Semua Bab Seleksi Calon Mantu: Bab 11 - Bab 20
89 Bab
11. Semakin Jual Mahal Semakin Suka
Jam berdenting di tengah gersangnya waktu tengah hari ini. Belum lagi panasnya matahari menambah panas hawa dalam ruangan di mana Daffa menjalankan tugasnya sebagai pekerja magang kecamatan.Ada AC, tapi tetap tak bisa meredam panasnya ciptaan yang Maha Kuasa.Daffa sedang sibuk-sibuknya menginput data, dia mengerjakan sefokus yang ia bisa. Setelah berhasil lulus kuliah, dan langsung diberi amanah pekerjaan yang lumayan langsung bisa dia jalankan tanpa hambatan, mana mungkin Daffa sia-siakan.Pekerjaan di kota bagai jarum dalam jerami. Ribuan orang berlomba mencari-cari hingga tubuh bercucur peluh. Tapi akhirnya hanya satu yang beruntung mendapatkannya.Katakan Daffa sedang mujur, di saat orang berusaha sampai rela merogoh kantong uang untuk menyogok orang dalam, dia bisa masuk tanpa embel-embel apa pun karena dia memiliki kemampuan. Ini membuktikan bahwa tidak semua hal bisa dibeli dengan uang, meski kenyataannya jaman sekarang hal itu sudah lumrah dilakukan Berbekal restu dan doa,
Baca selengkapnya
12. Banyak Jalan Menuju Roma
Bibir merah jambu itu mengerucut tajam, pertanda sebal tengah menguasainya. Bagaimana tidak? Setelah si tampan membahana menyamakannya dengan perempuan lainnya."Hih, enak aja! Dasar si hati batu. Pake bilang nggak suka cewek segala." Berjalan melintas jalan, kembali ke depan toko minimarket.Nana Banana keluar lagi, ngintip dari pintu. Dia sudah curiga ada yang terjadi ketika tadi hilang bagai angin lalu. Kelihatan dari gelagat kesalnya yang begitu jelas."Kamu kenapa, Posa? Misuh-misuh di situ? Tadi kamu ngilang ke mana? Kirain pulang, ternyata balik lagi. Jangan bilang kamu ke kecamatan buat nemuin ayang-ayanganmu itu?" Praduga yang pas sekali dengan kenyataan yang ada.Dea menatap sinis sahabatnya. Sebelum akhirnya ia menjatuhkan diri di kursi itu, lalu menyandar pasrah sembari menghela napas panjang dan mengeluarkannya lagi tak kalah panjang.Ngomong-ngomong, kalimat yang Nana lontarkan persis sekali dengan apa yang Dea lakukan. Dia jadi curiga, jangan-jangan sahabatnya ini punya
Baca selengkapnya
13. Demi Nomor HP
Bermodalkan dukungan Pak Jhon, akhirnya Dea Posa bisa bekerja di tempat yang ia inginkan. Di minimarket sama dimana Nana bekerja. Ada dua sif di sana, pagi hingga magrib, dan dari magrib hingga pagi menjelang.Dea Posa kebagian sif malam. Jadi dia akan bekerja dimulai dari pukul enam sore hingga pukul enam pagi. Begitulah jam kerja di sana, dan Dea sangat semangat sekali sampai mau jungkir balik."Eh tapi ... jam enam artinya mas kesayangan udah pulang, dong. Kan kecamatan tutup sore habis Ashar. Aduh, Posa gini amat nasibmu." Dia mau mati suri saja rasanya karena kesal.Tapi ya sudah. Dea tak bisa apa. Yang penting kerja dulu saja. Sudah mau pukul setengah enam, dia sudah bersiap dengan seragam merah berkerahnya, memakai jeans hitam panjang, dan menyampirkan tas selempang di bahu. Sementara itu rambutnya dia kuncir kuda. Kalau tidak memakai hijab, wajib dikuncir soalnya."Bapak, Dea pergi dulu, ya." Ada Pak Jhon sedang mengamati ikan arwana kesayangan di dalam akuarium. Dea mendekati
Baca selengkapnya
14. Kena Jambret
