Semua Bab Mendadak Dijodohkan dengan CEO Tampan: Bab 61 - Bab 70

Kinara menatap Gavi, ragu-ragu. Tawaran Gavi begitu tulus, tapi ia tidak ingin menyusahkan pria itu lagi. Setelah Gavi berpamitan, ia pikir ia tidak akan bertemu Gavi untuk beberapa waktu. Namun, nasib berkata lain."Apa kamu yakin tidak apa-apa, Gavi? Bukannya kamu mau pergi ke luar kota?" tanya Kinara, mencoba menolak dengan halus.Gavi tersenyum tipis. "Rencananya nanti malam, Kin. Restoranmu di dekat sini, kan? Aku bisa antar kamu dulu."Kinara menghela napas, ia tahu ia tidak punya pilihan lain. Taksi yang lewat tidak ada. Kalau ia tidak naik mobil Gavi, bisa-bisa ia terlambat sampai di restorannya. "Terima kasih, Gavi."Kinara masuk ke dalam mobil. Gavi menjalankan mobilnya dengan tenang. Suasana di dalam mobil menjadi canggung. Tak ada yang memulai percakapan. Kinara sibuk dengan pikirannya, Gavi juga. Namun, Gavi akhirnya memecah keheningan. "Kamu dan Raka..." ucap Gavi, menggantungkan kalimatnya."Kami baik-baik saja," jawab Kinara. "Maaf, Gavi. Aku... aku tidak bermaksu

Telepon dari Dimas di tengah malam membuat Raka dan Kinara langsung terbangun. Mereka baru saja tiba di Jakarta setelah pemotretan prewedding di puncak gunung. Tanpa pikir panjang, Raka menjemput Kinara dan mereka bergegas mengenakan pakaian seadanya dan langsung menuju rumah sakit. Mereka sampai di sana hampir bersamaan dengan Shela dan suaminya, Niko. Raut cemas terpancar jelas di wajah mereka semua."Kak Dimas, bagaimana keadaan kak Yura?" tanya Kinara, napasnya terengah-engah.Dimas tersenyum lega. "Yura dan bayinya sehat, Ara. Semuanya lancar."Rasa lega langsung menyelimuti semua orang. Dimas kemudian mengajak Raka, Kinara, Shela, dan Niko masuk ke ruang perawatan. Mereka melihat Yura terbaring lemah, namun dengan senyum bahagia di wajahnya. Di sampingnya, seorang perawat sedang menggendong bayi mungil yang terbungkus selimut."Selamat, Kak," bisik Kinara, memeluk Yura. "Aku bangga sama kamu, Kak."Yura membalas pelukan Kinara. "Akhirnya, setelah hampir sepuluh tahun. Rasanya se

Jantung Kinara berdegup kencang. Ia menatap Raka, yang kini memegang ponselnya dan membaca pesan-pesannya dengan Gavi. Raut wajah Raka yang tadinya penuh cinta, kini berubah menjadi dingin dan datar. Matanya yang biasanya hangat kini menajam, menembus pandangan Kinara.“Kenapa kamu berbohong, Alea?” tanya Raka, suaranya pelan tapi menusuk. “Kenapa kamu harus berbalas pesan dengan Gavi?”Kinara menggelengkan kepalanya, air matanya mulai menggenang. “Mas, aku tidak bohong. Aku hanya... aku tidak ingin kamu salah paham.”“Salah paham apa?” Raka menaruh ponsel Kinara di atas meja dengan sedikit keras. “Aku tanya, kenapa kamu tidak jujur?”“Aku... aku tidak sengaja, Mas,” Kinara tergagap. “Gavi yang duluan mengirim pesan. Aku hanya membalasnya. Itu saja.”Raka menatap Kinara dengan tatapan penuh keraguan. “Benarkah? ‘Hanya membalas’? Kenapa kamu begitu antusias, sampai lupa kalau aku ada di sini? Apa kamu masih ada perasaan dengan dia?”“Tidak, Mas! Tidak ada apa-apa!” Kinara berjala

Kinara menghela napas. Hatinya berat saat ia melangkah keluar dari kantor Raka. Ia tahu Raka kecewa. Air mata yang sudah ia tahan sejak tadi, akhirnya tumpah membasahi pipinya. Kinara naik taksi dan langsung menuju rumah.Di sana, ia menemukan Yura sedang mencoba menenangkan Dira. “Ara,” sapa Yura. “Kenapa kamu menangis?”Kinara menggeleng. Ia langsung mengambil Dira dari gendongan Yura. Ajaibnya, Dira yang tadinya menangis, langsung terdiam di pelukan Kinara. Kinara mengusap lembut kepala Dira. Ia merasa begitu lelah, baik fisik maupun batin.Setelah Dira tertidur pulas, Kinara mengajak Yura bicara. “Kakak, aku ingin bicara,” ucap Kinara.Yura mengangguk, ia melihat Kinara yang terlihat begitu lelah. “Ada apa, Ara?”“Kakak, aku pikir... kamu butuh bantuan. Kamu butuh baby sitter,” ucap Kinara, suaranya pelan. “Aku tahu kamu tidak ingin merepotkan orang lain, tapi kamu juga butuh istirahat. Kamu butuh seseorang untuk membantumu merawat Dira. Dan juga, aku tidak bisa di sini terus

Raka yang melihat kepanikan Kinara langsung bangkit. "Kita ke rumah sakit sekarang."Mereka berdua bergegas menuju mobil Raka, hati Kinara dipenuhi kekhawatiran. Bagaimana mungkin Gavi kecelakaan? Ia baru saja bertemu Gavi pagi tadi. Apa yang terjadi? Setibanya di rumah sakit, Kinara dan Raka langsung berlari menuju UGD. Di sana, Shela dan suaminya, Niko, sudah menunggu. Raut wajah Shela begitu cemas."Shela, Gavi gimana?" tanya Kinara, air matanya sudah menetes.Shela menggeleng, "Aku tidak tahu, Ara. Tadi pihak rumah sakit yang menelepon. Dia lagi di ruang operasi."Mereka berempat menunggu dengan tegang. Tak lama kemudian, seorang dokter keluar dari ruang operasi. "Keluarga pasien?" tanya dokter itu."Kami temannya, Dok," jawab Raka."Operasi berjalan lancar. Pasien akan kami pindahkan ke ruang rawat," jelas dokter. "Namun, kami menemukan luka parah di bagian mata akibat pecahan kaca. Kami masih akan melakukan evaluasi lebih lanjut."Kinara merasakan kelegaan yang bercampur