All Chapters of JANGAN AJARI AKU KATA SABAR!: Chapter 11 - Chapter 20
55 Chapters
Bab 11
Jangan Ajari Aku Kata Sabar (11)Kami saling tatap, matanya yang dulu pernah kukagumi karena berwarna coklat gelap, indah dan tajam itu, kini menatap dengan sorot marah. Aku berbalik, melanjutkan langkah memasuki gedung pengadilan. Setengah jam lagi, sidang akan dimulai, dan ketiga sahabatku belum juga muncul. Tapi, aku tak perlu gelisah. Aku mengenal mereka, nyaris seperti aku mengenal diriku sendiri."Jadi, kamu benar-benar akan cerai dengan Ivan?"Mama menahanku di depan pintu. Dapat kulihat bagaimana dia berusaha menahan diri untuk tidak mengamuk melihat perseteruan aku dan putranya.Aku mengangguk, mengambil tangan Mama dan menciumnya sekilas. Biarlah kutunjukkan adab yang baik padanya untuk terakhir kali. Meski nyatanya, aku tahu, di belakangku, Mama kerap menghina karena aku tak juga hamil."Iya, Ma. Maafkan aku selama ini kalau ada salah."Mama mendesah, sementara aku sama sekali tak mau menoleh pada Diska, yang menatap dengan pandangan sinis. Adik bungsu Mas Ivan ini mungkin
Read more
Bab 12
Jangan Ajari Aku Kata Sabar (12)Aku keluar dari ruangan itu masih sambil bergidik, membayangkan tangannya mengelus dadaku. Ternyata, wanita itu selama ini mengincarku. Dia menunggu sampai aku menjadi duda. Astaga.Aku masuk ke ruanganku sendiri dan mengunci pintunya, tiba-tiba merasa takut Bu Ristie akan datang dan mencoba memperko… Aaarggg, gila! Gila! Gila!Apa yang harus aku lakukan? Menerima tawarannya demi mendapat uang besar dalam waktu singkat? "Kita nggak perlu menikah, Ivan, anak-anakku tak akan setuju. Mereka semua sudah besar. Bahkan sebaiknya, tak perlu ada orang tahu. Kau hanya perlu selalu ada setiap kali kubutuhkan.""Kudengar, kau berseteru dengan mantan istrimu. Dia mengambil semua hartamu, benar? Bagaimana kalau, untuk langkah awal, kau pindah dulu ke apartemen milikku yang kosong."Sepanjang dia bicara, aku tak sanggup berkata-kata. Panas dingin, gemetar, geli dan jijik. Dia mungkin sebaya Mama dan mertuaku. God, aku bahkan tak mampu membayangkan bercin-ta dengann
Read more
Bab 13
Jangan Ajari Aku Kata Sabar (13)"Aya, kamu benar-benar harus pulang kesana sekarang? Ibu masih kangen sama Cia."Ibu memasukkan kotak-kotak berisi makanan kesukaan Cia ke dalam paper bag. Semalam, kami mengadakan acara makan bersama di rumah Ayah. Ayah, Ibu, Cia dan para ART termasuk Mbak Atik, ditambah tiga sahabatku plus suami Elena yang pendiam. Meski begitu, ternyata dia cocok berbaur dan ngobrol dengan Ayah. Aku bersyukur, suami Elena tidak melarang istrinya tetap bersahabat dengan kami, meski ada Angga sebagai satu-satunya lelaki. "Iya, Bu. Aya masih betah disana, Cia juga.""Hemm … apa bukan karena ada seseorang yang membuat kamu betah?"Aku menoleh, mengeruhkan alis sambil menatap Ibu."Siapa?""Ya nggak tahu, seseorang mungkin."Ibu masih berteka-teki, dan entah kenapa aku justru teringat pada Banyu. Aku teringat pada tawanya yang renyah, pada sorot matanya yang teduh tapi tegas, bahkan pada lengannya yang kokoh menggendong Cia waktu itu."Ibu pengen kamu cepat move on. Lel
Read more
Bab 14