Demi langit dan bumi, Dea Posa senang bukan main ketika dia akhirnya mendapatkan nomor ayang Daffa. Sekalipun akhirnya dia harus merelakan uang tiga puluh ribu sebagai gantinya, supaya Herman mau memberikan nomor itu, dia tak merasa dirugikan sama sekali."Tapi kenapa foto profilnya kayak beda gitu, sih?" gumam Dea usai menyimpan nomor itu dengan nama 'Ayang DafDaf' di ponselnya.Memang, setelah menilik-nilik dengan saksama, Dea menemukan ada yang aneh dengan posturnya. Dia lama melihatnya sampai mata mau juling-juling. Tapi .... "Ah, efek diupload jadi begini, kan biasanya? Kadang suka gepeng, kadang suka bulet. Ya udah, lah. Yang penting aku bisa kirimi pesan. Aaaah dia pasti kaget banget, kan aku bisa dapetin nomornya?"Rada-rada. Yeni yang melihat tingkah rekan kerjanya yang baru ini hanya geleng kepala. Terlihat Dea mengetik sebuah pesan. Ketik, hapus, ketik, hapus, terus saja begitu sampai Yeni sebal melihatnya."Heh, Dea. Itu ada pembeli, simpen HP-nya. Lagian dilarang main HP
Baca selengkapnya
15. Jantung Jedag-Jedug
Tangisan Dea semakin menggelegar bagai guntur di atas mega. Memancing orang-orang yang sedang lewat di jalan, baik yang naik kendaraan atau pejalan kaki.Nenek-nenek datang menghampiri. Menunjuk batang hidung Daffa. “Heh, kamu anak muda yang ganteng, mentang-mentang ganteng, pagi-pagi begini udah mau melecehkan perempuan aja. Mana di tengah jalan!”Waduh!Daffa kena fitnah jahara dari nenek-nenek yang tak tahu duduk permasalahannya. Rongga dada seketika dipenuhi dengan rasa gelisah tak terkira. Kepala Daffa menggeleng, sementara dua tangannya terangkat hingga ke dada.“Eh, ja-jangan asal nuduh, Nek. Justru saya baru aja mau menyelamatkan dia dari penjambretan!” sangkal Daffa cepat. Dia bergegas menarik lengan Dea Posa yang kondisi tubuhnya masih layu bak bunga yang lama tak tersirami air.“Bener, kan Dea?! Dea, sadar dong! Udah, jangan nangis terus! Nanti aku kasih nomorku lagi!” tekan Daffa yang akhirnya menyadarkan Dea.Dea berhenti menangis. “Beneran?”“Iya, tapi bubarin dulu kerum
Baca selengkapnya
16. Mungkinkah Ini Awal yang Baik?
Langit di atas kepala terasa mulai menghangatkan, tapi lebih hangat lagi perasaan Dea Posa kini, setelah akhirnya dia mendapatkan nomor ponsel Daffa yang sebenarnya. Bukan lagi yang palsu, yang Herman berikan."08 ... 0858 ...." Sepanjang naik taksi menuju mall, Dea terus menghafalkan nomor yang Daffa sebutkan tadi, takut Dea lupa.Sopir taksi pun diam-diam memerhatikan, lantas berpikir ... apakah gadis muda di kursi penumpangnya itu sedang mengira-ngira berapa ongkos yang akan dia bayarkan, melihat dari tampilan Dea, pria berjanggut hitam tebal itu tahu, pegawai minimarket memangnya punya banyak uang untuk membayar ongkos taksi?Julid sekali bapak-bapak ini, meremehkan orang hanya dengan tampilannya saja. Mana tahu dia kalau Dea Posa itu anaknya seorang orang kaya, Pak Jhon yang katanya pria perkasa."Mbak, ngitung apaan? Ngitung utang?" Si bapak nyeletuk aja. Seketika membuat Dea berhenti menghafal nomor Daffa dan menatap sinis pada bapak sopir taksi."Utang mata Bapak? Enak aja, sa
Baca selengkapnya
17. Pengakuan Herman
Bila saja mungkin waktu bisa diputar, Daffa tak akan memberikan nomor ponselnya kepada Dea Posa yang dianggapnya genit luar biasa. Karenanya, sekarang ponselnya yang terbiasa damai sentosa itu diserang oleh Chat unfaedah perempuan itu.Fiuh~Lagi-lagi hanya bisa mengeluarkan rasa sesalnya lewat hembus napas panjang.Jika Daffa ingat lagi, selain genit dan terang-terangan menunjukkan perasaan sukanya, dia juga ternyata manja. Buktinya pagi tadi pun dia memaksa Daffa untuk mengantarkannya hingga ke perempatan jalan sana dengan alasan takut kena jambret lagi.Untunglah Daffa punya alasan untuk menghindari keinginannya, setelah dia memberikan nomor ponselnya cuma-cuma begitu saja pada Dea Posa karena kasihan sudah ditipu Herman. Dia juga agak geram soal yang satu itu, sebab Herman memanfaatkan kesempatan itu untuk meraih keuntungan dengan menjual nomornya.Saat ini dia tengah santai menghadap layar komputer, sebab dokumen yang diminta Pak Camat sudah selesai ia kerjakan. Sering menoleh ke
