KAU SESALI USAI KU PERGI

KAU SESALI USAI KU PERGI

last updateLast Updated : 2023-04-14
By:  Rizka FhaqotOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating. 1 review
25Chapters
10.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Apa yang kau rasakan ketika kesalahpahaman memisahkanmu dari orang yang kau cintai?  Itu pula yang Akbar rasakan. Ia harus menelan sesal ketika tahu jika istrinya yang berselingkuh hanyalah korban fitnah.  Cinta yang begitu besar membuat hatinya patah. Lebih lagi ketika ia kembali dipertemukan dengan Rumi—mantan istrinya, namun Rumi selalu menghindar karena luka hati sebab kata talak.  Mampukah Akbar meyakinkan Rumi untuk rujuk? Ataukah Rumi lebih memilih untuk tetap tinggal pada  hati lain yang tulus mencintainya? 

View More

Chapter 1

Malam Kelabu

"Bangun kau, Bajingan!"

Bentakan suara bariton membuat wanita itu menggeliat, perlahan ia membuka matanya. Betapa terkejutnya Harumi ketika mendapati pemandangan sang suami, Akbar, tengah memukuli pria asing. Lebih mengejutkan lagi, pria asing tersebut berada dalam kondisi setengah telanjang, sementara tubuh Harumi sendiri tak jauh berbeda.

"Ada apa ini?" Harumi memekik ketika mendapati tubuh polosnya di bawah selimut. Ia mengeratkan pelukannya pada selimut dengan degup jantung berlompatan.

"Katakan apa yang sudah kalian lakukan di sini?!"

Suara bentakan Akbar membuat Harumi menggigil ketakutan. Kepalanya sibuk menerka apa yang sudah terjadi.

Laki-laki asing bertelanjang dada serta mengenakan bawahan di atas lutut itu hanya tersenyum menyeringai.

Buk! Buk! Buk!

Hantaman demi hantaman dari kepalan tangan Akbar mengenai tubuh laki-laki itu, membuat tubuh kurus berambut ikal itu tersurut. Beberapa saat ia meringis menahan nyeri, namun ia seolah tak memiliki niat untuk membalas pukulan Akbar.

Harumi menggelengkan kepala berulang kali, melihat Akbar meluahkan amarahnya membuat ia ketakutan. Air matanya seketika berjejalan ke luar saat kalimat dari bibir laki-laki asing itu menembus gendang telinganya.

"Kami saling mencintai," ucapnya sambil mengelap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah segar dengan ujung-ujung jari.

Entah dari mana kekuatan pada diri Harumi muncul, kini ia bangkit dan dengan cepat mengenakan pakaiannya yang sedari tadi terkapar di lantai. Air matanya tak henti mengucur karena rasa takut bercampur getir membuncah di dalam dada.

"Bohong! Aku sama sekali tidak mengenalmu!" teriak Rumi, membuat Akbar serta laki-laki asing itu menoleh seketika. Sedari tadi keduanya tak menyadari jika Rumi sudah sadar dari tidurnya

Akbar tersenyum sinis. Ia memindai tubuh istrinya itu dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Kau tak perlu memainkan drama di sini, karena sekarang aku tau siapa kamu," ujar Akbar membuat hati Rumi seketika hancur. Kalimat yang diucapkan dengan nada merendahkan itu berhasil merobek dinding hatinya.

Rumi menghambur lalu bersimpuh di kaki Akbar, namun dengan cepat Akbar menjauh agar tangan Rumi tak bisa menyentuhnya.

"Aku tak sudi disentuh tangan perempuan pengkhianat! Aku bekerja keras demi membahagiakanmu, tapi apa yang kau lakukan? Kau membawa laki-laki lain ke rumah ini saat aku dan Mama tidak ada di rumah!"

Untuk keduakalinya hati Rumi berkeping oleh kalimat laki-laki tercintanya. Bahkan kali ini terasa lebih hancur.

Beberapa detik Rumi terdiam. Air matanya kian bersesakkan ke luar, membuat dadanya kian sesak.

"Kumohon percayalah padaku, Bang. A—aku sama sekali tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ta—tadi Dara mengirim makanan, setelah makan makanan itu aku merasa ngantuk dan akhirnya tidur. Aku nggak tau apa yang terjadi detelahnya, dan tiba-tiba terbangun karena suara Abang marah-marah."

Rumi berusaha menjelaskan dengan napas tersengal.

Akbar berjongkok, kini antara wajahnya dan wajah Rumi tampak sejajar, hanya terpisah ruang kosong kurang dari setengah meter.

"Maksudmu kamu mau memfitnah Dara adikku, hah?!" desis Akbar sinis.

Rumi menggeleng cepat dengan wajah bersimbah air mata.

"Bukan—bukan begitu, a—aku hanya menjelaskan—"

"Menjelaskan jika kau sudah mengotori kamar ini dengan keringat laki-laki lain?"

Rumi merasakan dadanya kian sesak, lidahnyapun ikut kelu. Ia seolah kehabisan kalimat untuk membuktikan semuanya setelah deretan fitnah yang dilayangkan Akbar untuknya. Sedang laki-laki asing itu kini sibuk mengenakan pakaiannya.

Rumi sangat paham jika Dara tak mungkin berbuat buruk padanya setelah apa yang mereka lalui selama ini. Ya, Dara selalu bersikap baik padanya, pun dengan Astuti—ibu mertuanya. Dua orang terdekat Akbar itu tak pernah menampakkan sikap tak sukanya pada Rumi.

"Aku sungguh tak tahu kenapa semua bisa jadi begini. Demi Allah, aku tak pernah mengajak laki-laki itu untuk datang, bahkan aku sama sekali tidak mengenalinya," ucap Rumi di sela isak tangis pilu.

