All Chapters of LEBIH BAIK KITA BERPISAH: Chapter 41 - Chapter 50
60 Chapters
Bab 41
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 41(Jonas, aku mohon, kirimkan foto bayi itu sekali saja, plis.)Pesanku centang biru tak lama kemudian. Aku menunggu dengan hati berdebar. Seperti apakah bayi yang kemarin kulahirkan? Apakah dia seperti aku atau Jonas? Apakah dia menangis saat dilahirkan? Apa yang dia minum? Dengan siapa dia tidur? Dan setelah Tante Ivanka meninggal dunia, siapa yang akan merawatnya?Dan, kenapa tiba-tiba aku jadi peduli padanya?'Rasakanlah dalam hatimu, apakah kau benar-benar tak punya naluri seorang Ibu?'Kata-kata Biru kemarin kembali terngiang. Biru yang ingin kurayu dan kujebak, malah menghantam sanubariku dengan kata-kata dan kalimat nasehat yang menohok, yang hingga kini masih terus kuingat.Sudah lebih dari sepuluh menit berlalu, Jonas tak juga membalas pesanku. Aku gelisah, seperti tengah menanti sesuatu yang tak pasti. Dengan perut sakit bekas jahitan sesar, aku melangkah mondar mandir, perlahan-lahan seperti siput. Aku meringis setiap kali bergerak, merasakan luka
Read more
Bab 42
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 42PoV SENJA"Jadi, bagaimana dengan Marsya, Dok?""Indikasi depresi berat, memang gejalanya seperti itu. Gelisah, cemas berlebihan dan gugup. Kemudian, semua itu menyebar ke rasa sakit fisiknya. Dia akan mudah merasa sakit kepala, sakit perut, dan sakit di bagian lain tubuh. Terlebih, Marsya baru saja melahirkan. Kondisi fisikny semakin parah karena psikisnya digempur habis-habisan."Aku termangu mendengar pernyataan dokter Risma, psikiater yang menangani Marsya. Setelah dia pingsan, kami melarikannya ke rumah sakit. Sekilas dari pemeriksaan fisik, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Dokter lalu menyarankan konsultasi dengan psikiater saat melihat Marsya terus saja diam setelah dia siuman. Tiga jam sesi pribadinya dengan dokternya Risma, hingga dokter cantik tersebut akhirnya menarik kesimpulan."Dia bicara sambil menangis, kadang tiba-tiba tertawa. Kasihan, sesungguhnya dia sangat tertekan. Dari ceritanya, orang tuanya lah yang sejak kecil menggempur psikisnya
Read more
Bab 43
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 43"Hay, Senja…"Aku membeku. Lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Clay berdiri di depanku dengan senyum tipisnya yang kaku. "Maaf, aku datang tanpa memberitahu lebih dulu. Ada sesuatu yang perlu kubicarakan."Ah, kenapa sepertinya urusanku dengan Marsya dan keluarganya tak pernah usai? Jonas sudah pergi, dia bisa tenang disana meski masih menata hati. Sementara aku disini, harus menyelesaikan masalah yang dia tinggalkan. Ugghh, kalau ingat dulu dia pernah menyakitiku, rasanya aku tak rela melakukan ini dan itu untuknya. Seandainya saja dia tak pernah main perempuan, apalagi dengan perempuan seperti Marsya, rasanya hidupnya dan hidupku pasti akan baik-baik saja.Lelaki itu masih memandangiku. Aku dengan segera menguasai diri."Maaf juga, tapi sepertinya, kita tidak saling kenal.""Saya Abangnya Marsya. Kita bertemu di rumah sakit."Dari belakang, Mbak Arin mencubit pinggangku."Bisa ikut saya? Kita bicara di cafe depan."Aku menggeleng dengan cepat."Ti
Read more
Bab 44
