Semua Bab Dalam Dekap Hangat Bos Dinginku: Bab 11 - Bab 20
200 Bab
11. Menangkap Inspirasi
Walaupun ada seratus juta di rekeningnya, tapi Lisa sadar tak boleh boros dengan uang yang dimilikinya itu. Dia tetap memilih warteg sebagai tempat makan siangnya. Baginya, membeli makanan matang terasa lebih hemat dan praktis, terutama karena dia tak begitu mahir memasak. Lisa telah merencanakan pengeluarannya dengan ketat, memastikan setiap belanjaan atau pembayaran yang dilakukannya memiliki nilai tambah sesuai dengan kebutuhan yang benar-benar diperlukan. Apalagi pendapatannya dari menulis masih belum stabil. Persaingan penulisan di tengah menjamurnya pertumbuhan aplikasi novel online yang menawarkan beragam cerita unik, membuat Lisa harus bekerja keras melahirkan ide-ide cerita yang kreatif, tapi sesuai dengan selera pasar. Sejenak kemudian, Lisa terhanyut dalam imajinasinya, memvisualisasikan momen-momen intim antar karakternya. _______________________________ Api gairah menyebar cepat dalam dirinya. Tubuh Alessandra menggelinjang ketika jemari Damien bergerak lincah memb
Baca selengkapnya
12. Seperti Anjing Kecil
“Kamu kerja di sini?” tanya Lisa mengabaikan sikap ketus Ardi. Dia lelah meladeni sikap Ardi yang selalu menganggapnya sebagai musuh. Padahal mereka pernah memiliki hubungan baik di masa lalu, karena itulah Lisa dulu mau saja dijodohkan dengannya.“Kenapa tanya-tanya? Mau pinjam duit kalau tahu gajiku sekarang jauh lebih besar? Ckckck, kita udah selesai. Masalah finansial kamu bukan lagi—”“Aku tahu, nggak usah dilanjutin.” Lisa sengaja memotong ucapan Ardi yang sudah dia hafal betul arahnya bakal menuju ke mana. Apalagi kalau bukan untuk mengungkit betapa Lisa selama ini telah menjadi parasit baginya.‘Bahkan nafkah bulanan yang seharusnya kuterima sebagai istri saja, dia anggap sebagai beban keuangan yang bukan merupakan kewajibannya,’ gumam Lisa merasa miris. Tangannya terkepal erat, menahan diri agar jangan sampai memukul Ardi yang membuatnya merasa ingin menjerit marah sepagi ini gara-gara kasus rumahnya.“Aku harap kamu selalu ingat, Ar, bahwa kamu menantu idaman mamaku. Tapi k
Baca selengkapnya
13. Mantan Istri
Angin sepoi-sepoi pantai Lovina menyapu wajah Vincent yang tertawa lepas. Pasir putih pantai menggeliat di bawah kakinya, sepanjang dia berusaha mempertahankan layangannya dari korotan layangan Dennis di angkasa. “Aaah. Sial!” seru Vincent sambil terbahak-bahak ketika Dennis berhasil membuat tali layangannya putus. “Ah, Ayah payah!” Dennis mencebik, meledek Vincent yang selalu saja kalah tiap beradu layangan dengannya. Sedangkan Vincent cuma tersenyum sambil mengusak rambut Dennis dengan tatapan bangga seorang ayah. “Ayo, Dennis, kita istirahat dulu,” ajak Vincent setelah Dennis selesai membereskan layangannya. Dia merangkul Dennis yang tingginya kini sudah hampir menyamai dirinya, padahal dia masih SMP. “Ayah kalah lagi? Kalau soal layangan memang cuma Uncle Jack jagonya ya, Dennis!” ledek Nuning yang menyambut kedatangan mereka dengan dua buah kelapa muda di tangannya. “Tapi kalau soal trading saham dan valas, hmm jangan tanya lagi,” tambahnya sambil mengerling pada Vincent ser