Baca selengkapnya
18. Pesonanya Saat Ketiduran
Tok! Tok! Tok!Pintu kamar Dea Posa diketuk pelan. Pelakunya tak lain bapak Dea sendiri, Pak Jhon. Pria yang memiliki perut tumpah-tumpah itu ingin memastikan apakah putrinya baik-baik saja? Sejak kemarin, setelah pulang bekerja, dia doyan bersemayam di kasurnya melulu.Pak Jhon khawatir, ingin tahu apa hal penyebabnya. Apakah jangan-jangan dia sedang patah hati lagi tanpa ia ketahui?"Dea ...." suara berat khas Pak Jhon banget mulai memenuhi gendang telinga Dea.Segera gadis itu beranjak dari posisinya kini, kemudian berjalan setengah ngibrit menuju ambang pintu. 'Duh, bapak bisanya ganggu aja. Orang lagi chat-an sama ayang Daffa.' Hatinya menggerundel sebal. Tapi yang namanya Pak Jhon, kalau diabaikan justru malah akan menjadi. Intinya ... sebelum hal itu terjadi, ia pun cepat-cepat bangkit, tak mau menunggu singa dalam diri Pak Jhon bangun dulu.KREEET ... pintu terbuka. Dea menyambut bapaknya dengan senyum semringah yang jelas sekali terpaksa."Kenapa, Pak? Hee ...." Sambil nyengi
Baca selengkapnya
19 Musibah Pembawa Berkah
Sabtu sore, Dea yang gabut jalan mendekati pagar kecamatan yang sudah tertutup, mungkin karena hampir semua karyawan pulang, kecuali dua orang lagi yang belum, di antaranya ada Daffa."Pasti dia belum pulang. Kelihatan dari motornya yang masih terparkir ganteng di halaman," ujarnya seraya berusaha mengintip di celah pagar.Namun, melakukan itu berasa percuma, Dea sama sekali tidak dapat melihat sang pujaan hati. Sudah jinjit pun hasilnya tetap sama, tak kelihatan.Jadi, Dea memasukkan kepalanya iseng ke celah pagar besi hitam dan sedikit karatan itu."Kapan dia pulangnya, sih?" gumam Dea Posa. Merasa melakukan hal itu pun sia-sia, maksud hati ingin kembali mengeluarkan kepala ke luar pagar, eh ... malah nyangkut.Waduh!Dea terkejut, mengapa kepalanya malah terjebak tak bisa dikeluarkan. Dua tangannya memegangi dua jeruji pagar itu, lalu berusaha dengan keras untuk menarik kepalanya lagi. Akan tetapi hasilnya gagal."Mampus, nih. Nggak bisa dilepas lagi ... gimana?" Wajah Dea sudah te
Baca selengkapnya
20. Perjodohan Tanpa Kesepakatan
Hari berganti lagi. Kali ini sudah waktunya bagi Dea bekerja dengan shift pagi pulang sore. Namun, karena Nana sedang ambil cuti, sehabis pulang kerja, Dea malah pergi main dulu dengannya sepuas hati.Tahu-tahu langit sudah gelap ketika keduanya pulang ke rumah. Karena takut kepada Pak Jhon, dia mengendap-endap. Terlebih lagi saat menggeser pagar di depan, Dea melakukannya sangat perlahan supaya tidak timbul suara decit."Heh, Dea!" Nana Banana yang iseng tiba-tiba memunculkan kepalanya di celah pagar."Bujubuneng! Syaiton!" Dan sukses membuat nyawa Dea hampir terbang lewat ubun-ubun kepala. "Nana, ngagetin aja!" sentak Dea dengan suara setengah berbisik, tapi bernada ngegas.Ya, bagaimana tidak ngegas, orang emosi. Katanya tadi Nana mau langsung masuk, tahunya malah balik lagi dan mengagetkan Dea yang akhir-akhir ini emosian. Alhasil dia marah. Tapi bukan Nana namanya bila menyesali perbuatannya, justru dia malah nyengir kuda seakan tak punya dosa."Syaiton matamu, De.""Maaf, ya aku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status