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 44Seminggu berlalu, kasus kebakaran hebat di Villa Permata Indah itu masih menjadi perbincangan. Kebakaran yang menewaskan keluarga pebisnis kaya raya, Ruslan Hendrawan, beserta seluruh keluarganya. Enam jenazah yang telah menghitam ditemukan di antara reruntuhan rumah mewah milik keluarga Marsya. Beruntung, rumah kiri kanan dibatasi halaman luas seperti umumnya rumah-rumah mewah bergaya Eropa, sehingga kebakaran tak merembet kemana-mana. Proses identifikasi masih berlangsung, diduga para korban adalah seluruh anggota keluarga yang berjumlah empat orang, termasuk, para ART, larena hingga kini, kedua anak keluarga tersebut tak ada yang muncul."Marsya…"Aku mual mendengar berita itu, membayangkan seseorang yang pernah ku kenal, menjadi korban dengan keadaan yang mengenaskan.Ponsel di saku celana Biru bergetar. Dia menggeser sedikit duduknya sambil mematikan layar televisi. Tanpa melepaskan pelukannya dariku, Biru mengangkat telepon dari Jonas. Kali ini, tak a
Read more
Bab 45
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 45"Zara kenapa?"Aku meraih bayi mungil itu dalam gendongan. Dia baru saja diberi obat, dan sekarang sedang dalam tahap hendak tidur. Matanya sayu menatapku. Aku terenyuh, sejak dia lahir ke dunia ini, tak sekalipun dia sempat melihat wajah sang Ibu. Menurut cerita Jonas, begitu bayi itu dinyatakan sehat, keluarga Marsya langsung menyuruh Jonas membawanya pergi. Mereka sama sekali tak mau melihatnya. Saat itu Marsya masih di ruang rawat, dan dia juga menolak melihatnya."Zara anak cantik, anak salihah kesayangan Mami, kesayangan Kak Vio, kesayangan Bunda." Kuciumi pipinya yang gembil. Aku menyebut diriku sendiri Bunda padanya, berharap dia akan jadi sahabat terdekat bayi yang tengah kukandung."Zara harus sehat dan kuat. Zara akan tumbuh dewasa nanti, dan saat itulah kamu akan tahu kenyataan yang sesungguhnya. Tapi saat itu, Bunda berharap kamu telah jadi anak yang kuat."Zara menggeliat, matanya mulai menutup. Kuayun-ayun tubuh mungil itu, dan dia semakin n
Read more
Bab 46
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 46Aku berlari meninggalkan Clay seorang diri dan masuk ke kamarku sendiri. Kami telah merencanakan kebakaran di rumah Mami dengan matang, termasuk menarik seluruh uang dari rekening masing-masing, salah satunya, untuk membeli rumah kecil di pinggiran kota ini. Sengaja kami memilih perumahan yang masih sepi, supaya tak ada yang usil mencurigai kami. Nanti, setelah aku berhasil merebut kembali bayiku, aku akan menbawanya pergi dari sini. Untuk itu, aku butuh uang yang banyak.Di dalam kamar, aku termenung sendiri, memikirkan kata-kata Clay yang seketika menampar kesadaranku. Aku memang pernah mengatakan hal itu, bersumpah tak mau melihat bayi yang kukandung. Untuk apa? Dia hanya membuatku lemah, membuatku merasa selalu teringat pada Jonas. Padahal, setelah melahirkan, Mami menekanku habis-habisan. Mendapatkan Biru, atau menikahi Om Arkan. Mami tak mau tahu bahwa kedua hal itu, tak mungkin bisa ku lakukan. Selamanya, aku tak mungkin bisa bersaing dengan Senja.T
Read more
Bab 47
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 47PoV JONASAku hempas mendengarnya, mendengar orang yang pernah kucintai, menjerit-jerit histeris karena ternyata, matanya tak lagi bisa melihat. Dalam pelukan dokter Aylin, Marsya meronta-ronta. Dia tak terima akan nasib buruk yang menimpanya. Aku sendiri, gemetar dalam pelukan Biru.Kemarin, aku tiba kembali di Indonesia karena rindu pada Zara. Dan seperti ikatan batin, Zara juga ternyata sedang demam. Setelah puas menemaninya, aku pergi ke rumah Biru, tapi di perjalanan, tak jauh dari gerbang perumahan keluarga Senja, aku menemukan Marsya, mengalami kecelakaan dengan kondisi mengenaskan. Luka yang amat parah di wajah karena mobilnya menabrak pohon besar.Takdir ternyata masih mempertemukan kami. Bagaimanapun, dia adalah Ibu dari anakku. Jauh di lubuk hatiku, aku menginginkan dia menyadari kesalahan dan meraih jalan taubatnya.Marsya terkulai lemas. Dia pingsan lagi."Dia shock. Oh ya, menurut saksi mata yang melihat, Nyonya Marsya membenturkan kepalanya d
