Semua Bab ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN: Bab 31 - Bab 40
277 Bab
31. Belanja Di Pasar
Sontak aku menoleh dan langsung tersenyum ketika melihat sosok Giska berlari menyongsongku. “Kamu belum ke kantin?” tanya wanita muda yang selalu tampil modis dan gaya itu. “Aku ada urusan sebentar tadi,” ucapku tanpa merasa harus perlu berterus terang tentang pertemuanku dengan Pak Ragil untuk mengembalikan gelang berharga pemberian Mas Bara. “Ya udah ayo kita bareng ke sana, nyusul teman-teman yang lain.” “Kamu sendiri kenapa belum ke sana?” tanyaku sedikit basa-basi. “Aku juga ada urusan bentar tadi,” ucap Giska sembari mengerlingkan sebelah matanya. Sikapnya terasa agak ganjil untukku tapi aku enggan untuk mencecarnya karena aku sendiri juga tidak suka jika ada orang lain yang terlalu mencampuri urusanku. Tak lama berselang kami akhirnya sampai di kantin dan segera bergabung bersama dengan teman-
Baca selengkapnya
32. Status Istri Siri
Saat melihat teman-teman kuliahku mendekat, aku langsung mengulas senyuman lebar pada mereka. “Oh jadi kamu beli baju di pasar juga?” Giska langsung menimpali saat melihat aku menenteng belanjaan yang cukup banyak. Sebenarnya aku takut jika mereka berpikiran aku memiliki banyak uang, yang malah membuat mereka akan curiga. “Iya, aku mengantar kakakku belanja,” ucapku beralasan sembari memberi isyarat pada Rina dengan kerlingan mata tipis agar dia mengikuti skenario yang aku cipta. “Pasti selama ini kamu ikut di rumah kakak kamu ini ya Rin,” sahut Dania yang ternyata juga ikut berbelanja bersama dengan lainnya. “Kalau tahu gini, tadi kami sekalian ngajak kamu Rin,” ucap Neneng yang ikut menanggapi. Setelah itu Giska malah mendekatiku sembari melirik ke arah dua orang bodyguardku. “Lalu s
Baca selengkapnya
33. Mulai Merindukan
“Kamu mau langsung pulang?” Pak Ragil malah balik bertanya saat aku bertanya tujuannya memanggilku. “Iya, Pak,” jawabku singkat. “Apa kamu bisa meluangkan waktu kamu sebentar?” Pria berkaca mata itu terlihat sangat serius saat bertanya padaku. “Apa ada yang ingin Bapak bicarakan?” “Iya, apa kita bisa mencari tempat yang lebih nyaman dan kita bisa ngobrol sebentar saja?” Aku terdiam menatapnya ragu. “Bagaimana kalau kita ke cafe dekat kampus situ?” Pria berambut lurus itu malah menawarkan dengan sangat antusias. Aku masih saja gamang. Tapi saat melihat wajahnya yang begitu serius aku merasa tak memiliki alasan untuk menolaknya. Akhirnya aku mengiyakan permintaannya dan dalam waktu singk
Baca selengkapnya
34. Sama-sama Orang Susah
 Aku tak bisa menahan rasa takjubku saat menyaksikan kemegahan Mall terbesar di kota ini. Ada begitu banyak gerai yang terlihat tampak sangat mewah dengan barang-barang pajangannya yang juga terlihat luar biasa. Ekspresiku yang terlalu lugas seperti ini malah memancing senyuman lebar dari Giska, teman kuliahku yang memang mengajakku mendatangi tempat ini setelah kami sudah tak ada lagi jam kuliah untuk hari ini. “Aduh Rindu, biasa aja kali, nggak usah terlalu katrok, nanti kamu jadi pusat perhatian lho, diomongin orang juga, nanti mereka akan bilang iihh cantik-cantik tapi kok katrok.” Giska begitu sengit mengomentari sikapku saat aku baru menginjakkan kaki di dalam mall yang lantai dan dindingnya tampak mengkilat dan berkilauan ini. “Tapi emang Rindu baru pertama kali lihat mall, Gis,” sahut Neneng yang memang sempat aku beritahu tentang aku yang belum pernah men
Baca selengkapnya
35. Alat Pelacak
“Kamu nggak salah Gis, kamu ngajak kita makan di restoran mahal kayak gini?” tanya Neneng setengah tidak percaya ketika Giska mengajak kami memasuki sebuah restoran bertema western di salah satu sudut mall.Aku juga menjadi sedikit ragu. Aku takut kalau kami hanya akan memberatkan Giska bila mentraktir kami di tempat semacam ini.Tapi nyatanya wanita muda yang selalu tampil trendy dengan gayanya yang selalu up to date itu terlihat sangat percaya diri.Hingga kami sampai di dalam restoran dan dikagetkan dengan keberadaan seorang lelaki dewasa, yang aku perkirakan berusia 30 an ke atas, yang sekilas gayanya mengingatkan aku pada Mas Bara, karena segala outfit mewah yang menempel di sekujur tubuhnya itu.Pria itu tampak menyapa Giska ramah, yang membuat temanku yang tidak berhijab itu langsung menyongsong mendekat dengan antusias.“Mas Randy, udah lama nunggunya?” tanya Giska yang aku rasakan nadanya terkesan manja.Aku
