All Chapters of Petaka Menikah Muda: Chapter 21 - Chapter 30
50 Chapters
Imam yang Gagal
“Anggap saja begitu,” ucap Raka.Bibirnya mengulas senyum, meski hatinya tengah menahan getir yang entah. Beruntung saat itu anak-anak menariknya pada hamparan rumput di tanah lapang. Keduanya berlarian ke sana ke mari.Sementara, sepasang suami istri itu duduk dalam hening, memperhatikan mereka dari kejauhan.“Haus enggak?” tanya Raka.“Sedikit,” kata Hana.“Abang belikan minum, ya?”Hana hanya mengangguk, sejujurnya ia tak benar-benar menginginkan air. Hanya hatinya yang butuh ruang kosong. Sejak keduanya berada dalam jarak yang begitu dekat. Sesak seakan memenuhi relung hatinya, tanpa menyisakan sedikit ruang untuk bernafas dengan lega.Ia menatap langit cerah hari itu. Menyilaukan, tetapi cukup bisa diandalkan untuk kembali memupuk asa yang hampir pupus.Tak berselang lama Raka kembali dengan sekantong plastik berisi minuman dan beberapa camilan. Ia memanggil anak-anak mendeka
Read more
Jangan Minta Aku Menyerah!
“Maaf.”Raka terkekeh pelan. Bukan karena ia bahagia tetapi sebaliknya mencoba menepis luka dengan tawa.“Aku memang enggak  tahu diri,” ucapnya, sambil melepas lengan Hana.“Aku yang minta maaf, Hana.”“Hm.”Hana langsung keluar. Beralih ke kursi belakang untuk menggendong Rifa. Sedangkan, Rafa digendong Raka.“Loh, cucuk Nenek pada tidur toh?” ucap Bu Sundari saat ketiganya berpapasan.Saat hendak masuk ke kamar kecanggungan kembali terjadi.“Boleh?” tanya Raka.Bukan apa-apa, ia hanya tidak ingin Hana mengecapnya pria yang tak tahu diri.“Masuk aja, Bang!” kata Hana.Raka langsung membaringkan putranya dengan lembut, tak lupa ia mencium keduanya bergantian cukup lama. Sampai tak sadar jika sudut matanya kembali basah.“Besok, Abang bawa kuasa hukum?”“Ya.”“Aku akan
Read more
Menjalankan Tugas
“Ada apa lagi ini, Bu?” tegas Bu Sundari, dengan pandangan heran.Meski ia tak menampik ada sedikit geram bertatapan langsung dengan wanita yang sudah membuat putrinya terluka lahir dan batin.Tak jauh dari tempat Mama Sina berdiri, seorang pria berkemeja rapi, menyusulnya. Pria itu cukup sopan dan ramah.“Aduh, kenapa jadi pada ke sini? Kita mau pergi ke pengadilan. Enggak bisa lama-lama,” ucap Bu Sundari.“Kita enggak akan lama, Bu. Silakan Nyonya!” ucap Bobon. Pria itu asisten pribadi Raka. Entah apa tujuannya datang kemari dengan Sina. Wanita itu bukannya segera menjawab, justru hanya diam saja.“Izinkan saya masuk dulu, Bu!" pinta Mama Sina.“Ya sudah masuk dulu!” Setelah mempersilakan tamunya untuk duduk di ruang tamu. Pak Ramdan dan Bu Sina memilih duduk mengapit Hana yang terlihat datar.Ingin sekali membenci wanita itu, tetapi Hana sadar. Tanpanya
Read more
Kenapa Tidak Jujur?
“Apa surga menerima orang yang bunuh diri.”“Hanya Allah yang tahu.”“Kalau begitu, jangan mempercepatnya!”Raka malah tersenyum melihat bagaimana Hana menahan kesal. Wanita itu menyenderkan punggungnya ke bangku. Sambil menghela nafas panjang. Wanita itu terlihat sekali jika ia sedang berpura-pura baik-baik saja. Kembali menipu semua orang. Padahal rasanya ingin sekali melakukan sesuatu.Seperti mengetahui, seberapa parah lukanya atau merawatnya sekali saja.“Khawatir?” bisik Raka dengan smirk.“Enggak.”Saat itu sidang kembali dimulai. Hakim menyarankan Hana untuk mengurungkan niatannya menggugat cerai. Sebagai gantinya ia akan diberikan kompensasi sebagai ganti rugi atas kecelakaan yang menimpanya. Namun, Hana tetap menolaknya.Ia bilang tidak butuh uang.Hingga akhirnya sidang itu ditunda, hingga 2 minggu ke depan. Raka tersenyum begitu lebar, ketika mendeng
Read more
Aku Kabulkan
“Aku hanya ingin menjalani kehidupan dengan tenang.”“Aku bisa memberikan itu.”“Kamu enggak bisa, Bang.”“Bukankah dia sudah minta maaf? Kenapa enggak coba buat kasih kesempatan sekali lagi. Biar aku bisa buktikan ke kamu kalau kekhawatiran itu hanya ada di pikiranmu.”“Bagaimana kalau anak-anak yang jadi korban selanjutnya. Bisa aja ‘kan mereka diracun.”“Mamahku sejahat itu ya, di mata kamu?”Sadar jika kalimat itu seharusnya tak perlu diucapkan. Seketika Hana mencoba melepaskan diri dari pelukan Raka.“Maafkan aku.”“Enggak apa-apa, Sayang.”Raka bahkan masih saja tersenyum begitu tulus. Setelah berkali-kali hatinya dipatahkan oleh penolakan Hana.“Berhenti memanggilku seperti itu!”“Tapi, suka ‘kan?”“Sebaiknya Abang kembali ke rumah sakit. Jangan kabur begini
Read more
Biarkan Abadi