Read more
Bab 48
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 48Marsya, akhirnya menyerah oleh hidup yang dipilihnya sendiri.Dia menabrakkan dirinya di kaca jendela kamarnya di lantai tiga, dan jatuh dari sana. Rumah sakit heboh, dan berita itu langsung menjadi trending topik. Spekulasi berkembang, mengatakan bahwa rumah sakit lalai karena pasien tak bisa melihat, namun semua itu terbantahkan dengan pesan terakhir yang direkam Marsya di ponselnya.'Aku sudah tak tahan lagi. Hidupku, dan dunia ini tak pernah berpihak padaku. Aku pergi, semoga ada kebahagiaan yang kutemukan di dunia yang berbeda'Di pemakaman yang akhirnya kami gelar, karena Clay tak juga datang, aku mendengarkan lagi rekaman suaranya. Kutahan tangis sekuat tenaga, membayangkan anakku Zara. Apa yang akan ku katakan padanya nanti, kelak jika dia besar? Atau sebaiknya, dia tak pernah tahu? Apakah aku akan membiarkan saja Mami dan Papi Biru menjadi orang tuanya, membiarkan dia hanya tahu hal itu saja?Meski kelak, aku tak bisa menjadi wali nikah Zara karena
Read more
Bab 49
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 49POV SENJA"Hai, Senja, masih ingat aku?"Aku memandang wajah cantik di hadapanku. Pada rambut ikal bergelombang berwarna kecoklatan, yang dia biarkan tertiup angin. Pada hidung bangirnya, dan tentu saja, pada kacamata segi empat berwana coklat tua, senada dengan warna rambutnya, yang membuatnya tampak terpelajar. Tentu saja aku ingat dia. Satu diantara sekian gadis yang pernah digosipkan dekat dengan Jonas di kampus dulu. Sayangnya, aku yang tak pernah memergoki mereka secara langsung, menganggap itu hanya gosip saja."Aku ingat wajahmu, kamu seseorang yang pernah dekat dengan Jonas, dulu, kan?" Aku mengacungkan dua jari, memberi tanda kutip pada kata 'dekat'. "Tapi, maaf, aku nggak ingat nama kamu. Yoan, Erika, Tania, Diana, Raras, kamu yang mana?"Wajah Jonas merah padam karena aku menyebut nama-nama gadis yang pernah dekat dengannya. Sementara, gadis di depanku malah tertawa."Rupanya, Jonas punya banyak penggemar. Atau mungkin, pacar bayangan. Erika. Na
Read more
Bab 50
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 50"Mami, aku boleh masuk, kan? Aku kangen sama Zara."Erika hendak menerobos masuk, ketika Mami membentangkan tangan."Eehh… ehh.. Nanti dulu. Kami mau pergi, dan biasanya saya nggak izinkan orang luar ada di rumah. Jadi, kamu bisa kembali lagi nanti."Erika manyun."Rumah aku jauh, Mi… aku…""Mi… Mami… Mami… sejak kapan mertua aku jadi Mami kamu?" sentakku kesal. Entahlah, kehadiran Erika ini terasa amat menjengkelkan. Bahkan lebih dari Marsya, yang terang-terangan menunjukkan sikap memusuhi. Erika sepertinya manipulatif, wajah manis yang terasa dibuat-buat dan tidak tulus. Aku tidak bodoh untuk menyadari bahwa dia menginginkan sesuatu sehingga tiba-tiba saja muncul dalam hidup Jonas. "Kamu cemburu ya, Senja?" Erika tersenyum, menangkupkan kedua tangan di depan dada. "Maaf, aku cuma menjalankan amanah Jonas. Jonas, sungguh. Aku bukan sedang menggoda suamimu, kok."Erika memilin-milin ujung jilbabnya. "Ternyata kamu langsung mengakuinya. Kebanyakan orang bi
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status