Lahat ng Kabanata ng KAU SESALI USAI KU PERGI: Kabanata 21 - Kabanata 25
25 Kabanata
Rumi Pingsan
Rumi masih berkutat dengan pekerjaannya ketika ponsel berdering. Hari ini terasa begitu melelahkan baginya. "Assalamualaikum," ucapnya santun, terlebih setelah tahu siapa sang penelepon. "Maaf, siang ini saya banyak kerjaan, jika tidak keberatan nanti sore sepulang kantor saya tunggu di ruang kerja saya," ucap laki-laki dari seberang sana dengan suara pelan. Siapa lagi kalau bukan Firdaus, laki-laki yang akhir-akhir ini menunjukkan perhatiannya pada Rumi. "Baik, Pak," jawab rumit singkat. Ritme jantungnya berubah cepat setelah menerima telepon dari laki-laki itu. Bukan cinta, melainkan rasa kagum sekaligus hormat. Rumi cukup paham pembicaraan seperti apa yang dimaksud Firdaus. Apalagi kalau bukan tentang dirinya yang tengah berbadan dua, dan tentunya Asya juga. Ketakutan selalu hadir di hatinya ketika berbicara tentang masa depannya. Ia khawatir antara Asya dan calon buah hatinya salah satunya akan ada yang terabaikan. Dan Rumi tak ingin itu terjadi.*Sepanjang siang hingga sore
Magbasa pa
Rumi Masuk Rumah Sakit
Penunjuk waktu di dinding kamar bercat putih itu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, ketika Rumi perlahan membuka matanya. Ia baru saja sadar dari pingsannya. Spontan tangan Rumi mengusap lembut perutnya, kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya. Diedarkannya pandangan ke sekeliling ruangan. Ruangan yang tampak tak biasa menurutnya. Kini tatapan mata Rumi terhenti pada laki-laki yang tengah duduk di samping nakas, laki-laki yang kini fokus ke layar ponsel di tangannya. Rumi merasakan lidahnya kelu untuk sekedar menyapa, hingga akhirnya ia lebih memilih berusaha bangkit meski dengan selang infus di tangan serta tubuh lemasnya. "Kamu sudah bangun?" Firdaus segera mematikan ponselnya ketika sadar Rumi tengah susah payah untuk duduk, meski ia sendiri tak bisa berbuat banyak. Rumi hanya menjawab dengan senyum kecut. Jujur, ia tak nyaman karena terus merasa merepotkan Firdaus. "Istirahat aja dulu. Sebentar lagi Asya akan datang," lanjut Firdaus sambil mendekatkan kursinya ke ranjang pa
Magbasa pa
Asya Ingin Menemani Rumi
Suasana canggung di ruang rawat Rumi terus saja terasa semenjak pertemuan Asya dan Firdaus sejak satu jam lalu. Bahkan hingga kini, saat Firdaus mengajak Asya untuk kembali ke rumah, gadis kecil itu kembali melayangkan protesnya terhadap sang ayah. "Abi kenapa pulang? Terus siapa yang nungguin Ummi di sini kalau Abi pulang sekarang?"Asya menatap ke arah Firdaus dengan mata menyipit, merasa tak terima dengan ajakan sang ayah. Firdaus berjongkok di depan sang anak, dua tangannya menyentuh bahu Asya pelan. "Sayang, Abi butuh istirahat karena besok harus kerja. Ummi di sini sama Mbok Sumi. Asya juga besok harus sekolah, jadi sekarang kita pulang dulu, ya. Kan, besok sepulang sekolah masih bisa jenguk Ummi ke sini." Firdaus berusaha membujuk sang anak, meski hasilnya masih sama. "Nggak mau, Asya mau nemenin Ummi di sini. Asya nggak mau nanti Ummi pergi lagi." Asya mengerucutkan bibirnya, kali ini matanya tampak berkaca-kaca dengan kedua tangan saling meremas satu sama lain. Firdaus t
Magbasa pa
Rasa yang Mulai Berkecambah
"Apa maksudmu?" Firdaus bertanya dengan kepala setengah tertunduk. Rumi tak langsung menjawab, memilih diam beberapa saat. "Beristirahatlah di rumah, Pak. Bapak sudah sangat lelah setelah seharian bekerja, lebih lagi dalam keadaan berpuasa." Rumi berucap sepelan mungkin, berharap kalimatnya tak menyinggung perasaan Firdaus. Firdaus terdengar mendesah pelan. "Tolong jangan memintaku untuk pulang malam ini. Keadaanmu masih belum pulih, dan di sini tak ada siapapun yang menemanimu." Firdaus berucap dengan tatapan luruh di atas lantai berkeramik senada dengan warna dinding ruangan."Maaf sebelumnya jika perkataanku membuat Bapak tak nyaman, tapi inilah adanya, kita adalah dua orang asing yang tak seharusnya berada dalam ruangan yang sama sepanjang malam, ucap Rumi dengan kepala kian tertunduk.Jujur lidahnya begitu berat untuk mengucapkan kalimat barusan, hanya saja hatinya mengatakan jika ia harus berani."Jika memang kamu keberatan aku berada di sini, aku akan tidur di mushola rumah
Magbasa pa
Maukah Kau Menikah Denganku?
Bergegas Rumi meneguk minumannya. Jujur saja, kalimat Firdaus barusan mampu membuatnya tersentak.Hati Rumi tergelitik untuk bertanya, apa yang diketahui laki-laki itu tentangnya lewat Mbok Sumi, hanya saja ia terlalu sungkan, hingga akhirnya Firdaus kembali bersuara."Jangan banyak pikiran, supaya bayimu sehat. Jangan khawatirkan tentang tempat tinggal dan kehidupanmu selanjutnya. Jika kau bersedia, tetaplah tinggal di rumah itu dan menganggap Asya seperti anak kandungmu sendiri, meski kelak setelah kamu memiliki anak dari rahimmu sendiri."Suara Firdaus terdengar sedikit serak. Hatinya berdesir hebat setiap berada di dekat Rumi, meski sebenarnya jarak pemisah antara mereka berneter-meter. "Kurasa tidak terlalu baik jika kamu memilih untuk tinggal sendiri dalam kondisi seperti sekarang ini. Lebih lagi aku tak tega melihat Asya kembali p atah hati untuk kesekian kalinya."Rumi hanya membeku. Tatapannya jatuh pada jemari yang melingkar di pinggang botol plastik di tangannya.Firdaus
Magbasa pa
PREV
123
DMCA.com Protection Status