All Chapters of BHARATA (Pendekar Naga Bumi): Chapter 11 - Chapter 20
20 Chapters
Bab 11. Bersikap Lunak
"Anak demit." orang itu berteriak. Kemarahannya benar-benar akan memecahkan dadanya. Karena itu, maka tanpa berpikir panjang telah menarik goloknya yang besar meskipun tidak terlalu panjang.Ketiga orang kawannya menyaksikan kejadian itu dengan jantung yang terguncang. Ada keinginan mereka untuk mentertawakan kawannya. Tetapi ternyata mereka-pun telah merasa tersinggung pula oleh tingkah laku kedua orang anak muda itu.Karena itu, maka ketiganya-pun tidak menunggu lebih lama lagi. Ketika kawannya telah mencabut goloknya, maka ketiga orang itu-pun telah mencabut goloknya pula.“Jaga mereka agar tidak melarikan diri” teriak orang yang marah sekali itu, “aku sendiri akan membunuh mereka berdua.”Tetapi yang terdengar adalah suara tertawa Pangeran Ardhakusuma dan Pawana.Kemarahan telah membakar jantung keempat orang bertubuh tegap dan bertingkah laku kasar itu. Apalagi mereka telah memegang golok di tangan mereka.Yang menjadi ketakutan adalah penjual nasi itu. Ia menjadi gemetar dan tubu
Read more
Bab 12. Tiba Di Kotaraja
“Kalian harus menjaga lingkungan di sekitar gumuk kecil yang ditumbuhi pohon raksasa itu.” berkata Pangeran Ardhakusuma.Wajah orang-orang itu menjadi pucat. Seorang diantara mereka bertanya, “Apakah maksud Ki Sanak?”“Kalian harus menjaga, agar lingkungan itu tidak berubah. Tidak boleh seorang-pun yang berburu disana atau sekelompok orang yang akan merubah lingkungan itu.” berkata Pangeran Ardhakusuma.Orang tertua diantara keempat orang gegedug itu menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian katanya, “Anak muda. Tidak akan ada orang yang berani merubah lingkungan itu. Juga tidak akan ada orang yang berani berburu didalamnya."“Kenapa?.” bertanya Pangeran Ardhakusuma.“Ditempat itu, terdapat seekor ular raksasa yang menungguinya. Seorang petani yang pernah melihat dan mengejar seekor rusa telah hilang dan tidak pernah kembali. Seorang gembala juga pernah hilang bersama beberapa ekor kambingnya. Setelah itu, tidak ada yang berani memasuki lingkungan itu. Baru kemudian diketahui bahwa dil
Read more
Bab 13. Bilik Suram
Tetapi malam itu, Pawana telah berada di istana Ki Patih Pramanegara. Seperti biasanya Pawana tidur disanggar bersama Pangeran Ardhakusuma. Sanggar yang agak lain dengan kebanyakan sanggar yang pernah dilihat oleh Pawana.“Tidurlah,” berkata Pangeran Ardhakusuma, “jika besok kau ingin kembali ke Tanah Perdikan, kembalilah. Mungkin kau benar, bahwa kakakmu dan Ki Waskita menjadi gelisah.”Pawana mengangguk sambil menjawab, “Baiklah Pangeran. Tetapi tolong, usahakan agar aku tidak selalu terbangun oleh mimpi.”“Tidak, tentu tidak. Bukankah sebelum kita berangkat, kau tidak lagi diganggu oleh mimpi?.” bertanya Pangeran Ardhakusuma.Pawana mengangguk sambil tersenyum.Namun pada saat yang demikian, justru ketika keduanya telah berbaring, datang seorang utusan dari Ki Patih Pramanegara untuk memanggil Pangeran Ardhakusuma.“Tidur sajalah dahulu,” berkata Pangeran Ardhakusuma, “aku akan menghadap eyang Pramanegara.”“Kenapa Ki Patih Pramanegara memanggil Pangeran.” bertanya Pawana.“Biasa sa
Read more
Bab 14. Hadiah Yang Berharga
