All Chapters of Anak Kembar yang Dibedakan: Chapter 31 - Chapter 40
54 Chapters
31. Sabrina
“Toh pas Papa bangun nanti yang akan dicari pasti gue. Jadi, biar gue yang di sini.”Ucapan Sabia benar-benar menohokku. Benar. Mana mungkin Papa mencariku. Sabia memang lebih penting. Kukuh menggiringku keluar dari rumah sakit, sementara Sabia dan Pak Rully masih di dalam sana. Entah bagaimana pria yang berprofesi sebagai produser film itu menemukan kembaranku.“Siapa lelaki itu?” tanya Kukuh saat kami sudah berada di dalam mobil.Maksudnya Pak Rully?“Laki-laki yang datang dengan Sabia tadi.”“Pak Rully,” jawabku singkat.“Siapa dia?”Kenapa Kukuh begitu penasaran?Apa begitu penting keberadaan Pak Rully?“Bos Sabia.”Kukuh melirikku sebentar, lalu mulai menjalankan mobilnya. Keheningan terjadi diantara kami. Aku dengan pikiranku sendiri, dan Kukuh juga sama.Sudah hampir tengah malam jalanan tak begitu ramai. Pemandang
Read more
32. Sabia
Aku menatap plastik keresek yang tiba-tiba menggantung di depanku. Ada bungkusan makanan dan satu botol air mineral di dalamnya.Dua pasang sepatu sudah berdiri di depanku. Kalau sepasang nanti dikira orang gila. “Ambil,” titahnya tanpa basa-basi.Aku mendongak. Puput. Muka yang biasa ceria itu terlihat kesal menatapku. Berapa lama kami tak bertemu?“Nggak mau ambil?” tanyanya dengan muka jutek.Aku buru-buru mengambil kantong yang disodorkan olehnya. Sejak pagi memang aku tak mengisi perutku dengan makanan apa pun. Bukan karena masih diet, tapi melihat kondisi Papa yang belum juga membuka mata membuat nafsu makanku benar-benar menghilang.Belum lagi mata yang belum tidur dari semalam. Semalaman Pak Rully menemaniku di rumah sakit. Kami saling diam setelah perkataannya yang mengejutkanku. Otakku masih loading untuk menerima pengakuannya yang aneh itu.“Jadi karena ini lu pergi dari kita dan nggak kasih kabar sama sekali?” tanya Puput kesal. Dia sudah duduk di sebelahku dengan muka
Read more
33. Sabrina
“Nanti siang, kita ke rumah sakit menjenguk Papamu,” ucap Mama ketika kami duduk bersama di ruang makan membuatku menghentikan suapan.Serius?Sejak kapan Mama mengkhawatirkan kondisi Papa?“Mama serius?” tanyaku meyakinkan.Mama mengangguk. “Memangnya siapa yang menjaga Papamu di rumah sakit?”“Ada Sabia, Ma.”“Sabia?”Ganti aku yang mengangguk mengiyakan. “Kemarin Sabia datang bersama Pak Rully.”Kulihat Mama sedikit terkejut. “Selama ini dia dengan Pak Rully?Aku menggeleng tak tahu. Rasanya tidak mungkin, karena beberapa kali Pak Rully menanyakan keberadaan Sabia padaku. Aku juga masih merasa penasaran bagaimana bisa Pak Rully datang bersama Sabia.“Aku nggak tahu, Ma. Beberapa hari lalu Pak Rully sempat menanyakan Sabia juga.”Mama mendengus sebal. “Anak itu memang merepotkan. Sampai bosnya saja mencarinya.”Aku menaikkan kedua bahuku. “Cari perhatian saja dia. Mama yakin Sabia juga punya perasaan lebih pada Pak Rully. Siapa yang tidak tergoda mempunyai bos tampan dan kaya. Ingat
Read more
34. Sabia
“Saya calon mertuanya Sabia.”Aku melotot mendengar penuturan Tante Mirna, lalu melirik Pak Rully yang juga kelihatan terkejut.“Mungkin maksudnya Sabrina, bukan begitu Pak Rully?” tanya Mama seolah tak terima kalau aku yang dijadikan menantu oleh Tante Mirna.Aku melotot ke arah Pak Rully yang gugup. Seolah mata ini memakinya.‘Buaya!’Bilangnya cinta aku. Pret! Makan tuh, cinta. Awas saja nanti kalau sedang berdua, bakal aku jitak kepalanya sampai keluar lato-latonya. Benjol maksudnya.“Maaf, Sabrina itu siapa?” Aku yakin Tante Mirna pura-pura tak kenal, padahal aku sudah sering cerita tentang keluargaku. Kulihat wajah Mama memucat.Kenapa?Baru sadarkah kalau aku lebih dikenal dibanding Sabrina? Jelas sekali kan, bagaimana Mama memperlakukanku dan Sabrina.“Ini Sabrina.” Mama menarik lengan Sabrina agar berhadapan dengan Tante Mirna. 
