Все главы Anak Kembar yang Dibedakan: Глава 41 - Глава 50
54
41. Sabrina
Aku menjatuhkan diri di atas kasur. Mataku menerawang menatap langit-langit kamar Sabia dengan hiasan bintang dan bulan. Entah kenapa kamar Sabia jadi terasa nyaman, dan membuatku betah berdiam diri di dalamnya. Aku akan meneruskan membaca novel karya Sabia yang lainnya. Dulu, membaca adalah hal yang sangat aku jauhi, buku pelajaran saja aku enggan membacanya, apalagi sebuah novel. Tapi, buku-buku Sabia benar-benar membuatku merasa candu untuk terus membuka lembarannya. Pikiranku tiba-tiba saja mengingat kejadian sebelum aku memasuki rumah.Apa maksud ucapan Kukuh tadi?Apa dia juga menyukaiku seperti aku menyukainya?Dadaku menghangat mengingat perkataan lelaki yang katanya sudah bersahabat lama dengan Sabia itu. Membayangkan mereka dekat lalu tertawa bersama membuatku sedikit panas. Kenapa tidak aku saja dulu yang mengenal Kukuh?Ah, Sabia, kamu benar-benar beruntung.Aku merogoh saku, tering
Читайте больше
42. Sabia
“Alhamdulillah, Pak Surya sudah membuka matanya.”Aku memegang. Bukan karena tak senang, tapi karena aku sudah berprasangka buruk terhadap Mama.Astaghfirullah.Urusan dengan Mama akan kuurus nanti setelah Papa benar-benar pulih. Aku yakin Mama juga mungkin akan memakluminya.Setelah memastikan kondisi Papa stabil, dokter akan memindahkan Papa ke ruang rawat inap. Setelah itu, barulah kami boleh menemuinya. “Pa,” lirihku setelah dokter memperbolehkan aku menemui Papa.Papa tersenyum sembari melambaikan tangan ke arahku. Segera mendekat, aku mencium tangan Papa takzim, sementara Pak Rully masih menunggu di luar ruangan.“Kamu nggak pernah makan?” tanya Papa dengan suara parau.Aku tertawa. “Kamu kurus sekali. Apa selama tinggal dengan Mamamu, dia tak memberimu makan?” tanya Papa lagi.Aku menggeleng. “Maafkan Sabia, Pah.”“Papa senang kamu baik-
Читайте больше
43. Sabrina
“Kalian pacaran?”Aku dan Kukuh saling melempar pandangan lalu menunduk bersama. Kami sudah seperti anak muda yang sedang terkena cinta monyet. Sabia tertawa mengejek. Suasana seperti ini tak pernah kami bayangkan sebelumnya. Siapa yang menyangka jika sakitnya Papa akan membuat kecanggungan aku dan Sabia sedikit mengikis. “Gue mau ketemu Papa,” ucapku menghindari tatapan meminta penjelasan dari Sabia.“Gue juga,” kata Kukuh.Sabia mengumpat kesal. Kami yang seperti ini seperti anak kecil yang berebut mainan. Senang sekali rasanya, kami tertawa bersama. Suasana rumah sakit padahal sudah sepi karena sudah larut malam. Tapi bagi kami seolah tak masalah dengan keadaan, tetap tertawa bersama. Hingga kami masuk ke dalam ruangan Papa sedikit tertegun dengan pemandangan di depan mata.Papa, sedang tertawa bersama Pak Rully. Aku melirik Sabia yang juga menatap tak percaya. Pandai sekali lelak
Читайте больше
44. Sabia
“Bi.” Aku membuka mata saat ada yang menyebut namaku. Aku melonjak ketika wajah Pak Rully hanya berjarak sepuluh senti dari wajahku. “Bapak ngapain?!” aku menyilangkan kedua tangan di depan dada.Apa dia sudah tak sabar anu? Astaghfirullah. Di rumah sakit saja berani mau macam-macam, apalagi nanti kalau sudah menikah?Bisa—aku menggelengkan kepala tak sanggup membayangkan. Kepalaku di dorong oleh Pak Rully“Mikir apa kamu Sabia?” Pak Rully menatapku kesal.“Bapak yang ngapain dekat-dekat saya? Astaghfirullah, Pak, belum halal, Pak. Sabar.”“Jadi kamu mau saya halalin?”“Ya, mau, lah.” Aku membekap mulutku sendiri dengan tangan begitu sadar dengan apa yang kuucapkan barusan.Keceplosan!Ya ampun Sabia, jaga image. Jadi perempuan harus pura-pura jual mahal.Aku menggetok kepalaku sendiri.“Ya, sudah, ayo!”
