All Chapters of AKU TANPAMU: Chapter 51 - Chapter 60
152 Chapters
51
Dengan tangan gemetar kuraih ponselku, ada beberapa pesan yang belum terbaca, termasuk pesan di grup perusahaan. Namun, netraku hanya fokus mencari pesan masuk dari kontak Tania. Mataku terbelalak ketika membuka beberapa foto dan pesan yang masuk di applikasi hijau. Foto-fotoku bersama Nasya kemarin dalam berbagai pose.Salah satu foto memperlihatkan saat aku mengusap pipi Nasya di lokasi. Aku ingat, itu saat aku refleks memegang pipinya ketika melihat lebam di wajahnya. Kemudian foto satunya lagi memperlihatkan Nasya yang sedang memelukku, tangannya melingkar dengan sempurna di pinggangku. Ya Allah! Itu saat aku terhuyung ke belakang kemarin karena tak siap menerima tubuh Nasya ketika ia tiba-tiba saja memelukku. Lalu foto-foto selanjutnya disaat aku dan Nasya sedang duduk berhadapan di restoran, salah satu dari foto itu memperlihatkan ekspresi kami berdua yang sedang sama-sama tertawa, dan salah satunya lagi memperlihatkan aku sedang menyodorkan minumanku pada Nasya.Lalu kalimat ya
Read more
52
“Maafkan Fahry, Bu. Fahry hanya terbawa arus masa lalu bersama Nasya. Fahry sudah ingin memperbaiki semuanya tapi ternyata yang terjadi justru sebaliknya. Fahry semakin melukai Tania.”Lalu perlahan kuceritakan pada ibu bagaiamana awalnya hubunganku dengan Nasya kembali terjalin, kuceritakan pula mengenai kecelakaan di Bandung yang membuat Tania mengetahui jika aku masih berhubungan dengan Nasya. Kutumpahkan semua di pangkuan ibuku, meski sebenarnya aku tak sanggup melihat wanita renta itu menangis menahan kesedihannya.“Tania tak pernah bercerita apa pun pada ibu. Dia selalu menceritakan yang baik-baik tentangmu, Nak. Bahkan saat kecelakaan di Bandung, ia rela berbohong pada ibu demi menyembunyikan keburukanmu.” Ibuku menyeka sudut-sudut matanya yang keriput.“Maafkan Fahry, Bu. Maafkan Fahry.” Kuraih tangan ibuku dan mencium punggung tangannya.“Doakan Fahry bisa membawa kembali Tania dan Khanza ke rumah ini.”“Tidak, Nak. Jangan membawanya kembali jika kamu masih ingin bersama Nasy
Read more
53
Tiga hari sudah Tania pergi, hidupku benar-benar berantakan selama tiga hari ini. Penampilanku awut-awutan dengan kantung mata yang menghitam di bawah mataku. Setiap pagi, sebelum berangkat ke kantor aku selalu mampir ke pusara Mas Farhan, berharap Tania muncul, atau setidaknya meninggalkan jejaknya di sana. Namun tak pernah lagi kutemukan taburan bunga segar di atas pusara Mas Farhan seperti tiga hari yang lalu. Setiap hari pula aku mendatangi rumah mertuaku, berharap Tania atau Khanza terlihat di rumah sederhana itu. Namun tetap nihil, Tania tak meninggalkan jejak sama sekali.Saat kembali ke rumah pun, ibuku sama lesunya sepertiku. Tak ada sambutan hangat Tania dan dekapan manja Khanza lagi. Semua terasa dingin dan kaku. Ibuku memang tak pernah lagi membahas Tania setelah tangisannya di pagi selepas Tania meminta izin pada beliau. Namun aku tau ibu sangat kesepian dan merindukan Khanza juga Tania.Kamarku pun berantakan sejak tak ada campur tangan Tania membereskannya. Malam-malamk
Read more
54