Pawana perlahan-lahan telah beringsut dan berusaha untuk turun dan duduk dilantai. Tetapi adalah di-luar dugaannya bahwa Ki patih telah mencegahnya, “Jangan beringsut, Duduk sajalah disitu.”Pawana masih juga beringsut. Namun sekali lagi ia mendengar Ki Patih itu berkata, “Aku menghendaki kau duduk di tempatmu.”Pawana tidak berani bergeser lagi. Tetapi keringatnyalah yang kemudian membasahi seluruh tubuh dan pakaiannya.“Jangan merasa segan,” berkata Ki Patih, “aku yang menghendaki kau duduk disitu. Tidak apa-apa. Kita akan berbicara tanpa ketegangan karena jarak diantara kita.”Pawana tidak menjawab. Tetapi ia sudah lebih dahulu dicengkam ketegangan.“Pawana,” berkata Ki Dipayana kemudian, “biarlah aku yang mulai.” Ki Patih itu berhenti sejenak, lalu katanya, “Apakah hari ini kau akan kembali ke Tanah Perdikan Madukara?,”“Hamba Ki Patih. Hamba akan kembali ke Tanah Perdikan Madukara.” jawab Pawana sambil menunduk.“Sudah berapa hari kau berada disini?.” bertanya Ki Patih pula.Pawan
Read more
Bab 15. Kembali ke Madukara
Demikianlah, maka Pawana-pun telah meninggalkan kraton Ki Patih Pramanegara dengan seekor kuda yang tegar. Keinginannya untuk memiliki seekor kuda yang baik ternyata telah terpenuhi. Namun seperti pesan Pangeran Ardhakusuma, ia tidak berpacu terlalu cepat sebelum terbiasa dengan kuda yang besar itu, agar ia tidak dilemparkan dari punggungnya.Pawana yang berada di punggung kuda yang besar itu memang merasa seperti seorang prajurit yang memenangkan perang. Orang-orang yang berpapasan dijalan nampak terlalu kecil. Bahkan kuda-kuda yang lain-pun nampak jauh lebih buruk dari kuda yang dinaikinya itu. Sehingga diluar sadarnya, Pawana itu-pun tersenyum sendiri.Ketika Pawana sudah keluar dari pintu gerbang kota, maka kudanya berlari agak cepat. Namun Pawana masih tetap menjaga agar kuda itu tidak berpacu.Sekali-sekali Pawana memang memperhatikan orang yang sedang berpapasan. Menurut perasaannya semua orang telah memperhatikan kudanya sangat bagus itu.Namun Pawana juga sempat berkata kepada
Read more
Bab 16. Kedalaman Hati
Sebenarnyalah bahwa Sedah Mirah terkejut mendengar kehadiran ketiga orang itu. Ketika mendengar suara orang halaman maka ia-pun bertanya kepada pembantunya, “Siapa yang datang?,”“Pawana.” jawab pembantunya itu.“O,” Sedah Mirah-pun segera bangkit dan keluar kehakiman lewat pintu samping. Pawana tentu sudah bertemu dengan Pawana dan Ki Waskita di jalan, karena keduanya belum terlalu lama berangkat menuju ke Saung Galuh.Ketika Sedah Mirah kemudian melihat Pawana yang menuntun kudanya, maka seperti yang disangka oleh Pawana, maka Sekar Mirah-pun berdesis, “Bukan main. Itulah kuda yang kau dapat dari Mataram?”“Ya,” sahut Pawana berbangga, “Pangeran Ardhakusuma benar-benar telah memberi aku seekor kuda sebagaimana dijanjikannya.”Sedah Mirah-pun ternyata lebih tertarik kepada kuda itu dari pada mempertanyakan keselamatan Pawana. Menurut Sekar Mirah agaknya kedatangun Pawana itu sudah merupakan pernyataan dari keselamatannya.Namun setelah mengamati kuda itu sejenak, maka Sedah Mirah-pun
Read more
Bab 17. Merenungi Diri
Pawana-pun kemudian minta diri. Mula-mula dimasukkannya kudanya ke kandang. Sementara pembantu rumah itu dengan heran melihat kuda itu dari ujung kepalanya sampai ke ujung ekornya.“Kenapa?” bertanya Pawana.“Kuda itu lebih besar dari kuda-kuda yang pernah aku lihat.” jawab anak itu.“Besarnya tidak banyak berselisih. Tetapi kau lihat perbedaan lainnya?” bertanya Pawana.“Kau bangga mempunyai kuda itu?” tiba-tiba saja anak itu bertanya.“Tentu. Tetapi kau belum menjawab pertanyaanku.”“Apa bedanya yang penting selain ujud yang lebih besar” bertanya Pawana pula.“Kuda ini tegar dan nampaknya sangat kuat” jawab anak itu.“Bagus” gumam Pawana, “ternyata kau dapat mengenali pula.”“Marilah” tiba-tiba saja anak itu mengajak, “kita lihat pliridan kita. Mungkin aku belum sepenuhnya membuat pliridan itu pulih seperti semula.”“Kau bawa cangkul” berkata Pawana kemudian.“Kau mau enak-enak melenggang dan aku yang harus membawa cangkul?” bertanya anak itu.Pawana tertawa. Katanya, “Jangan berkica