Читайте больше
45. Sabia
“Dari mana Sabrina mendapatkan obat ini?” tanyaku dengan perasaan kalut.Apa begitu berat masalah hidupnya sampai harus mengonsumsi obat haram ini? Astaghfirullah, Sabrina.Apa video itu penyebabnya? Atau karena Mama yang terus memaksanya melakukan hal yang tak ia sukai?Akting dan kegiatan lain yang membuatnya tertekan.“Sabia,” panggil Pak Rully lirih. “Sebaiknya kita tanyakan langsung saja pada Sabrina.”Aku bergeming. Berpikir bagaimana caranya untuk sedikit meringankan beban Sabrina. Bagaimanapun juga dia kembaranku, walaupun hubungan kami tak baik, dia satu-satunya saudara yang kupunya. Seperti yang Papa ucapkan berkali-kali. Kelak kami akan saling membutuhkan, dan kini Sabrina tengah membutuhkanku.“Sabia.”“Pak, apa berbicara di depan kamera itu sulit?” tanyaku membuat Pak Rully menautkan alisnya.“Saya sudah memutuskan—““Sabia—“
Читайте больше
46. Sabrina
Aku masuk ke ruangan Papa tak lama setelah kepergian Sabia. Entah kenapa hatiku panas ketika Kukuh dan Pak Rully berebut menawarkan diri untuk mengantar pulang kembaranku itu.Kalau Pak Rully sih, silakan saja. Kalau Kukuh? Jelas aku merasa cemburu. Bahkan dia tak sadar ketika aku menatapnya kesal. Dasar tak peka!Untunglah Sabia memilih Pak Rully yang mengantarnya. Aku tak berbicara apa pun padanya setelah kejadian itu. Biarkan saja dia introspeksi diri. Beraninya mengucap cinta padaku tapi masih berniat mengantar Sabia pulang.Ya, walaupun mereka berteman, setidaknya hargai posisiku.“Pa,” lirihku mengeluh punggung tangannya yang terasa sedikit hangat. “ternyata seperti ini rasanya cemburu.”Dulu aku merasa cemburu pada Sabia yang dekat dengan Papa, seorang aku cemburu Sabia dekat dengan Kukuh. “Dia bilang suka sama aku, tapi dia masih mendekati Sabia. Aku tahu mereka sudah berteman
Читайте больше
47. Sabia
“Gue ingat, Bi.”Aku menatap antusias pada Sabrina. “Lu curiga seseorang?”Sabrina mengangguk. “Siapa?”Sabrina terdiam, menatapku dengan pandangan yang tak dapat kuartikan. Lalu menggeleng. Aku mengernyit.“Lupakan,” katanya.“Bri?”Entah kenapa aku merasa Sabrina menyembunyikan sesuatu. Apa sebenarnya yang terjadi?“Nggak usah diperpanjang,” kata Sabrina sambil menunduk. “Nanti juga bakal hilang sendiri kok, beritanya.”Aku menatapnya kecewa. Bukan soal hilang atau tidaknya berita itu, tapi aku hanya ingin menjaga nama baik Mama dan Sabrina. Apa dia tidak mengerti itu?Netizen juga tak akan respek lagi dengannya, kenapa Sabrina begitu menggampangkan masalah ini?“Bri, nggak bisa gitu, dong. Ini harus segera diselesaikan.”Mata Sabrina tampak menerawang, lalu tersenyum tipis. “Biar gue yang urus,” katanya lalu duduk di kursi.Tangannya memijit kedua pelipisnya. Aku mencoba mendekatinya.“Bri,” lirihku.“Tolong hargai keputusan gue.”Aku bergeming menatap Sabrina penuh tanya. Teka t
Читайте больше
48. Sabrina
