Semua Bab Takdir Cinta Perempuan Malam: Bab 31 - Bab 40
91 Bab
Bab 31. Oliver
Hari ini adalah hari paling menyedihkan bagi pria bernama Oliver. Bagaimana tidak? Ia resah setelah menerima undangan saudara tirinya—Damian.Sepanjang hari ia merasa hidupnya tertekan karena bersaing dengan saudara tirinya dan juga perselisihan yang tak kunjung berakhir.Dengan wajah kesal ia menghampiri Eric yang sedang bercengkerama dengan beberapa model."Eric, pergi ke ruanganku, sekarang!" perintah Oliver.Selama ini, pria penggoda wanita itu nyaris tidak pernah menunjukkan sikap tegasnya. Terlebih kepada Eric, Oliver nyaris tidak berani menunjukkan kemarahannya. Bukan tanpa sebab, tanpa Eric agency itu tidak akan berjalan. Ya. Eric memang Manager agency yang bisa diandalkan. Mendengar nada suara Oliver yang ditekan, Eric langsung bangkit dan berjalan cepat menuju ruangan seorang teman sekaligus bosnya itu. "Ada masalah apa? Kenapa kamu? Damian lagi? Sudahlah, jangan bersaing dengannya. Hiduplah dengan damai," ujar Eric berusaha menenangkan. Tak sekedar menenangkan, Eric juga
Baca selengkapnya
Bab 32. Rumah Sakit Jiwa
Mentari pagi menyeruak masuk melewati celah jendela. Pagi ini tak seperti biasanya. Merry masih terlelap bergelung selimut putih miliknya. Sedangkan Damian sudah rapi.Pria tampan itu tampak tergesa meninggalkan kamar, tanpa memberi tahu istrinya. Suara pintu berderit membuat Merry yang terkejut seketika membuka mata. Hal pertama yang ia lakukan adalah memeriksa kondisi tubuhnya. Matanya melotot ke arah dalam selimut. "Pakaianku masih lengkap. Astaga, apa yang kupikirkan. Kami bahkan sudah menikah," lirih Merry kemudian beranjak menuruni ranjang. Kini, sorot matanya tertuju pada sofa yang terletak di sudut kamar. Berantakan. Ada selimut menjuntai dan juga bantal di sana. Merry menelan ludah ketika menyadari ternyata suaminya tak tidur seranjang dengannya semalam. Karena tak mau pikirannya terus berputar memikirkan Damian, akhirnya Merry segera melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. *****Kini Merry tampak cantik dengan pakaian santai berwarna senada, ia melenggang
Baca selengkapnya
Bab 33. Korban Sebastian
Merry membuka matanya perlahan. Terkejut. Seketika ia membenarkan posisi tubuhnya dengan beranjak duduk. "Damian," panggilnya dengan suara lirih. Sementara tepat di samping Damian, ada seorang wanita yang sedang menggenggam erat seikat bunga mawar merah pemberian Damian. Merry tak berani menatap, hanya mengamati dari sudut matanya saja. Dan di sebelah Damian lainnya tampak Tuan Sameer, salah seorang maid dan juga seorang suster. "Bayi laki-laki, oh ... apakah dia bayiku?" Perempuan dengan pakaian putih itu menunjuk ke arah Dave, membuat mata Merry terbelalak. "Jangan sentuh!" teriak Merry. Merry bahkan langsung beranjak dan memeluk Dave, siapa sangka jika perempuan yang membuat Merry pingsan itu justru berusaha memeluk Dave kecil. "Bayiku, oh ... anakku sayang. Ke mana saja kamu?""Jangan sentuh anakku! Damian, tolong hentikan dia!" Merry berteriak sambil menarik-narik kemeja yang dikenakan oleh Damian. Bukannya membantu, tapi Damian justru memeluk dan mengelus punggung Merry.