Rapat intern perusahaan baru saja usai ketika Mr. Adam, salah satu petinggi di perusahaan menghampiriku yang masih memilih duduk di kursiku meski rekan-rekanku yang lain telah meninggalkan ruang meeting.“Jangan terlalu dipikirin, Fahry.” Mr. Adam menepuk pundakku.Mr. Adam berkewarganegaraan Australia, tapi ia fasih berbahasa Indonesia meski dengan aksen yang berbeda karena sudah bertahun-tahun bekerja di sini. Mr. Adam termasuk salah satu petinggi perusahaan yang tak kusukai karakternya, ia suka mempermainkan karyawan-karyawan wanita, apalagi anak-anak yang baru gabung di perusahaan. Bukan rahasia lagi jika Mr. Adam sudah meniduri beberapa orang karyawati cantik di perusahaan kami.Bahkan beberapa bulan yang lalu, sekretarisnya terpaksa berhenti bekerja karena malu telah dihamili oleh Mr. Adam tanpa ikatan pernikahan. Padahal, bukan hal yang mudah bergabung di perusahaan bertaraf internasional ini.Mr. Adam juga kelihatannya sangat akrab dengan Nasya. Bahkan dulu, saat aku dan Nasya
Read more
55
PoV TaniaSeminggu menepi dari kehidupan ibukota dengan segenap masalahnya cukup membuatku merasa rileks. Beruntung waktu itu aku mengikuti saran Nilam menemui psikolog. Meski Nilam masih kaku padaku, namun saat kujelaskan padanya mengenai keadaanku, adikku itu tetaplah merasa khawatir kemudian merekomendasikan seorang psikolog yang juga merupakan salah seorang dosen di kampusnya. Beberapa hari belakangan aku memang selalu merasa sangat tertekan, jantungku selalu saja berdegup lebih kencang tak seperti bisasanya, kemudian tubuhku selalu mengeluarkan keringat dingin dan juga terasa dingin.Beberapa kali bahkan Mas Fahry menegurku ketika ia merasakan suhu tubuhku tak seperti biasanya. Lalu, saat aku akhirnya diantar Nilam ke tempat praktek Mbak Linda -begitu psikolog itu disapa- ternyata Mbak Linda mengatakan jika aku sedang depresi dan bahkan sudah pada tingkat depresi yang parah. Ah, kurasa masalah rumah tanggaku lah yang membuatku seperti ini. Tak bisa ku pungkiri, meski Mas Fahry te
Read more
56
“Wah, perkembangan yang sangat menggembirakan bagiku, Mbak. Melihat pasien terapiku bisa mengatasi depresinya dengan baik selalu menjadi kebanggan tersendiri bagi seorang psikolog.”“Terima kasih, ya, Mbak. Mbak Linda memang psikolog yang handal menurut saya, tak salah adik saya merekomendasikannya.”Mbak Linda pun pamit ke villa sebelah yang juga adalah pasien terapinya setelah beberapa saat mengobrol. Sementara Gibran masih tetap duduk di kursi teras bersamaku.“Apa rencana Mbak Tania setelah ini?”“Entahlah, Gib. Mbak sebenarnya malu kamu sampai tau aib rumah tangga kami.”“Apa Mbak Tania yakin kalau Fahry masih menjalin hubungan dengan Nasya. Sepertinya Fahry sudah menyesal loh, Mbak. Maaf, aku berkata seperti ini bukan karena Fahry adalah sahabatku, tapi aku hanya tak ingin Nasya memanfaatkan kesempatan ini dan memprovokasi Mbak Tania.”“Mbak merasa sudah tak sanggup, Gib. Mas Fahry memang mengatakan jika ia tak akan berhubungan dengan Nasya lagi, tapi pada kenyataannya mereka ke
Read more
57
“Maafkan aku, Tania. Jangan pergi dariku!” Suaranya bergetar. Aku menengadahkan wajah menatapnya. Bibirnya biru, sepertinya ia sedang kedinginan.“Masuk dulu, Mas. Kelihatannya kamu kedinginan.”Di villa memang selalu disediakan teko listrik untuk air panas beserta teh dan kopi serta segala perlengkapannya. Maka dengan segera kupanaskan air untuk membuatkan minuman hangat untuknya. Kulangkahkan kakiku dengan kaku mendekatinya sambil membawa kopi kental yang masih mengepul.“Terima kasih,” ucapnya, dari mulutnya keluar asap menandakan ia memang sedang kedinginan.“Udah tau mau kemari kenapa hanya berpakaian seperti ini, Mas?” Kurapatkan jaket tebal yang kupakai.“Khanza turun dulu, ya. Ayah mau minum kopinya dulu,” ucapnya pada putrinya. Khanza pun turun dari pangkuannya. Gadis kecil itu sejak tadi hanya memeluk erat Mas Fahry, rupanya ia memang sangat merindukan ayahnya.“Aku buru-buru, Tania. Pas dokter brengsek itu bilang kamu lagi di sini, aku langsung kemari.”“Gibran ke sini nemu
