Semua Bab Mendadak Dijodohkan dengan CEO Tampan: Bab 81 - Bab 90

Kinara membuka matanya perlahan. Aroma antiseptik menusuk hidungnya. Ia menatap langit-langit putih dan langsung tahu ia masih di rumah sakit. Namun, kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Pikirannya jernih. Semua kepingan memori yang tercerai-berai kini menyatu kembali, membentuk sebuah gambaran utuh. Ia mengingat semuanya. Kecelakaan itu, makam Davian, pengakuan Raka, hingga video yang dikirim Gavi. Semua kenangan, dari masa lalu hingga kini, kembali memenuhi otaknya.Kinara menghela napas panjang, hatinya terasa sesak. Air matanya mengalir, bukan karena pusing, melainkan karena rasa sakit dan kecewa yang begitu dalam. Ia menatap Raka, sorot matanya dingin. Ia tidak berkata apa pun. Ia hanya memalingkan wajahnya. Raka merasakan sakit di hatinya. Raka tahu, Kinara sudah mengingat semuanya. Gavi masuk ke ruangan Kinara. Gavi mendekat. “Kinara! Aku khawatir sekali!” ucapnya, mencoba meraih tangan Kinara.Kinara menepis tangan Gavi dengan kasar. “Jangan sentuh aku,” desisnya. “Kalian berdu

Kinara menatap Raka, air matanya tak terbendung. Ia menutup matanya, berusaha memblokir semua kenangan dan rasa sakit yang kembali datang. Kinara menepis tangan Raka yang mencoba untuk menyentuhnya, ia melangkah mundur."Pergi, Mas. Aku mohon, jangan cari aku lagi," bisik Kinara, suaranya bergetar. "Aku cuma mau hidup tenang. Aku cuma mau membesarkan bayi ini dengan damai, jauh dari semua kebohongan."Raka menggeleng. Ia berlutut di hadapan Kinara, tak peduli dengan tatapan Kevin dan warga desa yang mulai berkumpul. "Alea, aku mohon! Maafkan aku! Aku tidak bisa hidup tanpa kamu. Selama kamu pergi, hidupku hancur! Aku mohon, kembali padaku..." Raka memohon dengan suara serak, air mata membasahi pipinya.Kevin yang menyaksikan adegan itu, perlahan mundur dan memberi mereka ruang. Ia tahu, ini adalah urusan mereka. Ia tak berhak ikut campur. Kevin hanya bisa berharap Kinara bisa menemukan kebahagiaannya.Raka terus berlutut, menatap Kinara dengan penuh penyesalan. "Aku tahu aku salah. Ak

Bulan-bulan kehamilan Kinara terasa begitu singkat dan indah. Perutnya yang membesar menjadi sumber kebahagiaan tak terkira bagi seluruh keluarga. Raka, yang tidak lagi disibukkan oleh pekerjaan yang berlebihan, mencurahkan seluruh perhatiannya pada Kinara. Ia tak ingin melewatkan satu momen pun. Kinara juga menikmati perlakuan Raka. Ia merasa begitu dicintai, begitu dihargai. Tidak ada lagi kecemasan atau ketakutan. Hanya ada cinta, kebahagiaan, dan rasa haru."Mas, aku ingin makan durian," ucap Kinara suatu malam.Raka yang sedang memijat kaki Kinara, langsung terkejut. "Durian? Malam-malam begini, Sayang?""Iya, Mas. Kalau tidak dapat, rasanya tidak bisa tidur," jawab Kinara dengan wajah merengek.Raka tak bisa menolak. Ia segera mengambil kunci mobil dan bergegas mencari durian, meskipun toko buah sudah tutup. Setelah berkeliling hampir dua jam, Raka berhasil menemukan penjual durian yang baru saja akan menutup lapaknya. Raka kembali ke rumah dengan senyum lebar, membawa durian te

Seminggu setelah melahirkan, Kinara dan Naka akhirnya diperbolehkan pulang. Rumah Raka kini tak lagi sunyi. Tawa dan tangisan Naka menjadi melodi baru yang mengisi setiap sudut rumah. Raka mengambil cuti penuh selama seminggu pertama untuk merawat Kinara dan Naka. Ia begitu telaten, menggantikan suster untuk merawat keduanya. Raka akan begadang setiap malam saat Naka rewel, menggendongnya, dan menyanyikan lagu untuk menenangkan. Kinara yang melihat Raka begitu telaten, merasa begitu terharu. Ia merasa begitu dicintai, dan ia tahu, ia telah membuat keputusan yang benar.Setelah seminggu, suster yang disewa Raka datang untuk membantu Kinara. Ibu Kamila dan Pak Rangga juga datang setiap pagi. Mereka begitu antusias menggendong Naka, menciumnya, dan membelai pipinya. Kinara merasa begitu bahagia. Ia melihat bagaimana seluruh keluarganya menyayangi Naka. Tak ada lagi pertanyaan atau keraguan. Semua orang menyayangi Naka tanpa syarat.Yura juga sering datang bersama Dira. Dira yang lincah b

Malam itu, Gavi berbaring di samping Naka. Kamar yang hangat dan nyaman, dilengkapi dengan mainan dan buku cerita, terasa asing namun menenangkan. Ia menatap wajah mungil Naka yang terlelap pulas, hatinya diliputi kebahagiaan. Tapi, kebahagiaan itu tercampur dengan perasaan lain—keraguan.‘Apakah ini benar? Tinggal di sini, menjadi orang ketiga di antara mereka?’ Gavi tidak bisa tidur. Pikirannya melayang. Ia teringat kata-kata Raka bahwa ia bisa tinggal di sini, dan ia teringat Naka yang memohon agar ia tidak pergi. ‘Aku berhak menjadi ayah Naka, kan? Aku tidak dapat Kinara, apa aku juga harus tidak dapat Naka?’ Pertanyaan itu terus berputar di benaknya, membuatnya gelisah.Sementara itu, di kamar mereka, Raka dan Kinara merasa seperti pengantin baru. Sudah lama sekali mereka tidak punya waktu berdua. Sejak Naka lahir, seluruh fokus mereka beralih pada bayi mungil itu. Kehadiran Gavi di rumah, entah bagaimana, memberi mereka ruang. Mereka bisa mengobrol santai, berbagi tawa, tanpa ha