All Chapters of AKU TANPAMU: Chapter 11 - Chapter 20
152 Chapters
Bab 11
Hari-hariku mulai kembali berwarna dengan hadirnya Khanza dalam hidupku, meski dengan hadirnya jugalah aku semakin sering merindukan Mas Farhan, wajah Khanza benar-benar mirip ayahnya, membuatku selalu merasa Mas Farhan kembali hadir dalam wujud bayi mungil kami.Ibuku juga makin sering berkunjung ke rumah ibu mertuaku sejak kehadiran Khanza, hal itu membuat hubungan kedua wanita yang sangat kuhormati itu semakin dekat. Fahry juga semakin sering kembali menginap di rumah dengan alasan kangen pada Khanza. Hari-hariku pun berlalu dengan cepat hingga tak terasa kini bayiku sudah berusia 2 bulan.“Dia mirip banget dengan Mas Farhan ya, Mbak,” ucap Fahri ketika aku sedang menjemur Khanza pagi hari.“Eh, Ry ... enggak kerja?” Aku heran karena ia masih berada di rumah di jam kerja.“Aku cuti, Mbak. Mumet! Mending di rumah sayang-sayangan ama Khanza.” Fahry mulai mencolek pipi bayiku. “Kamu mirip ayahmu banget, sih, Nak. Kasian tuh bundamu udah capek-capek hamil kamu 9 bulan. Ehh ... keluar-k
Read more
12
“Kenapa enggak ibu aja yang nemanin ke resepsinya Nasya, Ry?” tanyaku. Saat ini kami semua sedang berada di Bandung.Ibu menyetujui ajakan Fahry mengajak kami berlibur ke Bandung, maka sejak kemarin pagi kami sudah berada di kota kembang ini. Fahry bahkan sudah mengajak kami jalan-jalan tadi siang. Ia juga membelikan gamis mewah untukku dan ibu di sebuah butik terkenal. Kulihat Fahry pun sangat menikmati liburan kali ini. Mungkin karena ia memang sedang cuti bekerja, meskipun sesekali kulihat gawainya berdering kemudian terlibat pembicaraan serius mengenai pekerjaannya. Fahry juga sangat senang mendorong stroller Khanza sambil sesekali membetulkan letak bando mungil Khanza yang selalu saja turun menutupi matanya.Ia pun dengan gesit akan segera meraih Khanza dari dalam keretanya lalu menyerahkan bayi itu padaku ketika Khanza menangis karena kehausan.“Yaaa ... jangan bareng ibu dong, Mbak. Maunya bareng Mbak Tania. Lagian ibu juga diundang kok, hanya saja ibu memilih enggak hadir dan
Read more
13
“Aku serius, Mbak. Kalau Mbak Tania mau, aku akan segera melamar Mbak Tania pada Pak Edi dan Bu Ratih.” Ia menyebut nama kedua orangtuaku.“Ck!” Aku berdecak kesal, dan baru menyadari jika saat ini Fahry sudah menepikan mobilnya.“Kenapa berhenti?” tanyaku.“Karena hanya ini kesempatanku bisa bicara empat mata dengan Mbak Tania. Aku tau Mbak selalu menghindariku kalau di rumah.”“Kamu mau ngomong apa?”“Aku serius ingin meminang Mbak Tania. Kalau kata orang istilahnya itu turun ranjang.”Aku menghela napasku. Aku memang pernah mendengar istilah semacam itu.“Aku belum bisa membuka hati untuk orang lain, Ry. Siapa pun itu. Aku masih ingin seperti ini, bagiku Mas Farhan masih tetap hidup didalam hatiku, di dalam diri Khanza.”“Sampai kapan, Mbak? Sampai kapan Mbak Tania menutup hati untuk pria lain. Meski bukan denganku, tapi Mbak Tania tetap memerlukan pendamping. Mbak masih muda dan cantik.”“Entahlah, Ry. Kakakmu telah berhasil mengisi penuh hatiku, tak menyisakan tempat lagi untuk d
Read more
14