Baca selengkapnya
Bab 34. Sandiwara Cinta
Damian dan Merry duduk berdua di sebuah taman pusat kota. Keduanya duduk di salah satu kursi panjang berwarna putih. Suasana di sana sangat ramai oleh pengunjung taman. Meski begitu Damian merasa sangat nyaman. Setidaknya tak seorangpun yang ia kenal ikut serta bersama mereka. "Merry, apa kau sudah siap mendengarkan semuanya?" tanya Damian berusaha memastikan. "Siap, hanya saja aku masih memikirkan kondisi Ayah. Bagaimanapun, aku belum sekalipun menjenguknya. Anak macam apa aku ini? Menjengkelkan," rutuknya. Damian tersenyum samar, "Besok aku akan mengantarkan kamu menemui Ayahmu. Tapi tidak untuk hari ini. Tenanglah, Sameer sudah membawa seseorang yang bisa merawatnya."Sejenak keduanya sama-sama terdiam. Perlahan buku jemari Damian menggenggam erat tangan Merry begitu erat. "Merry, aku tahu mengembalikan trauma yang kutinggalkan tidak mudah. Itu sebabnya aku membuat kesepakatan ini. Begini, selama pernikahan ini, aku tidak akan menyentuhmu, kecuali kau yang meminta atau kau send
Baca selengkapnya
Bab 35. Pelaku Kejahatan
Damian melempar nyaris seluruh isi kamar tidurnya. Barang-barang itu tak lain milik Oliver. Sementara Sebastian hanya bisa pasrah menyaksikan kemarahan putranya. Sebelumnya, Damian memilih diam. Ia bahkan terlihat seperti pecundang. Entah mengapa, mendadak semangatnya kembali menggebu?"Tolong kemasi barang-barangku," pinta Oliver. Pemuda yang sudah tidak punya daya itu, kali ini terlihat berbicara dengan nada sopan. Entah apa yang sedang ia rencanakan sebenarnya. Para maid itu mengangguk bersamaan, lalu mereka mengerjakan apa yang baru saja diperintahkan oleh Damian. "Ayah, aku akan tinggal di apartemen mulai malam ini," ujar Oliver kemudian. Mungkinkah ia telah putus asa hingga harus mengalah? Entah. Tadinya Oliver melangkah melewati Merry, tentu saja niatnya akan menuruni tangga. Menunggu di lantai dasar, mungkin lebih baik baginya. Atau justru ia ingin menghindari Damian?Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, tepat ketika melintas di depan Merry kakinya tercekat. "Aku m
Baca selengkapnya
Bab 36. Sisi Lain Oliver
POV MerryHari ini aku sangat kesal sekali. Kesal karena ternyata hidupku penuh drama yang menyedihkan. Pertama kalinya aku kembali bekerja menekuni profesiku sebagai model pasca menikah, bukanlah hal yang mudah. Terlebih, aku bekerja di perusahaan yang toxic. Pemiliknya saling berseteru. Seperti saat ini, aku dihadapkan dengan pria yang selama ini kupanggil Pria cabul. Ya, namanya Oliver. Pagi ini aku sangat terkejut, bahkan seketika membeku setelah melihatnya berbeda, tak seperti biasanya. Rambutnya acak-acakan. Biasanya, dia selalu wangi dan rapi untuk memikat para gadis di sekitarnya. Sungguh. Ini rasanya bukan dia. "Oh, apa kau sudah siap? Kau sudah datang ya, maaf ya aku baru bangun. Tunggu aku bersiap," ujarnya. "Ya, aku akan menunggu. Oh ya, aku menemui Eric lebih dulu," sahutku kemudian.Ia hanya mengangguk sembari menutupi sebagian wajahnya dengan tangan. Sepertinya ia sangat malu karena kutemukan dalam kondisi berantakan. Setelahnya, aku melangkah menyusuri lorong se
Baca selengkapnya
Bab 37. Kecurigaan Merry
Jantungnya berdegup kencang, ketika Merry menyadari suaminya tak berada di mansion milik Sebastian. Langkahnya bahkan sempat terhenti di tengah anak tangga saat ia tahu si empunya mansion sedang berdiri menunggu tepat di depan dasar anak tangga.Sebastian menatap Merry dengan pandangan tajam, bibirnya menegang dalam ekspresi kemarahan yang sulit disembunyikan. "Apa maksudmu dengan tinggal di sini, Merry?" desisnya, suaranya dipenuhi dengan kebencian yang menyengat.Merry menelan ludah, mencoba menemukan keberanian untuk menjawab. "Ini rumah Damian juga, bukan hanya milikmu, Sebastian," ucapnya, mencoba menegaskan haknya."Tidak peduli apa yang kamu pikirkan!" Sebastian menghentakkan kakinya ke lantai kayu dengan keras. "Kamu tidak pantas tinggal di sini. Ini bukan tempatmu!"Merry menatap Sebastian dengan tatapan tajam."Ini bukan pilihanku. Damian adalah putramu juga, ingatkan itu," jawabnya dengan mantap, meskipun hatinya berdebar-debar.Sebastian menatap Merry seolah ingin menusukn