Read more
35. Sabrina
Aku memilih keluar dari dalam rumah sakit dari pada harus mempermalukan diri di depan Pak Rully dan Ibunya. Bisa-bisanya Mama melakukan hal seperti itu. Lagi pula, aku sama sekali tak menyukai Pak Rully. Kami hanya sebatas rekan kerja.Mama saja yang terlalu obsesi ingin aku mendekati Pak Rully. Dengan kejadian ini, semoga Mama akan berhenti menyuruhku mendekati lelaki yang mungkin akan menjadi kakak iparku itu.Aku sempat beberapa kali menabrak orang yang menghalangi jalanku. Meminta maaf, lalu segera keluar mencari ojek. Soal Mama, biarlah. Aku sangat lelah menghadapinya.Suara klakson mobil yang berbunyi nyaring ditelingaku, membuatku sedikit menggeser berdiriku. Mungkin aku menghalangi jalannya.Bukannya berhenti, si pengendara mobil malah terus membunyikan klakson makin kencang. Dengan kesal, aku menengok penasaran.Adam?Aku sangat paham mobil yang dikendarainya.“Lu ngapain disana?” t
Read more
36. Sabia
Dokter sudah memberi izin untukku masuk ke ruangan Papa. Di sini. Di sisi Papa, diruangan dingin yang sudah beberapa hari Papa tinggali, aku duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang Papa. Sudah 3 hari Papa belum juga mau membuka matanya.“Papa ngambek ya, sama Sabia?” tanyaku sendiri. Walaupun Papa tak meresponsku, kata dokter Papa harus tetap diajak komunikasi.“Sabia sudah pulang, Pa. Papa pasti bangga melihat Sabia sudah kurus sekarang. Sabia sudah cantik nih, Pa. Sabia diet loh, Pa, biar mirip dikit kayak Sabrina. Papa tahu kan, Mama akan senang kalau anak-anaknya terlihat cantik."Aku memegang telapak tangan Papa yang baru kusadari kulitnya mulai keriput menandakan usianya tak lagi muda. Tangan itu terasa dingin, tak sehangat biasanya. “Papa bilang mau melihat Sabia menikah, Papa nggak mau lihat calon menantu Papa yang menyebalkan itu? Kenalan kek minimal. Ganteng loh, Pa," lirihku. "Banyak sekali yang ingin Sabia cerit
Read more
37. Sabrina
Aku harus ke mana?Setelah bertengkar dengan Mama, aku meninggalkan Mama di lokasi syuting. Aku berjalan menyusuri trotoar jalanan yang ramai. Biar saja orang-orang melihatku aneh, yang penting aku terbebas dari Mama.Persetan dengan proyek series itu. Mereka bisa mengganti peranku dengan orang lain. Sejak awal memang aku tak ingin menjadi artis, hanya saja Mama terus memaksaku. Bukan hanya aku, tapi juga memaksa Sabia agar menjadikanku pemeran utama. Aku sudah tak punya muka di depan teman-teman syutingku. Mereka melihatku dengan tatapan mengejek, belum lagi ketikan jari netizen di berbagai media sosial yang terus memojokkanku. Kulihat namaku dan Sabia bahkan trending di sosial media burung putih. Komentar-komentar mereka jelas merusak kepercayaan diriku. Tugas pertamaku adalah mencari pelaku yang merekam dan menyebarkan video itu. Kepalaku hampir pecah memikirkannya.Aku kembali ke rumah Papa yang te