Sawa mengusap pipinya yang memerah, jejak dari tamparan Hana.“Kamu nampar aku? Berani kamu, ya?” sentak Sawa.Sudah sampai tersungkur pun gadis itu masih tak malu, justru semakin tertantang.Tepat saat tangan Sawa melayang di udara, hanya butuh beberapa detik sebelum telapak tangannya mendarat di wajah Hana, seseorang tiba-tiba datang dan mencengkeram lengannya dengan begitu kuat.Sawa sudah meronta minta dilepaskan, tetapi pria itu justru membawa gadis itu keluar ruangan. Ke tempat di mana terdapat ruang kosong, yang lebih sedikit pengunjung. Sementara itu, Hana masih sibuk membereskan kekacauan yang terjadi. Setelah meminta maaf pada para tamu, Hana segera meninggalkan tempat itu untuk menyusul Sawa. Itu pun atas izin dari Manager.Sejak tahu, Hana adalah istri dari Raka. Salah satu owner resto. Sikapnya melunak. Meski, dari awal Hana sudah mengatakan jika ia hanya karyawan dan tidak perlu merasa sungkan. Tetap saja statusnya tak bis
Read more
Tidak akan Berubah
Raka sedikit membungkuk hanya untuk melihat wajah Hana yang menunduk. Ia menarik dagu Hana ke atas, sehingga ia bisa dengan mudah menyeka sudut mata Hana yang basah.“Cantikmu jadi enggak kelihatan kalau nangis.”“Bukankah aku sudah menentangmu begitu kerasnya, lalu hal apa lagi yang mau kamu tunggu!”“Karena, aku tetap pada keyakinanku. Bahkan jika, kamu menolaknya 100 kali lagi. Jika yang bersanding dengan namaku di lauhul mahfudz itu namamu. Enggak akan ada yang bisa mengubahnya.”Pria itu masih saja begitu keras kepala. Sekarang keduanya telah menjadi pusat perhatian semua orang.Demi menghilangkan perasaan haru yang menyeruak dalam dada. Hana memilih mengalihkan pandangan.“Duduklah di tempatmu, Bang. Sidangnya akan segera dimulai,” ucap Hana tanpa berpaling.Sialnya Raka yang nakal malah membawa kursinya menjadi lebih dekat dengan Hana. Sontak saja, tingkahnya itu
Read more
Aku Gugup
Sadar akan maksud dan tujuan suaminya. Hana menjadi salah tingkah sendiri.Selayaknya anak gadis, ia yang lama tak disentuh suaminya. Mendadak malu membahas hal seintim itu. Apa lagi di depan Bapak.“Bu, ayo cari yang seger-seger di luar! Kayaknya sudah lama kita enggak makan bakso. Ajak anak-anak keluar juga!”Pak Ramdan sengaja mengeraskan suaranya. Hanya agar Bu Sundari yang sejak tadi sibuk di dapur itu mendengarnya.Bu Sundari tahu dengan jelas apa maksud dari suaminya itu. Lamanya menjalin ikatan pernikahan membuatnya mengerti tanpa harus memberi banyak penjelasan. Bu Sundari, lekas mempercepat langkah.Sembari, menggiring kedua cucunya itu. Ia masih sempat menggoda putrinya yang kini bahkan wajahnya terlihat merona serupa mawar.“Bunda, Ayah kita pamit ya. Wassalamualaikum,” ucap si kembar kompak.“Wa-waalaikumsalam. Hm pergi semua ini?” tanya Hana yang gugup.“Sudah toh
Read more
Penguntit
 Hana menahan tubuh Raka yang hendak berbalik. Ia bahkan dengan sengaja mendekapnya begitu erat. Hanya agar pria itu tetap melihat lurus ke depan.“Jalan, Bang!”“Abang cuma mau memastikan.”“Jangan menengok ke belakang!”“Kenapa, Sayang? Kamu takut? Ada Abang di sini.”“Mereka enggak cuma sendiri.”Raka yang semula berniat berbalik. Merasakan tangan Hana yang dingin dan mulai gemetar itu. Ia pun mengurungkan niatnya.“Kita berhenti di Cafe itu, di sana cukup ramai. Aku yakin mereka enggak akan berani mengikuti sampai ke sana.”“Sayang, tanganmu sampai gemetar begini.”“Aku baik-baik saja, Abang. Aku bukannya enggak mempercayai kemampuan bela dirimu. Hanya saja. Aku takut jika mereka membawa senjata tajam. Aku sudah menghitungnya ada 3 orang, tapi sepertinya mungkin lebih dari itu.”“Astaghfirrull
Read more
Kunjungan
“Abang harus ke kantor polisi, pamit dulu ya Pak, Bu.”“Aku ikut, ya?”“Hm, kamu enggak apa ketemu Mamah?”“Cepat atau lambat kita juga pasti akan ketemu lagi ‘kan?”“Hm, tapi tetap di sampingku, ya. Jangan bertemu hanya berdua saja.”“Hati-hati ya, Nak. Semoga ada jalan terbaik buat kita semua,” ucap Pak Ramdan mengiringi langkah mereka yang hendak pergi.“Urusan Wira, biar nanti kita selesaikan. Kamu bisa menyusul Arham. Saya akan ke sana nanti, setelah di kantor polisi,” ucap Raka sebelum pergi.Arham pergi dengan sepeda motornya. Pria itu lebih senang menggunakan kendaraan roda dua, selain menghemat waktu, karena bisa menembus kemacetan. Ia juga menyukai adrenalin.~Di kantor polisi asisten rumah tangga Bu Sina masih menunggunya dengan setia. Raka meminta wanita paruh Baya itu untuk pulang. Ia merasa iba, karena rela menunggu m
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status