All Chapters of Mengejar Cinta Puteri Bangsawan: Chapter 51 - Chapter 60

"Hei, kakek cabul!" hardik Citrangada sambil bangkit berdiri. "Kau bercakap dengan ketua rimba persilatan, tapi matamu memandang liar ke bawahku!" Si Janggut Kapas tertawa tergelak-gelak. "Ha ha ha! Aku belum pernah melihat mangkok pecah sebesar itu! Jadi aku terpesona!" Citrangada mengenakan celana prang cukup ketat sehingga terpampang pemetaan daerah terlarang. Larasati terpancing, ia bangkit dan berkata dengan geram, "Kau benar-benar tua bangka yang harus diajar tata krama!" "Kau semakin menunjukkan dirimu sebagai pelayan dengan membelanya," keluh Arjuna. "Terserah kalian deh." Sepuluh kakek bercaping terkejut melihat jurus yang dimainkan mereka. "Jadi kalian murid Resi Kamandalu?" ujar Sugriwa. "Aku tidak pernah mendengar ketua rimba persilatan mengambil murid." "Kupingmu berarti tertutup kotoran," ejek Bajang. "Apa congean?" Sugriwa tidak terpancing, ia memandang Arjuna dengan sinis. "Gurumu gegabah sekali menyerahkan jubah dan kacamata bulat kepadamu. Ia suda

Mereka melepas caping yang menjadi senjata andalan terakhir. Angin caping menderu-deru mencari sasaran. Arjuna pasti jadi rica-rica jika terkena sambaran. "Pulanglah kalian ke neraka!" Arjuna menggunakan jurus Kuda Liar Membelah Surai untuk mengirim mereka ke alam abadi. Kaki dan tangan bergerak dengan lentur menghantam mereka. Tiga tokoh sesat yang bertarung di area terpisah mulai gentar melihat kawan mereka satu per satu dibuat mati kelojotan. Yang Luchan muncul di Jawa Dwipa untuk melenyapkan tokoh sakti yang ada, berarti rimba persilatan dalam bahaya, terjajah oleh kekuatan asing. Sementara Citrangada meledek musuhnya, "Kau sangat payah! Kepandaianmu belum cukup untuk menjadikan aku selimut tidurmu!" "Aku kira Resi Kamandalu keliru mengangkatmu jadi murid!" balas si Janggut Kapas. "Seharusnya ia menghantam bokongmu yang seksi di atas ranjang!" "Bedebah!" Citrangada meningkatkan serangan dengan murka. Pedang meliuk-liuk mengincar kakek cabul itu. Kakek berjanggut putih meng

Arjuna berkata dengan bijak, "Mereka tokoh golongan hitam, bukan berarti segala yang dilakukan serba hitam. Bisa saja mereka berselisih paham dengan golongan putih, lalu bergabung dengan golongan hitam." Bukti kepicikan manusia adalah menganggap buruk semua perbuatan orang yang telah dicap buruk, seakan tidak ada kebaikan sama sekali. "Golongan hitam adalah kumpulan penjahat, pembuat onar, dan tokoh sesat lain," ujar Larasati. "Tidak ada kebaikan dalam diri mereka." "Lalu kenapa Widura tidak dicap golongan hitam?" balik Arjuna. "Padahal ia sudah melakukan kejahatan lewat kudeta dan menindas rakyat." Sederhana saja, jika makanan dan uang itu hasil rampokan, tinggal dikembalikan kepada pemilik, dan makanan diganti dengan uang. Memperumit masalah sederhana adalah tindakan bodoh, menyulitkan diri sendiri, dan menyederhanakan masalah rumit adalah tindakan dungu, membahayakan diri sendiri. "Sewaktu aku memeriksa pelana kuda mereka, aku melihat ada beberapa orang berkelebat kabur," kata

Komandan legiun dan wakilnya melompat turun dari dahan pohon. Mereka berpakaian baju besi. Puluhan prajurit keluar dari rumpun semak mengepung mereka. Tidak ada celah untuk menghindar. "Aku senang kalian menampakkan diri," kata Bajang tenang. "Aku pikir kalian lagi main petak umpet." Padahal Bajang kaget melihat kemunculan mereka. Ia tidak tahu di balik rumpun semak ada prajurit mengintai. Baju zirah mereka tersamarkan oleh bayang-bayang gelap di sekitar. "Bagaimana kalau kau main pengantin-pengantinan?" ujar Arjuna kepada Bajang. "Aku lihat ada perempuan bersembunyi bersama dua prajurit." Perempuan yang bersembunyi di rumpun ilalang bangkit berdiri. Citrangada terkejut melihat perempuan itu. Ia diapit dua prajurit senior dengan tubuh dirantai. Wajah dan pakaian sangat lusuh. "Ulupi!" pekik Citrangada tertahan. "Kau kenal perempuan ini?" selidik prajurit senior. "Apakah ia temanmu?" "Pertanyaanmu aneh sekali," sindir Bajang. "Sudah jelas puteri keraton memanggil namanya, berar

Ulupi muncul bersama Kong di saat matahari sudah tenggelam. "Kau pergi lama sekali," kata Citrangada. "Aku khawatir terjadi apa-apa." "Aku berusaha membujuk sahabatku untuk ikut," sahut Ulupi. "Ia takut kalian keberatan mengembara bersamanya." "Tentu saja tidak," jawab Citrangada. "Aku senang banyak teman." Sahabat Ulupi ini adalah spesies gorila timur, tinggi sekitar dua meter, berat dua kuintal lebih, memiliki otot sangat kuat, dapat memukul dan mematahkan anggota tubuh lawan, bisa mengangkut beban sepuluh kali lipat dari berat badannya. Kong adalah binatang mandiri. Jadi tidak akan menyusahkan dalam perjalanan, bahkan sangat membantu. Ulupi memperkenalkan mereka kepada Kong dengan bahasa isyarat. Kingkong itu berkenalan layaknya manusia. "Kelihatannya Kong kurang suka sama aku," ujar Bajang. "Ia tidak mencium pipiku seperti pada kalian." "Aku saja enek," gerutu Larasati. "Bisa-bisanya Sang Hyang Tunggal menciptakan manusia sejelek itu." Bajang mengan