletakkan gawai di atas tempat tidur. Airlangga menoleh pada istrinya yang tampak cantik dengan wajah yang terlihat segar.“Rendra melaporkan kondisi Arlan, tadi malam Arlan kecelakaan, Dik.” “Apa?! Kecelakaan, Kak?” Airlangga menatap Ines dengan pandangan yang menghujam membuat sang istri menjadi salah tingkah dan menundukkan pandangan. “Kamu kok cemas banget, sih, Dik?” Airlangga menelisik wajah Ines yang terlihat kaget mendengar kabar dari dirinya itu. Ines mengangkat wajah dan tersenyum. Dia mendekat lalu sedikit berjinjit dan menghadiahi ciuman s
Magbasa pa
Bab 40
“Ok, ya sudah kalau gitu. Nama Mbaknya Azizah, ya? Kenalkan nama saya, Fika. Eh, Mbak ini seperti yang kemarin nemenin ibunya Bu Ines di pelaminan itu bukan, sih?” tukasnya seraya mengulurkan tangan dan mengulas senyuman. Namun kedua alisnya lantas mengernyit ketika dia menyadari sesuatu. “Iya, Mbak. Saya Azizah. Oh kemarin datang juga di nikahan Pak Langga sama Mbak Ines, ya? Maaf saya gak perasan. Banyak banget orang soalnya!” tukas Azizah tersenyum. Dia menerima uluran tangan Fika. Fika menelisik sosok yang ada di depannya. Dia tahu jika kode malam itu menunjukkan jika Narendra menempatkan perempuan yang ada di depannya itu dalam kategori yang istimewa. Baru malam tadi dia melihat Narendra membawa perempuan ke depan umum. Bahkan dia yang sering sekali stalking sosial media Narendra pun tak menemukan sepenggal wajah perempuan di dalamnya. Umur Azizah sebetulnya jauh lebih muda kurang lebih sepuluh tahun darinya, tetapi gurat wajah yang keibuan membuatnya tampak jauh lebih dewasa
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status