Read more
58
Kudengar suara-suara beberapa orang di sekelilingku, mataku terasa begitu berat untuk terbuka namun aku memaksakan membuka mataku karena penasaran dengan suara-suara di sekelilingku.“Tania ... kamu sudah sadar?” Itu suara Mas Fahry. Aku bisa merasakan tangannya sedang menggenggam tanganku. “Tunggu sebentar ya, aku panggil perawat,” lanjutnya.‘Perawat? Kenapa panggil perawat? Sebenarnya aku kenapa?’ Benakku masih terus berusaha mengumpulkan ingatanku sebelum ini.Lalu beberapa petugas medis benar-benar datang menghampiriku. Apa aku sedang berada di rumah sakit? Tapi bukannya aku sedang berada di villa bersama Khanza dan Mas Fahry. Lalu aku teringat pekikan terakhir Mas Fahry dan pertanyaan Khanza.“Tania! Berhenti di situ!”“Kenapa kaki bunda berdarah?”“Mbak Tania sudah enggak apa-apa. Alhamdulillah janinnya masih bisa bertahan setelah pendarahan tadi.” Suara perawat itu membuatku terkesiap.Lalu kutatap mata Mas Fahry yang tengah mendengarkan penjelasan dari petugas medis tadi. Ia
Read more
59
“Kita pulang sekarang, Mas!” Kukibaskan selimut klinik yang menutupi tubuhku.Mas Fahry berusaha menahan tubuhku lalu meraih ponsel dalam genggamanku.“Shitt!!” umpatnya setelah membaca pesan dari Nilam.“Kamu tenang dulu, Sayang. Kita enggak bisa pulang sekarang, ini sudah malam dan kamu baru saja mengalami pendarahan ringan, kamu harus istirahat.”“T-tapi Nilam, Mas! Aku takut terjadi apa-apa padanya.”Mas Fahry menyugar kasar rambutnya.“Meski kita pulang sekarang, kita juga enggak bisa ngapa-ngapain, Tania. Nilam sendiri enggak tau dia sedang berada di mana sekarang.”Mas Fahry benar. Ya Allah, Nilam! Apa yang terjadi pada adikku satu-satunya itu. Kulihat Mas Fahry seperti sedang mengingat sesuatu.“Kamu nyimpan nomor Gibran?”“Ada di kontakku. Kenapa?”“Ponselku tadi ketinggalan di villa karena aku panik dan buru-buru mengangkatmu saat kamu pingsan. Aku akan mengubungi Gibran, kakaknya adalah salah satu petinggi di institusi kepolisian, kupikir kita bisa meminta bantuan padanya,”
Read more
60
Aku mengucap hamdalah, bersyukur bahwa adikku sudah bisa kembali dan dalam keadaan aman sekarang.“Aku ikut.” Kuraih tangan Mas Fahry yang baru selangkah menjauh.“Jangan, Sayang. Kamu harus banyak istirahat, biar aku yang urus.”Akhirnya Mas Fahry luluh, meski akhirnya ia mengatakan bukan hanya mengkhawatirkanku tapi ia juga tak ingin aku sering-sering bertemu dengan Gibran.“Dokter gila itu pernah menyukaimu, Tania,” ucapnya setelah mobilnya sudah melaju di jalan raya.“Aku tak punya hak mengatur perasaan orang, Mas. Lagian kamu kok gitu padanya, ngatain gila lah, brengsek lah, dokter enggak jelas lah! Padahal Gibran udah baik banget dan banyak membantu kita selama ini.”“Ini nih yang kutakutkan. Kamu punya rasa kagum padanya.”“Ck! Aku berkata sesuai kenyataan, Mas. Lagian aku tau batasanku dalam bergaul.”Ia melirikku sekilas, kurasa kalimatku barusan sedikit menyinggung perasaannya. Karena ia dan Nasya memang sudah melanggar batasan pergaulan selama ini.“Maaf jika Mas Fahry mera
Read more
PREV
1
...
45678
...
16
DMCA.com Protection Status