Baca selengkapnya
Bab 38. Rencana Oliver
Oliver memarkirkan mobilnya di pinggir jalanan sepi, ia bahkan sengaja menempatkan mobilnya tepat di bawah pepohonan rimbun di sebuah halaman kosong.Oliver memarkirkan mobilnya di pinggir jalanan sepi, memastikan agar tidak menarik perhatian siapa pun.Ia bahkan sengaja menempatkan mobilnya tepat di bawah pepohonan rimbun di sebuah halaman kosong, menciptakan bayangan yang cukup untuk menyembunyikan kendaraan mereka. Dengan hati-hati, ia mematikan mesin mobil dan menoleh ke arah Merry dengan ekspresi serius."Merry, kita harus hati-hati," bisik Oliver dengan suara yang rendah.Merry mengangguk, wajahnya pucat karena ketegangan. "Aku siap," jawabnya dengan suara gemetar.Mereka berdua keluar dari mobil dengan hati-hati, menghindari perhatian orang-orang di sekitar mereka.Oliver memimpin langkah mereka, melangkah dengan langkah ringan dan cepat. Mereka menuju ke arah gedung kosong di seberang jalan, tempat Damian dan Sameer terakhir kali mereka lihat.Saat mereka mendekati gedung itu,
Baca selengkapnya
Bab 39. Pelaku Sebenarnya
Jantung Merry semakin berdebar keras saat keduanya mulai membuka topeng mereka.Oliver, yang paham dengan situasi itu, langsung memeluk Merry, seolah memberikan efek tenang pada wanita itu.Merry merasakan kehangatan tubuh Oliver, dan itu membuatnya sedikit merasa lega di tengah ketegangan yang menyelimuti mereka.Mata Merry memperhatikan dengan tegang ketika kedua pria itu akhirnya mengungkapkan wajah mereka.Namun, apa yang dia lihat membuatnya terkejut. Kedua orang di balik topeng-topeng itu adalah suaminya sendiri—Damian, dan bodyguard setianya—Tuan Sameer. Air matanya seketika tumpah begitu menyadari identitas mereka.Merry menatap Damian dengan mata penuh kekecewaan dan kesedihan. Dia tidak pernah membayangkan bahwa suaminya akan terlibat dalam rencana jahat seperti ini.Sedangkan Tuan Sameer, sosok yang selama ini dianggapnya sebagai pelindung, kini menjadi bagian dari segala kejahatan yang terjadi.Perasaan campur aduk memenuhi pikiran Merry. Kekecewaan, rasa sakit, dan juga r
Baca selengkapnya
Bab 40. Suamiku Psikopat
Hari-hari berlalu dengan penuh ketakutan bagi Merry di dalam mansion. Setiap kali Damian mencoba menyentuhnya atau mendekatinya, Merry menolak dengan berbagai alasan yang beralasan, menciptakan jarak antara mereka. Tetapi seiring berjalannya waktu, ketegangan di antara mereka semakin memuncak.Suatu hari, ketika Damian mencoba memeluk Merry di ruang tamu, Merry menarik diri dengan cepat. "Damian, aku tidak ingin kita berpelukan sekarang. Aku masih belum siap," ujarnya dengan suara yang gemetar.Damian menatapnya dengan ekspresi yang penuh dengan frustrasi. "Merry, sudah cukup! Aku tidak bisa terus menerima penolakanmu. Apa yang salah dengan kita? Apakah kamu tidak mencintaiku lagi?" katanya dengan suara yang meninggi.Merry menelan ludah, mencoba untuk menenangkan Damian. "Tidak, Damian, itu bukan itu... Aku hanya butuh waktu," ucapnya dengan suara yang lemah.Tetapi Damian tidak bisa menerima penjelasan Merry. Dengan penuh kemarahan, dia menghambur keluar dari ruangan, meninggalka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status