“Oh, oke. Nanti aku akan memberikannya pada Medina,” ujar Prasetya.Namun seketika wajahnya berubah canggung, seolah rasa bersalah menyergap begitu cepat. Tatapannya melirik ke arah Lara dengan mata gelisah, seakan takut salah langkah.“Lea, jangan salah paham. Aku melakukan ini demi kamu,” jelasnya terbata, nada suaranya mengandung ketakutan.Lara menatapnya lekat. Bibirnya melengkung, menghadirkan senyum lembut yang tampak tulus. Akan tetapi, jauh di dalam hatinya, tawa keras bergemuruh, menertawakan kebodohan Prasetya. Baginya, lelaki di hadapannya itu sudah terjebak dalam kebohongan yang ia ciptakan sendiri.“Ya, aku mengerti,” jawab Lara dengan nada menenangkan, meski tatapannya menyimpan sinisme tersembunyi.Keduanya sama sekali tidak menyadari bahwa di sudut ruangan, di meja yang paling terpencil, seorang pria berpakaian serba hitam sedang memperhatikan. Tudung kepalanya menutupi sebagian wajah, sementara kacamata hitam menambah kesan misterius. Tangan kirinya memegang ponsel,
Terakhir Diperbarui : 2025-08-28 Baca selengkapnya