Baca selengkapnya
14. Raja yang Kehilangan Tahta
Lisa mengetuk-ngetukkan jemarinya di meja sepanjang menantikan jawaban dari Vincent. Hatinya kecut karena panggilannya tak langsung diterima begitu saja, tetapi dia mencobanya lagi. Dan pada panggilan yang ketiga, akhirnya Vincent mengangkat teleponnya. “Ya. Halo?” Lisa tersenyum mendengar suara bariton itu. “Ini aku,” katanya. “Ada apa?” Sahutan tanpa basa-basi dari Vincent serasa menghujam jantung Lisa dengan kekecewaan. Mereka seolah menjadi dua orang asing yang hanya akan membicarakan hal-hal praktis. “Ehm, aku—” Lisa merasa gugup, dia menelan ludah sejenak untuk membasahi kerongkongannya yang mendadak terasa kering. Terdengar helaan napasnya yang berusaha menenangkan diri sebelum melanjutkan. "Aku kemarin ulang tahun," lanjutnya, mencoba menyelipkan keberanian di dalam suaranya. “Oh. Iya. Selamat ulang tahun. Maaf, aku punya utang janji sama kamu. Aku—” Vincent berusaha menjelaskan, namun Lisa segera memotong dengan nada penuh pengertian. “Aku tahu kamu orang yang dipenuhi
Baca selengkapnya
15. Mantan Orang Kaya
“See? Aku punya uang, kan? Bahkan aku bayar cash pakai kartu debet, bukan kartu kredit. Don’t judge a book by its cover,” kata Lisa seraya berjalan dengan sedikit mengangkat dagu ketika melewati para pelayan toko. Dua tangannya membawa tentengan paper bag berisi barang-barang belanjaan mewah senilai puluhan juta. Sikap para pelayan tadi pun serta merta berubah 180 derajat. Kini mereka memberikan senyum dan gesture hormat yang seharusnya Lisa terima sejak pertama kali menapakkan kakinya di gerai fashion dengan brand ternama ini. Lisa melenggang dengan percaya diri sepanjang menyusuri koridor mall. Matanya menoleh ke sekitar, mencari-cari sesuatu yang mungkin bisa melengkapi penampilannya buat interview besok. Tepat pada saat ia kembali menatap ke depan, dia melihat Ardi yang tengah bergandengan mesra dengan Mina. “Sial. Lagi-lagi ketemu pasangan memuakkan itu,” gerutunya.Ardi dan Mina juga terkejut saat berpapasan dengan Lisa. Di mata mereka, Lisa masih saja tetap terlihat cantik m
Baca selengkapnya
16. Seperti Damien
Lisa menggeleng sambil tersenyum, merasa santai dengan sikap Ninik yang seperti biasa, selalu memedulikan keuangan dan gaya hidupnya. “Nggak kok, Nek. Tapi ini kan penting, gue harus tampil maksimal. Lagian, gue bayar cash kok, nggak utang.” Ninik masih bersedekap dan menatapnya lurus-lurus, “Jangan buang-buang duit, Lisa. Lu bisa tetap tampil maksimal tanpa harus keluar duit banyak. Kuncinya ada di kepribadian dan kemampuan elu.” Dia geleng-geleng kepala dan mendesah panjang. Lisa mengangguk mengerti, “Iya, Nek. Tahu. Gue cuma mau bikin kesan baik aja, kok. Ini bukan buang-buang duit, gila apa? Ini kan kebutuhan buat menunjang pekerjaan.” Gadis itu tersenyum lebar, menunjukkan cengiran ‘tak bersalah’ yang khas tiap kali Ninik menegurnya seperti ini. “Lisa, gue nggak habis pikir sama elu. Kadang elu tuh ngeluh nggak punya duit, bingung gimana bayar ini-itu, tapi tiba-tiba,” Ninik mendesah sejenak, “elu bisa liburan ke Lombok.” Suara Ninik terdengar sedikit naik di ujung kalimat. L