Jangan Ajari Aku Kata Sabar (14)Aku tak bisa mencegah Cia dekat dengan Banyu. Karena statusku yang masih dalam masa iddah, langkahku terbatas. Kubujuk hatiku untuk meyakini, bahwa lelaki itu adalah orang yang baik. Sebagai ganti diriku, Mbak Atik mengawal Cia setiap hari, belajar berenang. Matahari baru saja naik ketika anakku sudah menginjakkan kakinya yang mungil di atas pasir, ceria menyambut hari. Mbak Atik nyaris kewalahan mengejar Cia yang melesat secepat anak panah yang lepas dari busurnya. Di halaman, Banyu menyambut dan mereka berlari ke pantai dengan riang gembira. Sungguh, melihatnya ceria dan puncak kebahagiaanku.Aku kembali membuka laptop, meneruskan kisah yang baru saja kutulis. Kisah tentang seorang wanita yang menikah dengan lelaki yang ternyata seorang psikopat. Delapan Hari Saja Menjadi Istrimu, kisah yang baru kutulis bab enam belasnya, telah berhasil masuk best seller di platform online tempatku bernaung selama ini. Sesaat kemudian, aku telah tenggelam, bertrans
Read more
Bab 15
Jangan Ajari Aku Kata Sabar (15)"Alasan apa yang Om sertakan dalam surat pemecatannya?"Di seberang sana, Om Reynand menghela napas panjang."Aya, Om punya banyak orang yang bisa dengan cepat menyelidiki sesuatu. Ivan, menjalin hubungan dengan wakil direktur di perusahaan. Seorang wanita setengah baya.""Apa?!"Aku terkejut bukan kepalang. Oh, sudah sejauh itukah dia? "Pemecatan Ivan, juga terpaksa berdampak pada Bu Ristie. Dia terpaksa Om pecat juga sebelum skandal hubungan mereka menyebar di kantor."Aku nyaris berhenti bernapas mendengarnya. Jadi, wanita yang mengangkat telepon kemarin, adalah Bu Ristie. Aku memang tidak mengenalnya, hanya tahu namanya saja."Aya, kamu mungkin harus bersiap. Jika dia tahu kamu keponakan Om, mungkin dia akan tahu bahwa kamu yang meminta Om melakukan ini.""Iya, Om. Aya sudah siap menghadap Ivan.""Jangan sungkan minta bantuan Om, Aya. Mungkin, Om akan segera pulang mengingat perusahaan sedang genting."Mungkin sudah saatnya aku kembali ke sana. Pe
Read more
Bab 16
Jangan Ajari Aku Kata Sabar (16)Cia, maafkan Mama. Kali ini, Mama terpaksa menyakitimu. Kamu memang masih terlalu kecil untuk menyaksikan perseteruan kedua orang tuamu. Sekuat apapun Mama berusaha menghindarimu dari melihat ini semua, tetap saja, kamu memang harus tahu.Aku menyuruh Ivan menunggu di teras, di bawah tatapan Ayah yang mengawasinya dengan mata tajam. Saat aku ke kamar Ibu untuk menjemput Cia, dia ternyata sudah tahu."Papa kenapa marah-marah diluar?" tanyanya dengan mimik wajah takut.Aku memeluknya erat-erat."Cia tahu kan, Papa dan Mama sudah berpisah? Jadi, Papa mau membawa Cia, mau memisahkan Cia dari Mama."Maaf, Mas. Kamu sendiri yang meminta aku melakukan hal jahat ini, membuat Cia membencimu. Aku tak rela, Cia jatuh ke tanganmu, diasuh lelaki tak bermoral yang hobi bertualang di pelukan banyak wanita."Cia nggak mau!" serunya spontan, memeluk dan menangis kencang. Aku mengusap-usap punggungnya."Kalau begitu, bagaimana kalau Cia bilang sendiri sama Papa?"Cia ma
Read more
Bab 17
Jangan Ajari Aku Kata Sabar (17)PoV AYARASemalaman hingga pagi, aku tidur sambil memeluk Cia. Berharap jika besok dia bangun, dia telah lupa pada kejadian malam ini. Oh anakku, betapa menyedihkan kisah hidupmu. Seharusnya, Papamu tak pernah datang kalau hanya untuk menyakitimu. Orang yang mengaku orang tuamu, malah berlomba-lomba menyakiti perasaanmu."Ibu, Mbak Atik, Cia nggak lihat kan waktu Ayah nampar Ivan dan bawa dia keluar?""Nggak Ay. Cia langsung Ibu bawa masuk. Apa akhirnya Ayahmu nampar Ivan juga?"Ibu yang memang sudah gemas dari dulu pada mantan suamiku itu, malah bertanya dengan mimik antusias.Aku mengangguk, tapi tak mau menjelaskan lebih lagi. Kubawa Cia naik ke kamarku di lantai atas. Gadis kecil itu memeluk leherku erat-erat, dan jika biasanya sebelum tidur selalu ada celotehan yang lucu, malam ini, dia tidur tanpa berkata-kata, hanya menelusupkan tubuh di dalam pelukanku. Sikapnya menunjukkan, dia takut seseorang tiba-tiba merenggutnya dariku. Balas dendamku pad