“Gue ingat, Bi!” Ya, sekarang aku ingat betul bahwa aku sendiri yang merekam kejadian itu dengan ponsel yang biasa kugunakan untuk mengunggah barang-barang endors dan ponsel itu berada di tangan Risa.Sial. Risa!Teganya dia berani menusukku dari belakang setelah apa yang aku lakukan padanya. Kukira dia akan menjadi pembela untukku, nyatanya malah dia yang menjadi duri dalam selimut.“Siapa?” tanya Sabia penasaran.Aku menatap Sabia, banyak sekali perdebatan di benakku antara berkata jujur atau aku berbohong saja. Padahal Sabia begitu baik mau mencari tahu dalang dibalik semua video itu. Astaga. Aku bahkan terlihat menyedihkan dan sangat stres kemarin dengan adanya video itu. Tanpa sadar bahwa akulah pelaku yang telah merekamnya. Aku sendiri yang menggali lubang, kemudian Risa mendorongku ke dalamnya.Risa?“Lupakan,” kataku akhirnya.Sabia tampak tak puas dengan jawabku, tapi aku terus berdalih agar dia melupakan masalah ini dan biarkan aku saja yang mengurusnya. Tatapan kecewa d
Читайте больше
49. Sabia
“Saya terima nikah dan kawinnya Sabia Maryam binti Surya Nugraha dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”“Saya terima nikah dan kawinnya Sabrina Maryam binti Surya Nugraha dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”“Sah!”Air mataku mengalir tanpa sadar setelah para saksi dari dokter dan perawat menyaksikan pernikahan kami. Aku baru tahu, jika dokter Kalandra pernah menempuh pendidikan di pesantren, jadi kami tak perlu memanggil seorang ahli agama. Tak ada pesta, tak ada hiasan di wajah, hanya akad sederhana yang berlangsung di rumah sakit. Dengan baju gamis sederhana yang dibawakan oleh Tante Mirna, aku telah sah menjadi seorang istri. Sungguh, ini bukan jenis pernikahan yang menjadi impianku. Tapi, tak mengapa, demi Papa aku akan menjalaninya.Setidaknya aku telah memenuhi permintaan Papa untuk terakhir kalinya. Aku mewujudkan keinginan Papa untuk menjadi wali nikahku walaupun dalam kondisi terbaring lemah. Aku mencium tangan lelaki yang sudah sah menjadi suamiku dengan takzim. K
Читайте больше
50. Sabrina
“Saya terima nikah dan kawinnya Sabrina Maryam binti Surya Nugraha dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”“Sah!”Aku mengucap syukur hamdalah ketika dengan lancar lelaki itu mengucapkan ijab qobul di depan Papa, penghulu dan beberapa saksi lainnya. Setelah drama panjang yang dibuat oleh Mama, akhirnya aku bisa menikah dengan lelaki yang kucintai.Begitu pula dengan Sabia, kami lahir dan menikah di hari yang sama dengan kondisi yang berbeda. Harusnya aku bahagia, tapi perasaan sedihku lebih mendominasi dari pada bahagiaku. Melihat Papa yang terbaring kemudian menjadi saksi nikah kami, membuatku miris.Bukankah pernikahan harusnya disambut dengan suka cita?Tapi tidak dengan pernikahan kami.Aku bahkan hanya memakai baju sederhana yang dia bawa dari rumah. Katanya ini baju nikah Ibunya dulu. Padahal, impianku adalah menikah dengan mewah bak putri raja.Bukan seperti ini.
Читайте больше
Предыдущий
123456
DMCA.com Protection Status