Baca selengkapnya
17. Siapa yang Bilang?
Jantung Lisa seketika berdegup kencang. “Damien!” serunya dalam hati, teringat dengan karakter utama dalam novelnya yang selama ini terinspirasi oleh Vincent. Ternyata, pria itu lebih dari yang dia bayangkan. Dia sosok CEO yang begitu sempurna. Melihat Vincent, Lisa seperti melihat sosok Damien yang terlepas dari halaman novel dan menjelma hidup sebagai manusia. Kejutan ini membuatnya semakin yakin bahwa Vincent Alessio adalah sumber inspirasi yang luar biasa baginya untuk menuliskan novel-novel romansa. Tangan Lisa sedikit gemetar, dia menggenggam tanda pengenal 'tamu’ yang dipakainya. ‘Aku harus lolos interview ini, dan mendapatkan tempat paling dekat dengan Vincent,’ tekadnya. “Namanya Vincent Alessio. Berdarah Indonesia-Italia. Sebenarnya dia sudah berkepala empat loh, tahun ini usianya memasuki 45 tahun. Tapi kelihatannya 10 tahun lebih muda ya?” Staf wanita itu malah memberikan informasi lebih. Lisa menelan ludah. “Empat puluh lima tahun?” ulangnya, dan si staf wanita itu m
Baca selengkapnya
18. Titipan Sang CEO
Natalia menghela napas. Sebagai manajer personalia yang berpengalaman, ia merasa tertantang dengan keputusan Vincent Alessio yang jarang menggunakan "jalur orang dalam" seperti ini. Natalia bertanya-tanya apakah ada kesepakatan khusus antara Vincent dan Lisa terkait posisi yang disebutkannya tadi: asisten sekretaris. ‘Apa aku tanya dulu sama Pak Vincent, ya?’ Natalia menimbang-nimbang dalam hati. ‘Tapi, Bapak kemarin sudah pesan agar aku memberinya tempat yang paling pas. Artinya, aku harus mempertimbangkan kelayakannya sesuai CV miliknya.’ Dia mengambil selembar kertas CV milik Lisa dan membacanya lagi. Sementara itu, Lisa yang sedang duduk di seberang meja Natalia tampak tenang, menjaga senyumnya, meskipun dalam hatinya diam-diam merasa cemas. ‘Iya juga ya? Kan nggak ada yang ngasih tahu aku tentang posisi itu, sebagai asisten sekretaris,’ pikir Lisa dalam kediamannya. Tapi, Lisa begitu menginginkan posisi itu dan yakin bisa mendapatkannya. Makanya dia dengan enteng menyebutkanny
Baca selengkapnya
19. Note Khusus
"Selamat pagi, HRD Menara 2 Sutomo Group. Resepsionis Lisa di sini, ada yang bisa saya bantu?" Lisa dengan ramah menerima panggilan telepon yang berdering nyaring di meja resepsionis.Meskipun tangan Hanum terlihat sibuk menumpuk lembaran dokumen, tetapi telinganya awas memerhatikan Lisa. Dia penasaran apakah Lisa bisa menangani tugas sepele ini dengan baik. Dia merasa skeptis terhadap Lisa.Sepanjang masa tandem, Lisa terlihat santai sekali dan ‘iya-iya’ saja setiap kali Hanum menegurnya karena terkesan abai. Padahal bagi Hanum, menjadi seorang resepsionis bukanlah pekerjaan yang sepele, terlebih di perusahaan sekelas Sutomo Land Corporation, bagian HRD pula, yang kerap menjadi jembatan berbagai divisi penting di perusahaan sebesar ini.Sementara itu, di balik meja resepsionis, Lisa menerima panggilan telepon dengan percaya diri. "Indeed. You've reached the right number; this is Sutomo Land Corporation. How may we assist you?" Bahasa Inggrisnya lancar dan aksennya enak, nada suaranya
Baca selengkapnya
20. Staf HRD
“Hmm, jadi dia ditempatkan di HRD ya.” Vincent membatin. Natalia belum memberitahu kelanjutan proses rekrutmen Lisa dan dia sendiri juga lupa untuk bertanya, lebih tepatnya dia sebaiknya tak perlu bertanya. Tapi diam-diam Vincent penasaran juga. Dan dia tadi hanya tersenyum samar ketika Rini memberitahu bahwa Lisa merupakan orangnya Natalia, artinya Lisa sudah diterima sebagai staf HRD. Tiba-tiba notifikasi pesan ponsel Vincent berbunyi. [Aku di depan ruanganmu. Nunggu dokumen yang sedang kamu tanda tangani.] Vincent menatap layar ponselnya, memperhatikan pesan singkat dari Lisa itu. Senyum tipis mengembang di bibirnya, namun segera menghilang saat ia mulai merenung. Sejenak, ia berpikir tentang langkah apa yang sebaiknya diambil. “Memangnya harus terus begini?” batin Vincent, menelengkan kepala sebagai respons atas kebimbangannya yang tak terucap. Ponselnya seolah menjadi sumber pertanyaan. Namun, segera setelahnya, Vincent mengetik pesan singkat sebagai balasan, ‘Sudah beres.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status