Akbar kembali berdiri, ia berjalan lalu duduk di sisi tempat tidur. Menghadap sisi kanan tubuh Rumi.

"Itu adalah alasan klasik ketika seseorang ketahuan berselingkuh." Kali ini kalimat Akbar terdengar santai, namun penuh penekanan.

Rumi menggeleng pelan. Matanya terpejam dengan tangan kanan mencengkeram kuat dadanya.

"Demi Allah, aku tak melakukannya," rintihnya dengan putus asa.

"Jangan pernah membawa sumpah untuk menutupi keburukanmu. Dan kau bajingan! Pergi detik ini juga jika kau tak ingin nyawamu berakhir di tempat ini!"

Rumi lagi-lagi menggigil ketakutan ketika bentakan keluar dari bibir Akbar. Mata laki-laki itu memerah, menatap nanar ke arah laki-laki asing itu.

Tanpa menunggu lebih lama laki-laki itu melangkah pergi dengan langkah ringan. Tak tampak sesal ataupun takut pada raut wajah yang menampakkan lebam di beberapa sisi.

Kini yang tersisa hanyalah Akbar dan Rumi bersama rasa yang bercampur aduk. Marah, benci, jijik, juga canggung.

Beberapa menit berlalu setelah kepergian laki-laki itu keduanya hanya diam. Hanya isak-isakan kecil yang masih terdengar dari bibir Rumi. Ia ingin menyesali semuanya, tapi ia sendiri tak tahu apa yang harus ia sesali, mengingat ia sendiri tak pernah melakukannya.

"Pergilah! Rumah ini tak bisa lagi menampungmu. Mulai detik ini kamu bukan lagi istriku!" ucap laki-laki itu dengan suara tercekat di tenggorokan. Istri yang selama ini ia puja, kini tak lebih seperti seorang pelacur di matanya.

Hati Rumi kembali tercabik. Ia sangat paham makna kalimat yang baru saja meluncur dari bibir Akbar. Kalimat yang mampu mengubah status halal menjadi haram, kalimat yang sukses membangun benteng antara mereka berdua.

Rumi mendongakkan kepala. Mengusap kasar air mata yang masih terus memaksa untuk ke luar. Ia sadar jika kini air matanya tak lagi berfungsi untuk meluluhkan hati Akbar.

"Kumohon, biarkan aku untuk tetap di sini hingga amarah Abang mereda dan kita bisa memperbaiki semuanya," ucap Rumi dengan nada memohon.

"Pergilah, kehadiranmu di sini hanya akan membuatku tambah membencimu!" ujar Akbar dengan dada kembang-kempis.

Rumi menggeleng cepat. Tangannya mengusap kasar wajah basahnya.

"Aku bersumpah atas nama Allah, tak pernah ada nama laki-laki mana pun di hati ini selama kita menikah. Dan aku bersumpah, peristiwa malam ini tak ada sedikitpun andilku!"

Rumi menjeda kalimatnya. Ia tengah berusaha mengurai sesak yang tak kunjung mereda, meski hasilnya kian sesak.

"Aku meyakini jika ada dalang di balik semua ini. Aku meyakini jika semuanya akan terbongkar dengan bantuan tangan Tuhan."

Akbar bergeming, hingga akhirnya Rumi memilih berjalan ke arah lemari di mana tempat ia menyimpan barang-barang miliknya, lalu mulai membereskan pakaiannya, memasukkannya ke dalam tas lusuh yang enam bulan lalu dibawanya datang ke rumah ini.

"Ridhoi semua salahku, baik disengaja ataupun tidak selama ini. Aku pergi. Jaga diri Abang baik-baik. Aku hanya berharap agar rasa di hati ini segera runtuh bersama langkah kakiku keluar dari rumah ini."

Rumi terdiam setelah kalimat terakhirnya, beberapa detik kemudian melangkah ke luar. Tak ingin lebih lama lagi menikmati luka yang kian berdenyut nyeri.

Tak ada lagi salam perpisahan meski hanya berupa kecupan singkat di keningnya. Rumi sadar, jika saat ini Akbar bukan lagi miliknya.

Akbar mematung dengan kepala kian tertunduk. Kalimat Rumi barusan mampu menciptakan kaca-kaca di mata laki-laki itu, namun segera ditepis oleh amarah yang masih tersisa.

Kini langkah itu terhenti di pagar rumah bertingkat itu. Rumi berbalik, menatap lekat bangunan penuh kenangan manis di hadapannya. Terbayang saat-saat Akbar dengan senang hati membantunya merawat tanaman hias di taman samping.

Hatinya kembali berdenyut nyeri ketika menyadari ada sesuatu yang kini tumbuh dalam rahimnya. Sesuatu yang selalu ditunggu oleh pasangan suami istri seperti mereka. Sesuatu yang baru kemarin siang ia ketahui kehadirannya. Ya, Rumi tengah mengandung darah daging Akbar.

Bayangan sambutan dengan penuh suka cita akan kejutan Rumi kini musnah tak bersisa. Hanya ada kebencian dalam tatapan muak sang suami.

"Tetaplah tumbuh dengan baik, Nak. Percayalah, kau akan baik-baik saja. Mama berjanji akan menjagamu semampu Mama. Yakinlah kita bisa menghadapi apapun yang akan terjadi di depan sana." Air mata Rumi kembali tumpah, seiring tangan yang kini mengusap perutnya yang masih rata.

Bersambung ....

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Yayuk Budianto
ceritanya bagus banget sampek nyesek bacanya
2025-01-05 14:49:24
0
25 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status