Read more
38. Sabia
Aku menatap kedua lelaki di hadapanku dengan risi. Pasalnya mereka sudah berjabat tangan lebih dari 5 menit dengan saling melempar tatapan tajam. Aku khawatir mereka jadi jatuh cinta.Astaghfirullah, tobat Sabia!Aku memisah tangan mereka dengan keras membuat mereka menatap ke arahku penuh tanya.“Pamali satu gender saling tatap-tatapan begitu,” ujarku menatap keduanya kesal. “takut ada jin lewat terus bikin kalian jatuh cinta.”Pak Rully dan Kukuh bergidik jijik lalu saling melempar tatapan kesal. Lagian ada-ada saja mereka, perkenalan macam apa yang mereka lontarkan satu sama lain.“Ada apa Bapak datang kemari?” tanyaku pada Pak Rully.“Jadi hanya dia yang boleh datang kemari?” Pak Rully menunjuk Kukuh.Astaghfirullah, salah lagi. Aku menepuk jidatku keras. “Bukan begitu, Pak—““Baperan!” sindir Kukuh sambil menatap sinis Pak Rully.“Kamu men
Read more
39. Sabrina
“Sabrina?!”Aku bergeming. Bagaimana dia bisa tahu kalau aku di sini? Padahal sudah mati-matian aku pergi dan pulang secara diam-diam menghindari orang-oramg yang mengenalku, termasuk dia. Persembunyian ku ternyata gagal total.Aku memejamkan mata, menarik napas, lalu mengembuskannya perlahan sebelum membalikkan badan.“Semua orang cariin—““Gue tahu,” selaku tanpa menoleh ke arahnya. “Tadi—“ sebelum dia meneruskan ucapannya, aku membalikkan badan menatapnya nanar. “Kenapa lu tahu gue di sini?” Tanyaku. Kini, kami sudah saling berhadapan.“Nggak sengaja lewat,” jawabnya. “Terakhir saat gue balikin mobil ingat kalau gerbang gue selop. Tadi gue lihat terbuka.”Kukuh berjalan mendekatiku. “Bri, Sabia nyariin lu, dia khawatir sama lu.”Benarkah?Aku tertegun sejenak, kemudian mengembalikan ekspresiku seperti semula.“L
Read more
40. Sabia
Mama menatap sengit Pak Rully sementara aku menatapnya tak percaya. “Bagi saya, cukup Sabia membalas cinta saya, maka saya akan lakukan apa pun untuknya. Termasuk jika dia meminta Sabrina keluar dari series itu.”Perkataan Pak Rully menari di benakku. Seperti ada bunga yang bermekaran di dalam hatiku. Ibarat seperti Padang tandus yang di guyur air hujan satu tahun yang mengakibatkan rumput tumbuh tanpa izin.Anggap saja begitu.Aku tak bisa mengungkapkannya, tapi aku yakin wajahku sudah semerah buah naga.Kalau tomat asem, buah naga saja yang ada manis-manisnya seperti aku.“Pak—“Tatapan kami beralih ke beberapa perawat dan seorang dokter yang masuk ke ruangan Papa. Mama yang mau memprotes ucapan Pak Rully pun mengurungkan niatnya saat melihat mereka masuk ruangan Papa.Ada apa?Jiwa kepo ku bergejolak. Melirik dari balik celah pintu, aku bernapas lega karena mereka hanya
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status