“Tidak mungkin, kamu Lara. Aku yakin tidak akan salah mengenali istriku,” ujar Prasetya penuh keyakinan yang seolah tak dapat digentarkan.Namun setiap nada yang keluar dari bibir pria itu bagai anak panah beracun. Kata “istriku” meluncur ringan, seolah suci, seolah bersih, padahal maknanya telah busuk dan basi. Lara tersenyum miring, senyum yang ia pelajari setelah bertahun-tahun ditikam oleh pengkhianatan.“Istrimu?” suaranya nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk menusuk udara yang mulai padat. “Bahkan jika yang berdiri di hadapanmu bukanlah aku, melainkan Lara yang gembrot, kucel, dan tidak menarik itu, kau yakin masih akan menyebutnya istrimu?” Lara menekan setiap kata, seolah setiap huruf adalah pisau yang ia ukirkan pada dada Prasetya.Ruangan itu mendadak kedap. Sesak. Suhu dingin menggerogoti tengkuk. Tarikan napas Prasetya tercekat di kerongkongan. Ia menatap wajah di depannya, wajah yang dulu begitu dikenalnya, namun kini bagai asing, penuh bayangan luka dan api dendam.Dul
Terakhir Diperbarui : 2025-10-06 Baca selengkapnya