Read more
Bab 18. Latihan
Namun dalam pada itu, ketika mereka sedang meneguk segarnya air kelapa muda, angan-angan Pawana telah menyusuri kembali sungai kecil yang baru saja ditempuhnya. Di beberapa tempat terdapat arena yang sangat baik untuk melakukan latihan-latihan sebagaimana yang selalu dilakukan sebelumnya. Namun rasa-rasanya ada sesuatu yang agak lain pada perasaannya. Batu-batu yang besar dan berserakan itu akan dapat menjadi kawan yang sangat baik bagi latihan-latihan yang akan dilakukan.Laku yang telah dijalaninya, memang terasa meningkatkan segala sesuatu yang ada di dalam dirinya. Kekuatan, kemampuan, kecepatan bergerak, tenaga cadangan dan bahkan kekuatan ilmu yang ada di dalam dirinya, baik yang diterimanya dari Pandu mau-pun yang diterimanya dari Ki Waskita. Hubungan antara kehendak dan bangkitnya kekuatan ilmunya serasa menjadi jauh lebih cepat, sehingga dirasanya hampir tidak ada jarak waktu lagi yang diperlukan. Tanpa laku yang khusus, maka untuk mencapai tingkatan itu diperlukan waktu yang
Read more
Bab 19. Pendadaran
Jawaban Pawana memang agak mengejutkan. Katanya, “Aku menerimanya dari Ki Patih Pramanegara. Tidak ada yang mengajari aku mempergunakan ikat pinggang itu. Tetapi ketika Pangeran Ardhakusuma melihatnya, maka ia-pun telah memutar-mutar ikat pinggang itu beberapa saat dan memberikan sedikit petunjuk cara mempergunakannya. Selebihnya aku harus mengembangkan sendiri.”“Kami melihatnya” jawab Pandu, “namun di samping itu kami melihat sesuatu yang bergerak di dalam dadamu.”Pawana menunduk. Dengan nada datar ia mengatakan gejolak jiwanya ketika ia melihat langit yang luas tanpa tepi, bintang yang terhambur di langit dan dengan demikian ia menyadari tentang dirinya dihadapan Maha Penciptanya.Pandu dan Ki Waskita mengangguk-angguk. Satu segi telah dilihatnya. Pandu masih tetap merasa dirinya makhluk kecil bagi Penciptanya. Tidak lebih dari debu betapapun tinggi ilmu yang dimilikinya.“Bagus Pawana” berkata Ki Waskita, “karena itu kau-pun harus tetap menyadari, buat apa ilmu itu bagi dirimu.”P
Read more
Bab 20. Meningkatkan Diri
Sebenarnyalah, ketika Pawana sudah siap untuk berlatih di tepian sungai sebagaimana sering dilakukannya, maka tiba-tiba saja terdengar suara di kegelapan, “Kau terlalu rajin Pawana. Sekali-sekali beristirahatlah, agar kau tidak menjadi terlalu cepat tua.”Pawana mengerutkan keningnya. Namun ia pun segera menyadari bahwa Pangeran Ardhakusuma telah hadir pula ditempat itu.Karena itu, maka ia pun telah menarik nafas dalam-dalam sambil berdesis, “Marilah Pangeran. Mungkin sudah agak lama kita tidak berlatih bersama.”Tetapi Pangeran Ardhakusuma tertawa. Katanya, “Aku tidak ingin berlatih malam ini.”“O, jika demikian, marilah. Mungkin Pangeran ingin bercerita tentang kuda-kuda Pangeran?,” bertanya Pawana.“Aku tidak akan berceritera. Aku akan minta kau bercerita”, jawab Pangeran Ardhakusuma, “beberapa malam aku tidak dapat tidur karena satu keinginan untuk mengetahui ceriteramu.”Pawana mengerutkan keningnya. Ia tidak segera mengerti maksud Pangeran Ardhakusuma. Namun mereka berdua-pun ke
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status