All Chapters of AKU TANPAMU: Chapter 21 - Chapter 30
152 Chapters
21
Kulihat Nilam dan Gibran melirikku, kurasa mereka berdua masih sempat melihat sisa tangisku tadi. Kumasukkan ketiga ponsel tadi ke dalam tas branded milik Nasya.“Punya siapa, Mbak?” Nilam berbisik sambil melirik tas hitam tadi.“Nanti kuceritain, Nil. Aku enggak mau ayah tau.” Kurasa jawabanku justru membuat Nilam penasaran, ia berusaha meraih tas itu dari tanganku namun segera kutepis tangannya dan memberinya kode dengan kedipan mata.Pintu ruangan kembali terbuka lebar, kemudian beberapa perawat mendorong brankar pasien yang di atasnya terbaring tubuh Mas Fahry.“Tania ... Tania ... Di mana Tania? Istriku ada di sini kan, Gib?” gumamnya.Dari posisiku berdiri aku bisa melihat jelas beberapa luka lebam di wajahnya dan perban di keningnya, sepertinya itu bekas jahitan yang diceritakan Gibran tadi. Di leher Mas Fahri terpasang alat bantu untuk menyangga lehernya, sehingga kepalanya tak bisa menoleh dan bergerak bebas.“Iya, Mbak Tania ada di sana.” Gibran menjawab Mas Fahry sambil men
Read more
22
Aku masih duduk di kursi di samping ranjang pasien ketika ponselku berdering. Rupanya panggilan dari ibu mertuaku.“Tania, kamu di mana, Nak? Bagaimana keadaan Fahry? Kenapa tak memberitahu ibu?” Ibu langsung memberondong pertanyaan setelah kami saling membalas salam.“Mas Fahry baik-baik saja, Bu. Cuma terluka sedikit. Hanya saja Mas Fahry belum bisa pulang ke Jakarta karena masih harus dirawat beberapa hari. Maaf Tania sengaja enggak mengabari ibu biar ibu enggak kepikiran.”“Iya, Nak. Ibu kaget sekali tadi sewaktu Bu Endang menelepon ibu mengabarkan kepergianmu ke Bandung karena suamimu mengalami kecalakaan. Rasanya ibu mau segera balik ke Jakarta, Nak. Tapi ibu takut naik pesawat sendirian, jadi ibu terpaksa menunggu kerabat yang lain baru bisa pulang.”“Itulah kenapa Tania sengaja tak mengabari Ibu. Tania enggak mau Ibu jadi panik begini. Toh, Mas Fahry juga baik-baik saja, Bu. Ibu mau ngomong?”“Enggak usah, Nak. Ibu percaya pada Tania. Oia, cucu ibu dimana, Nak? Tania dengan si
Read more
23
Mas Fahry, mengapa jadi seperti ini? Padahal aku sudah mulai mencintainya. Kasih sayang yang selama ini ditunjukkkannya padaku dan Khanza serta keromatisannya setiap saat padaku sungguh telah membuat hatiku luluh padanya. Pria itu sama sekali tak menampakkan hal yang aneh dan mencurigakan selama ini. Ia suami yang baik dan romantis, bahkan tak segan-segan menampakkan keromantisannya padaku di depan ibu. Ia ayah yang sangat baik dan penyayang bagi Khanza, putriku itu bahkan lebih memilih menghabiskan waktu bersama Mas Fahri dibanding denganku jika ayahnya itu sedang libur.Mengapa sekarang semua jadi begini? Apa semua yang diperlihatkannya selama ini hanyalah kepalsuan semata? Sejak kapan ia berhubungan kembali dengan Nasya? Sudah sejauh mana hubungan mereka?Rasa penasaran mambuatku meraih ponsel yang kuyakini milik Nasya. Kucoba memasukkan tanggal lahirnya sebagai sandi, namun tak jua terbuka. Aku memang tau tanggal lahir Nasya karena hanya selisih 5 hari dari tanggal lahirku, dan lu
Read more
24
