Semua Bab Sistem Pewaris Terhebat: Bab 821 - Bab 830

Helga bergegas memasuki mobil, memberi tanda pada sopir untuk segera pergi. Ia tampak sangat kesal saat membayangkan Davis dan Daisy makan siang bersama. Helga menerima panggilan Henry Tolando, bersandar di kursi. “Kenapa kau lama sekali menerima panggilanku, Helga? Di mana kau sekarang?” tanya Henry Tolando sembari mengamati pemandangan kota. Pria itu baru saja selesai bertemu dengan Ryan Fonteno, salah satu mitra bisnisnya. “Aku baru saja selesai makan siang, Ayah.” Helga mendengkus kesal. “Ayah, aku ingin menyampaikan sesuatu padamu.”“Katakan sekarang.” Henry Tolando duduk di sofa, menyalakan televisi, meneguk minuman. “Davis tampaknya baru saja makan siang bersama Daisy.”“Apa?” Henry Tolando seketika menyemburkan minuman, mematikan televisi. “Apa yang baru saja kau katakan, Helga? Davis baru saja makan siang dengan Daisy Miller?”“Ya, Ayah. Aku melihat Davis dan Daisy keluar dari ruangan yang sama.”“Kenapa kau tidak memberi tahuku sejak awal, Helga? Dan apa yang kau lakukan

Dariel, Darren, dan dua pengawal mereka menyusuri rerumputan, melewati deretan dan tumpukan barang bekas. “Aku teringat dengan penjelajahan kita waktu kecil.” Darren tertawa. “Aku tidak menduga kita akan melakukan hal serupa di usia dewasa.”Darren mengamati keadaan sekeliling. “Dasha pasti akan terus mengomel kalau dia ikut dengan kita sekarang. Dia tidak suka dengan hal-hal seperti ini.”Dariel dan Darren tiba di depan sebuah bangunan tua. Mereka memasuki gedung, mengawasi keadaan sekeliling. Ruangan tampak lengang dari barang-barang. Hanya sebuah kursi tua dan beberapa tumpukan kotak kayu yang terlihat di sudut ruangan. Dariel dan Darren menyusuri gedung, berjalan-jalan di halaman belakang, menyusuri tumpukan balok kayu dan barang bekas. Dariel dan Darren pergi menuju pantai, berjalan sepanjang garis pantai, kembali ke sisi pantai di dekat gedung tua. “Kau tentu memiliki alasan kenapa kau mengajakku ke tempat ini, Dariel,” ujar Darren sembari mengamati kapal-kapal yang bergerak

Green, Black, dan anggota-anggota Shibacorm mengepung Eren dari berbagai arah. Mereka mengarahkan senjata sekaligus mengamati Eren dengan saksama. Para robot bersiap menyerang di posisi mereka.“Mereka berusaha meretas sistemku melalui kotak ini. Kotak ini dan para robot yang terpasang di setiap sudut kotak membuatku semakin melemah. Jika aku tidak keluar dalam waktu sepuluh detik, aku akan kalah dan mereka akan menangkapku.” Eren tersenyum di tengah kotak yang semakin menyusut untuk mengurungnya.“Ini akan menjadi percobaan pertama sekaligus pembuktian dari alat yang aku ciptakan. Aku juga ingin melihat sejauh mana kemampuan mereka.”Eren menyentuh dadanya hingga sebuah lambang mendadak muncul. Ketika ia menyentuh lambang itu, cahaya hijau seketika menyebar ke sekeliling. Eren merasakan kepalanya sangat pening dan dadanya yang berdebar sangat kencang. Pandangannya mulai mengabur dan telinganya berdengung sangat keras.Saat cahaya menyelimuti seluruh kotak, Eren tiba-tiba menghilang d

“Dasar bajingan!” ketus Eren sembari memaksakan berdiri. “Edgar terus saja membuatku jengkel! Dia tidak pernah sekalipun menghargaiku! Dia hanya menganggapku sebagai anak kecil yang terus mengekorinya!”Eren membuka sebuah portal, mengawasi keadaan sekeliling. “Aku tidak boleh kalah darinya! Aku harus menjadi lebih hebat darinya!”Eren tiba di sebuah kamar mewah. Ia menekan tombol dan seketika saja berganti pakaian. Ia duduk di sofa, termenung selama mengingat masa lalu. Di luar kamar dan beberapa sudut rumah, para pelayan dan penjaga tampak sangat sibuk. Mereka berlalu lalang, menjaga, saling mengabarkan. Eren berbaring di sofa, mengamati langit-langit ruangan. Ia tersenyum saat mengingat pertemuannya dengan Dariel di bangunan tua. “Ini akan menjadi semakin menyenangkan. Davis dan Dariel saling bertarung, apalagi saat mereka tahu kalau mereka adalah sepupu.”“Davis adalah putra Damian, ahli waris sah keluarga Miller. Jika dia tahu dia dan orang tuanya terluka karena paman-pamannya

Langit malam terlihat hening malam ini. Angin berembus kencang beberapa kali, menggoyangkan dedaunan ke kanan dan kiri. Kawanan burung melintas di bawah bulan. Dari celah-celah gedung-gedung tinggi dan rindangnya pepohonan, rombongan mobil memasuki sebuah gerbang, menepi di depan sebuah bangunan megah. David bergegas turun begitu pintu mobil terbuka. Pria itu berlari terburu-buru memasuki rumah, mengabaikan para pengawal dan pelayan yang menyambutnya hormat. David menaiki tangga, melepas jas. Lelah, takut, dan tegang terlihat jelas di wajahnya. Ia merasa perjalanan pulang terasa sangat lama, padahal ia sudah tidak sabar melihat keadaan Davian.“Ayah,” ujar David begitu pintu kamar terbuka. Ia bergegas mendekati ranjang, mengamati Davian yang masih terbaring lemah di kasur. David menoleh pada beberapa dokter yang sedang memeriksa Davian. “Katakan apa yang terjadi pada ayahku selama aku dalam perjalanan pulang.”Seorang dokter menjelaskan kondisi Davian secara rinci. Davian sempat me