“Fahry!” pekikku tertahan ketika melihat siapa yang sedang duduk di ruang tamu di rumah orangtuaku. Aku sendiri sama sekali tak memperhatikan apakah di depan tadi ada mobilnya parkir karena fokus memastikan barang-barang Khanza lengkap diturunkan dari mobil ayahku yang dikendarai Nilam saat menjemputku dan Khanza.“Kamu ngapain ke sini?” tanyaku curiga.“Eh ... sama tamu kok gitu, Nak?” tegur ibuku sambil meraih Khanza dari gendonganku.“Tamu?” Aku menggaruk-garuk kepalaku. Entahlah! Mungkin di sini Fahry memang tamu karena ini adalah rumah orangtuaku. Sedangkan di rumah ibu mertuaku, ia justru pemilik rumah.“Duduklah, Nak. Ada yang ingin Nak Fahry bicarakan,” ajak ayahku. Aku sudah bisa menebak akan ke mana arah pembicaraan ini.Akhirnya percakapan kami pun bermuara pada niat Fahry untuk menikahiku. Maka saat ini ia sedang meminangku pada ayah dan ibuku.“Ibu tau kamu ke sini, Ry?” tanyaku.“Iya, Mbak. Aku sudah mengantongi restu ibu, makanya memberanikan diri datang ke sini.”Aku m
Read more
15
“Kuantar pulang, ya, Mbak.” Kini kami berdua sudah berjalan keluar dari area pemakaman umum.“Mbak tadi pakai motor Nilam, Ry.”Ia mengangguk mengerti.“Oiya, Mbak dan Khanza kapan pulang? Ibu sudah nanyain, katanya udah kangen kalian.”Aku memang masih menginap di rumah orangtuaku, setelah dijemput Nilam kemarin.“Mungkin besok aku minta antar Nilam, Ry.”“Enggak usah, Mbak. Nanti biar aku yang jemput Mbak Tania dan Khanza.”“Jangan, Ry. Kamu kan sibuk dengan perkerjaanmu. Biar Nilam yang antar.”Nilam adikku memang mahir menyetir mobil, tidak sepertiku yang hanya bisa mengendarai motor.“Pokoknya besok Fahry yang jemput, Mbak.”Aku tak menjawabnya lagi. Lalu kemudian kami berpisah, aku berjalan ke arah motorku sedangkan Fahry menuju ke arah mobilnya. Namun ternyata ia mengikutiku sepanjang jalan, aku bisa melihat dari spion motorku mobilnya terus mengiringiku dari belakang. Hingga tiba di depan rumahku dan menghentikan motorku. Kubuka helmku saat mobil Fahry sejajar dengan motorku,
Read more
16
Fahry menuntunku ke arah kamarnya di malam hari setelah suasana rumah sudah sepi. Hanya ada beberapa kerabat ibu yang datang dari luar kota yang masih menginap di rumah kami. Keluarga besarku sendiri sudah pulang sejak sore tadi.Aku masih melirik sekilas ke arah pintu kamarku dan Mas Farhan sebelum mengikuti langkah Fahry ke dalam kamarnya. Ini pertama kalinya aku masuk ke kamar Fahry, kuedarkan pandanganku ke sekeliling kamarnya. Ukuran dan bentuk kamarnya sama persis dengan kamarku dan Mas Farhan. Hanya saja kamar ini terlihat lebih maskulin dengan cat abu-abu, sedangkan kamarku hanya dicat putih.Tak ada hiasan apa pun di kamar Fahry, karena aku memang menolak ketika pihak salon menawarkan hiasan untuk kamar pengantin. Bagiku, ritual seperti itu hanya membuang-buang waktu dan tenaga. Padahal ketika masih gadis dulu, aku selalu memimpikan kamar pengantin yang dihias cantik penuh taburan bunga-bunya yang semerbak. Namun kini aku justru menolaknya ketika aku bisa saja memintanya dari
Read more
17
Rasa pegal masih terasa di seluruh tubuhku saat subuh menjelang, sedangkan pria yang menyebabkan tubuhku pegal dan remuk redam karena permaianannya semalaman tadi masih mendengkur di sampingku, dengan tangan kekarnya yang masih berada di atas tubuhku.Ya, tadi malam adalah malam pertamaku dan Fahry sebagai suami istri. Tak seperti yang kubayangkan, ternyata Fahry sangat lihai melakoni semuanya dari awal hingga akhir. Aku yang harusnya lebih berpengalaman darinya karena statusku sebagai wanita yang sudah pernah menikah justru takluk di bawah kuasanya. Fahry Aditama, pria yang masih mendekap erat tubuh polosku ini ternyata bukanlah lelaki biasa. Ia bahkan sanggup melakukkannya berkali-kali untuk petualangan pertamanya.“Good morning, Honey,” gumamnya masih dengan mata terpejam.“Sudah bangun?”“Hmmm ....”Ia membuka matanya dengan malas, kemudian menarik kepalaku ke dalam dadanya. Kunikmati debaran jantungnya yang beraturan.“Kamu mau tau satu rahasia?”“Apa itu, Mas.”“Dulu aku pernah