“Mbak Tania!” Aku menoleh ketika mendengar namaku dipanggil. Gibran terlihat berjalan menuju ke arahku.“Maaf, aku sengaja nungguin Mbak di lobby. Ada yang mau ku sampaikan.”Aku menautkan alis.“Mbak Tania boleh menemui Nasya, tapi jangan mengajaknya untuk mengobrol yang berat-berat dulu, ya, Mbak. Nasya mengalami benturan di bagian kepala pada saat kecelakaan itu. Jadi kalau bisa Mbak Tania jangan mengajaknya bicara serius dulu. Maaf, aku mengerti perasaan Mbak Tania, tapi aku juga harus menyampaikan ini sebagai tenaga medis.”Kutatap mata Gibran, ia memang terlihat iba padaku, tapi aku juga tak bisa mengabaikannya sebagai seorang dokter yang sedang melindungi pasiennya.“Baiklah, Gib. Mbak hanya ingin menegmbalikan barang-barang pribadinya ini. Mbak janji enggak akan bertanya macam-macam padanya.”Gibran mengangguk sambil tersenyum tipis, kemudian mempersilakanku berjalan mengikutinya ke arah ruangan di mana Nasya dirawat.Aku mengeryitkan keningku saat mendapati di dalam ruangan N
Read more
25
Di hari ketiga Mas Fahry dirawat, akhirnya Mas Fahry sudah diperbolehkan pulang dan menempuh perjalanan darat ke Jakarta. Belum ada penjelasan apa pun yang kudapat dari pria itu. Ia hanya terus nenerus membisikkan kata maaf ketika aku menyuapinya, menyeka tubuhnya ataupun membetulkan alat-alat medis di tubuhnya. Bukan tanpa sebab aku masih membiarkannya, tapi ayahku ternyata menolak untuk tidur di hotel dan justru memilih tidur di sofa rumah sakit, sehingga aku memilih menghindari bertanya ataupun meminta penjelasn pada Mas Fahry.Selain itu, aku juga ingin agar ia segera pulih dan kami semua bisa kembali ke Jakarta. Aku tak mau ibu mertuaku bertambah panik memikirkan putra bungsunya ini, juga aku sudah merasa kangen pada Khanza. Ini kali pertama aku berpisah dari putriku dan Mas Farhan itu.Sesekali Mas Fahry juga menanyakan Khanza dan memintaku untuk melakukan panggilan video padanya. Ya, untuk urusan kasih sayangnya pada Khanza, aku memang tak meragukannya. Meski kini rasa ragu itu
Read more
26
Sepanjang perjalanan Bandung-Jakarta, Mas Fahry terus menautkan jemarinya dalam genggamanku. Aku pun tak menolaknya karena sesekali ayahku melirik kami dari spion di atas kepalanya. Aku dan Mas Fahry memang duduk di belakang, sedangkan Nilam duduk di depan menemani ayah.Tak ada pembicaraan apapun di antara kami. Hanya sesekali terdengar suara Nilam menerima panggilan telepon di ponselnya, adikku satu-satunya itu kadang berbisik-bisik di telepon, membuat ayah sesekali menoleh heran padanya. Nilam juga memutar tape mobil untuk mengusir keheningan.Selama beberapa hari menunggui Mas Fahry di rumah sakit, aku tak pernah bisa tidur dengan baik. Selain karena harus terus menjaga dan menyiapkan apa saja yang dibutuhkan suamiku, pikiranku pun masih terganggu oleh kebersamaannya dengan Nasya. Rasa ngantuk menguasaiku di tengah perjalanan, sesekali kepalaku terkulai dengan sendirinya, sebelum akhirnya Mas Fahry menarik kepalaku ke dalam dekapannya. Aku ingin menghindar dan kembali menegakkan k
Read more
27
“Apa sebenarnya yang ingin kamu katakan, Mas. Jangan berbelit-belit! Mas Fahry ingin kembali padanya? Mas Fahry merasa terhalang oleh ikatan pernikahan kita?”“Enggak, Tania! Enggak! Aku enggak punya niat kembali padanya. Percayalah padaku, aku mencintaimu.” Lelaki itu kembali berusaha meraih tanganku.“Seandainya saja kamu tak terlibat kecelakaan bersamanya. Seandainya saja aku tak menemukan kebohonganmu yang berpamitan untuk bekerja tapi justru berada dalam satu mobil bersamanya. Seandainya saja tak ada barang-barang pribadi Nasya dan ponsel rahasiamu itu, mungkin aku akan percaya, Mas. Karena selama ini aku percaya bahwa kamu mencintaiku. Tapi maaf, semua yang terjadi telah menghapus semua kepercayaanku padamu. Jika memang Mas Fahry tak berniat kembali padanya, kenapa harus berbohong padaku? Kenapa terlibat dengannya? Kenapa mengantarnya ke Bandung hingga berniat merayakan ulang tahunnya? Kenapa harus punya ponsel khusus untuk menghubunginya? Bagaimana aku bisa mempercayaimu, Mas?”