Baca selengkapnya
36. Private Room Tempat Melepas Rindu
“Apa kabar Rindu?” Sapaan Mas Bara segera menyadarkan aku hingga aku ikut duduk bersimpuh di dekatnya. Mas Bara mengulas senyumku ketika aku sudah berada di sampingnya. Sementara aku hanya bisa termangu gugup bahkan menjadi sangat rikuh untuk membalas tatapannya yang begitu lugas memindai seluruh diriku. Barangkali karena kerinduanku yang terlalu membuncah juga karena lama kami tidak berjumpa secara langsung membuat rasa canggungku mengemuka saat kami bersua kembali. Dengan penuh kelembutan Mas Bara kemudian meraih daguku dan menggerakkan wajahku yang tertunduk agar terarah padanya yang masih saja memandangiku dengan tatapannya yang terlihat penuh damba. “Kamu masih saja pemalu seperti sebelumnya Rin,” gumam Mas Bara dengan suaranya yang berat yang terdengar meresahkan hati. Tanpa sadar aku menyunggingkan senyumku
Baca selengkapnya
37. Hadiah Yang Terlalu Istimewa
Semalaman Mas Bara mempertahankan aku untuk tetap berada di dalam dekapannya. Setelah momen percintaan kami yang begitu penuh hasrat sekarang kami hanya saling memandang dalam diam. Beberapa kali suamiku mengusap rambutku dan merapikannya ke belakang saat beberapa helai rambutku jatuh menutupi wajah. Aku masih terdiam dengan pikiran yang terus mengembara. Banyak pertanyaan berkelindan di dalam hati. Akankah momen manis seperti ini dapat selalu kami rasakan. Namun setelah apa yang terjadi sebelumnya hatiku malah di landa rasa pesimis. Statusku yang masih seorang istri siri juga segala hal yang masih sulit aku cerna tentang apa yang terjadi beberapa waktu terakhir ini, membuatku berkesimpulan jika suamiku masih menyimpan banyak rahasia, yang malah membersitkan rasa takut. “Apa yang kamu pikirkan?” Mas Bara melontarkan tanya ketika aku hanya diam den
Baca selengkapnya
38. Ajakan Pak Ragil
Aku sangat bahagia melihat tingkah polos dari anak-anak jalanan yang sedang aku ajar sekarang. Walau begitu mereka terlihat sangat antusias saat menerima pengajaran dariku. Mereka menirukan dengan semangat saat aku menyebut satu persatu nama huruf hijaiyah yang sebelumnya sudah aku tulis di papan tulis. Meski sudah hampir satu jam belajar mereka masih saja tak kehilangan minat untuk belajar. Hingga akhirnya waktu kami untuk belajar dan mengajar telah usai yang membuat aku mengakhiri sesi pertemuan kami hari ini. “Ya sudah adik-adik, untuk hari ini kakak rasa sudah cukup besok kita akan belajar mengaji lagi terus disambung pelajaran berhitung ya.” “Baik Kak!” seru mereka berbarengan sembari diselingi gurau dan tawa yang terlihat sangat gembira. Aku mengulas senyuman bahagia saat melihat keceriaan mereka. Tak lama kemudian ketika aku mas
Baca selengkapnya
39. Menjadi Gelisah
 “Meminta apa ya Pak?” Pak Ragil bertanya dengan penuh rasa ingin tahu. Lelaki yang tampak bersahaja itu kemudian tersenyum simpul. “Kalian tetap bisa aktif dengan kegiatan sosial di daerah itu, teruskan program kalian mengajar di sana berkesinambungan walau aku tahu sebenarnya apa yang kalian lakukan di sana adalah sebenarnya untuk menjalankan kegiatan kampus.” Pria berusia paruh baya itu kemudian melirik ke arah Pak Ragil. “Tapi aku yakin kalau Mas Ragil ini selalu memiliki komitmen untuk melakukan kegiatan yang bernilai sosial tinggi seperti ini. Karena aku tahu bagaimana sepak terjang Mas Ragil sejak dulu, terlebih sekarang Mas Ragil sudah mempunyai pasangan yang juga memiliki concern yang sama dengan visi Mas Ragil.” Aku tergeragap saat Pak Dahlan mulai mengalihkan perhatiannya padaku. 
Baca selengkapnya
40. Hoby Flexing
{“Assalamualaikum Mas,”} sapaku cepat ketika aku mulai menerima panggilan dari Mas Bara. Mas Bara menjawab salamku dengan nadanya yang terdengar dingin. Hatiku menjadi sesak dibekap gelisah. Aku benar-benar takut kalau Mas Bara akan marah dan mulai menginterogerasiku. {“Kamu baru pulang?”} {“I-ya Mas,”} jawabku agak terbata. {“Apa ada kegiatan di kampus?”} {“Iya tapi sebenarnya kegiatannya bukan dilaksanakan di kampus tapi di sebuah pemukiman kumuh yang dekat jembatan layang. Sebelumnya aku sudah memberitahu Mas Bara soal kegiatan UKMku ini, kok.”} {“Apa kamu besok juga akan pulang malam?”} {“Kemungkinan tidak Mas, soalnya tadi kami melakukan pembicaraan dengan seorang donatur yang akan membantu untuk pembangunan masjid yang kami rencanakan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
28
DMCA.com Protection Status