Read more
18
Dengan tubuh gemetaran aku mengabarkan orangtuaku mengenai kabar yang baru saja kuterima, aku memilih tak mengabari ibu mertuaku yang sedang berada di Jogja karena khawatir beliau akan panik. Tak lama kemudian, Nilam datang menjemputku bersama seorang temannya yang belum pernah kulihat sebelumnya.“Kenalkan ini Mas Lukman, Mbak. Aku meminta tolong untuk jemput Mbak Tania tadi karena mobil sedang dipakai ayah, katanya mau isi bensin dan nambah angin untuk ngantar Mbak Tania ke Bandung.”Aku hanya mengangguk dan tersenyum sekilas pada teman yang baru saja dikenalkan Nilam. Kemudian lebih memilih berkonsentrasi pada Khanza, sementara Nilam dan teman lelakinya sesekali saling bercanda di kursi depan.“Mas Lukman ini orang Bandung, Mbak. Tapi sedang mengerjakan proyek di Jakarta.” Nilam menoleh ke arahku.“Oohhh.” Hanya seperti itu aku menanggapinya, sehingga Nilam tak lagi meneruskan memperkenalkan temannya.Pikiranku masih fokus memikirkan Mas Fahry. Mengapa ia kecelakaan di Bandung seda
Read more
19
Aku pun mengiyakan dan menyuruh ayah dan Nilam mengikuti langkah Gibran untuk beristirahat, sementara aku sendiri memilih menunggu di depan ruang ICU.“Mbak Tania ....” Gibran kembali memanggil namaku. Kurasa aku tertidur di kursi yang berada di depan ruang Icu. Aku menunggu di luar karena keluarga pasien tak diperbolehkan masuk ke ruang ICU.“I-iya, Gib. Maaf Mbak tertidur,” sahutku sambil mengusap-usap mata.“Pihak kepolisian ingin bertemu dengan Mbak Tania sebagai keluarga korban kecelakaan. Mbak Tania bisa ikut saya.”Aku pun mengikuti langkah Gibran hingga tiba di hadapan beberapa aparat berseragam kepolisian.“Keluarga dari Fahry Aditama?” tanya salah seorang di antara mereka.“Iya, benar, Pak. Saya istrinya.”“Kami ingin menyerahkan ini, barang-barang pribadi yang ada di dalam mobil korban. Kalau untuk kendaraannya, sementara masih berada di kantor kepolisian guna penyelidikan lebih lanjut dan kepentingan lain.”“Baik, Pak. Terima kasih. Aku menerima barang-barang yang dimaksud
Read more
20
“Mbak, sebentar lagi Fahry akan dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang ICU. Mbak Tania silahkan menunggu di ruang rawat, ya.” Gibran kembali menghampiriku. Aku menoleh.“Dimana wanita yang bersama Fahry, Gib?” tanyaku. Ada rasa iba tergambar di wajah Gibran.“Nasya dirawat di ICCU, Mbak. Keadaannya sedikit lebih parah dari Fahry.”“Kamu kenal Nasya juga, Gib?”“Aku sahabat Fahry, Mbak, dan Nasya mantan kekasih Fahry jadi aku mengenalnya.”“Mantan kekasih? Apa kamu yakin mereka hanya mantan kekasih?” Pertanyaan yang sebenarnya tak seharusnya kutanyakan pada Gibran tapi harusnya kutanyakan langsung pada Fahry.Gibran tak menjawab, dan aku pun sebenarnya tak membutuhkan jawaban dari sahabat suamiku itu. Kemudian Gibran mengantarku ke ruangan yang nantinya akan menjadi ruang perawatan Fahry. Ruang VIP di rumah sakit terbesar di Bandung ini. Mungkin Gibran yang mengurus semuanya dengan kartu asuransi kesehatan milik Fahry. Mengingat ia adalah kepala arsitek di perusahaan bertaraf intern
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status