Read more
28
Setibanya kami di rumah, ibu menyambut kami dengan wajah penuh kekhawatiran. Wanita renta itu bahkan meneteskan air matanya ketika melihat satu-satunya putranya yang tersisa turun dari mobil dengan menggunakan tongkat sebagai alat bantu. Aku membantu menopang tubuh Mas Fahry, lengannya melingkar sempurna di pundakku saat aku membantunya berjalan ke dalam rumah.Ayahku dan Nilam langsung pulang tak lama setelahnya, hingga kini tinggallah aku, Mas Fahry dan ibu di rumah kami. Rasa iba menelusup dalam hatiku ketika melihat ibu dengan lembutnya mengusap-usap bekas luka Mas Fahry, lalu menanyakan bagian tubuhnya yang mana yang sakit, sambil sesekali menyeka sudut matanya. Aku sangat mengerti perasaan ibu mertuaku, aku pun merasakan itu saat pertama kali mendengar kabar Mas Fahry kecelakaan. Rasa trauma kehilangan Mas Farhan dalam insiden kecelakaan di bengkel masih membekas dalam hati kami.Andaikan saja ibu tau jika Mas Fahry bersama Nasya saat kecelakaan, andaikan saja ibu tau jika sedan
Read more
29
“Aku berusaha menghindarinya dan memberi pengertian padanya, namun Nasya justru semakin nekat merobek sendiri pakaiannya. Ia mengancam akan berteriak jika aku menolaknya.”Hatiku semakin tak karuan menanti Mas Fahry melanjutkan ceritanya.“Sekuat tenaga aku membujuknya, menjelaskan jika ia adalah wanita baik-baik yang tak pantas merendahkan dirinya seperti itu. Aku juga menjelaskan padanya jika aku tak mungkin mengkhianati istriku, yaitu kamu, Tania. Hal itu membuatnya menangis meraung-raung sehingga membuatku terpaksa memeluknya untuk menenangkannya. Lalu ... lalu ia kemudian memintaku untuk menciumnya. Aku ... aku terbawa suasana. Hujan deras dan tangisan Nasya membuatku menuruti keinginannya. Kami berciuman. Hanya itu, Tania. Hanya sekali itu. Maafkan aku.”“Cihh! Wanita baik-baik mana yang menyerahkan tubuhnya dengan mudahnya pada suami orang? Dan kamu, Mas? Katamu tak mungkin mengkhianatiku? Lalu apa namanya semua ini jika bukan pengkhianatan!”“Aku sungguh tak bermaksud seperti
Read more
30
“Aku memang marah, Mas! Bahkan sangat marah, tapi bukan untuk masa lalu kelammu. Aku tak berhak menghakimimu atas masa lalumu. Yang kusesali adalah caramu menyikapi masa lalumu itu. Jika dulu kalian berdua bisa terlena hingga berbuat sejauh itu, lalu mengapa Mas Fahry justru mengulanginya lagi sekarang? Berduaan dengannya. Mengantarkan ke Bandung. Beduaan dalam mobilmu. Tidakkah Mas menyadari jika itu akan kembali membuka peluang untuk kalian mengulangi dosa yang sama?”Lelaki itu menatapku sendu.“Maafkan aku, Sayang. Aku benar-benar tak menyangka jika akan terjadi seperti ini.”“Jika saja waktu itu kalian tak mengalami kecelakaan, apa Mas Fahry bisa menjamin tak akan terjadi apa-apa selama kalian berdua berada di Bandung. Kamu dan Nasya dua orang dewasa yang pernah punya hubungan yang sangat dekat, Mas. Lalu kalian merencanakan untuk pergi berdua dengan berbohong padaku. Coba saja Mas bayangin, jika tak ada insiden kecelakaan itu, apa yang akan kalian perbuat selama tiga hari di san
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status