Read more
Bab 18
Jangan Ajari Aku Kata Sabar (18)Enam hari sudah berlalu sejak tes DNA. Belum pernah aku segelisah ini. Setiap hari, aku memandangi Cia, tak mau sedikit saja kehilangan waktu bersamanya. Kucoba untuk menenangkan hatiku sendiri, tapi setiap kali mencoba, aku semakin gelisah. Karena terlalu cinta, maka aku menjadi lemah karenanya."Bagaimana jika Cia ternyata benar-benar anak Jelita, Yah? Apa Aya akan memberikan Cia padanya?"Aku menghentikan langkah, tanpa sengaja mendengar percakapan Ayah dan Ibu di meja makan. Aku berhenti dan berdiri dibalik tirai."Tidak, Bu. Ayah tak bisa membiarkan Aya hancur. Dia sudah berusaha terlalu keras untuk kuat dan tegar selama ini. Tapi, Cia adalah kelemahannya. Ayah akan lalukan apa saja asal Aya dan Cia tak berpisah.""Kenapa jadi begini? Harusnya, Aya membawa Cia ke luar negeri sekalian," keluh Ibu.Semua orang memikirkan perasaanku. Bahkan Mbak Atik, yang diam-diam sering menatapku, dan mengalihkan pandangan sambil mengusap mata saat aku memergokiny
Read more
Bab 19
Jangan Ajari Aku Kata Sabar! (19)Aku pulang dengan hati bungah. Hatiku yang gelisah seminggu kemarin lenyap sudah. Setelah berpisah dengan Trisha, aku mampir ke toko kue, membeli donat dengan aneka topping kesukaan Cia, dan beberapa kue lain untuk seluruh orang di rumah. Aku ingin merayakan hari ini.Apakah aku berlebihan? Bukankah perempuan itu, Ibu kandung Cia, bisa datang kapan saja? Aku menggelengkan kepala. Biarlah, biar saja. Aku masih punya waktu mempersiapkan diri, dan terutama, mempersiapkan hati anakku."Mama! Mbak Atik beli susu coklat banyak!"Cia langsung menyambut sambil memberi laporan. Aku merangkul dan mengangkatnya dalam gendongan. Kami saling menatap, menempelkan keningku dengan keningnya yang mungil. Rasanya ingin menangis karena haru, tapi dia akan bertanya lagi kenapa aku menangis."Cia anak Mama, Cia anak Mama!" seruku berulang-ulang sambil menciuminya.Cia tertawa geli, meronta-ronta dalam gendonganku. Ayah dan Ibu yang mendengar, langsung keluar rumah dan men
Read more
Bab 20
Jangan Ajari Aku Kata Sabar (20)Sepanjang perjalanan, aku dan Ayah tak bicara apa-apa. Sunyi, hanya dengung AC dan mesin mobil yang halus terdengar. Ayah bahkan lupa msnyetel musik atau murottal seperti kebiasaannya jika bepergian. Peristiwa hari ini telah membuat hati dan perasaan kami berkecamuk.Tanpa kuminta, semua kenanganku bersamanya hadir di kepala. Aku dan Ivan berkenalan hanya enam bulan sebelum menikah. Aku yang anak rumahan dan tak punya teman lain selain Trisha, Angga dan Elena, tak pernah mencari tahu seperti apa dia. Yang kulihat adalah apa yang dia tampilkan di depanku. Lelaki tampan, mapan dan sopan. Aku langsung jatuh cinta dan menerima lamarannya, merasa yakin bahwa hidupku akan bahagia. Sampai masa bulan madu lewat dan dia mulai sering bepergian keluar kota. Setahun kemudian, beberapa hari sebelum ulang tahun pernikahan kami yang pertama, dia pulang membawakanku kejutan yang tak akan pernah aku lupakan, seorang bayi.Benarkah ini semua salahku? Kepergian Ivan deng
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status