Semua Bab Mendadak Dijodohkan dengan CEO Tampan: Bab 101 - Bab 110

Setelah mendapatkan kabar baik yang melegakan, Kinara dan Raka segera membatalkan semua janji pemeriksaan lanjutan di New York. Fokus mereka kini adalah kembali ke Jakarta secepatnya. Kinara ingin segera memeluk Naka dan berada di samping Ibu Kamila untuk memberikan dukungan, serta tentu saja membagikan berita bahagia ini kepada seluruh keluarga.Proses pengurusan tiket pulang terasa sangat cepat, didorong oleh semangat baru. Raka memperhatikan Kinara dengan ekstra hati-hati. Ia memastikan Kinara tidak kelelahan dan selalu mengonsumsi makanan yang bernutrisi. Di bandara, Kinara tersenyum terus. Ia sering mengelus perutnya yang masih rata, merasakan keajaiban kecil yang sedang tumbuh."Mas, menurutmu Naka akan senang, kan?" tanya Kinara sambil menggenggam tangan Raka di pesawat."Tentu saja, Sayang. Dia akan punya adik, dan dia akan tahu bahwa Papa dan Mamanya kembali membawa hadiah terbesar," jawab Raka, mencium punggung tangan Kinara.*Mereka tiba di Jakarta larut malam. Alih-alih l

Setelah pemeriksaan yang dipenuhi interupsi lucu, Raka, Kinara, dan Naka pamit keluar ruangan. Saat mereka berjalan menuju lobi, Dr. Adrian, yang baru selesai dengan pasien berikutnya, memanggil mereka.“Kinara! Raka! Tunggu sebentar!” seru Adrian sambil berjalan cepat menghampiri mereka. Ia mengenakan jas dokternya, tetapi kini terlihat lebih santai.Raka langsung berdiri tegak, tangannya melingkari bahu Kinara dengan protektif. “Ada apa, Dok? Ada yang kurang dari hasil pemeriksaan?” tanya Raka, nada suaranya kembali siaga.Adrian tertawa kecil. “Tidak, Raka. Hasilnya sempurna. Hanya saja, aku penasaran.” Adrian menunduk sedikit agar sejajar dengan Naka. “Naka, kamu sangat lucu. Jadi, benar kamu anak pertama Mama Kinara?”Naka mengangguk mantap. “Iya, Om Dokter. Naka yang paling gede. Tapi Mama bilang, Adik Bayi nanti juga jadi anak pertama Papa Raka,” jelas Naka polos, tanpa menyadari kerumitan garis keturunan dalam ucapannya.Adrian terdiam, menatap Naka, lalu Kinara. Kinara tersen

Adrian menarik napas panjang. “Aku... aku sudah pernah menikah, Raka,” ucap Adrian, suaranya pelan dan sarat kesedihan. “Tapi istriku dan anakku... mereka meninggal.”Raka terkejut. “Maaf, Dok. Saya tidak bermaksud...”“Tidak apa-apa,” potong Adrian. “Mereka meninggal saat proses persalinan. Itu sudah lama sekali. Tragedi itu yang membuatku bertekad menjadi dokter kandungan. Aku tidak ingin ada ibu dan bayi lain yang mengalami apa yang dialami istriku. Aku ingin menjadi dokter terbaik yang bisa menyelamatkan mereka.”Adrian tersenyum pahit. “Sejak saat itu, aku tidak pernah berpikir untuk menikah lagi. Trauma itu terlalu besar. Aku hanya ingin fokus pada pekerjaanku, memastikan setiap kehamilan berakhir bahagia, seperti kehamilan Kinara ini.”Raka merasa malu dengan kecemburuannya yang bodoh. Ia menatap Adrian, kini rasa cemburu itu telah tergantikan oleh rasa simpati yang mendalam dan hormat. Ia menyadari, ada alasan kuat di balik keprofesionalan dan kepedulian Adrian terhadap Kinara

Kinara mulai merasa tercekik. Sikap Raka yang berlebihan dan overprotective telah merenggut semua kebebasan kecilnya. Setelah berminggu-minggu dikelilingi kekhawatiran dan larangan, Kinara merasa sangat lelah. Ia rindu menjadi dirinya sendiri, tanpa harus diukur sudut membungkuknya atau diawasi saat mengambil remote TV.Suatu sore, saat Raka sedang menghadiri rapat penting yang tidak bisa ditinggalkannya, Kinara mengambil keputusan impulsif. Ia mengirim pesan singkat kepada Raka.> [Kinara]: Mas, aku butuh waktu untuk diriku sendiri. Ponselku aku matikan. Jangan khawatir, aku baik-baik saja. Aku janji akan pulang sebelum gelap. Love you.>Setelah mengirim pesan itu, Kinara mematikan ponselnya. Ia meninggalkan mobil di rumah dan memesan taksi online. Langkah pertamanya adalah pergi ke salon langganannya untuk creambath dan manikur—sesuatu yang dilarang Raka karena takut ‘bahan kimia’ yang tidak jelas. Kemudian, ia menikmati waktu sendirian di mal, membeli beberapa baju hamil yang lucu

Pagi itu, Raka dan Kinara kembali ke klinik Dr. Adrian untuk kontrol rutin. Kinara berjalan dengan senyum bahagia, sementara Raka, meskipun semalam baru saja melampiaskan semua kecemburuannya, kini kembali tegang, tetapi dengan alasan yang berbeda.Di ruang pemeriksaan, setelah Dr. Adrian memastikan bahwa janin berkembang dengan sangat baik, Raka langsung mengambil kesempatan untuk mengajukan permintaan tanpa basa-basi.“Dokter, kami butuh resep lagi,” ujar Raka terang-terangan, tanpa merasa malu sedikit pun.Adrian menatap Raka. “Resep apa, Raka? Vitamin Kinara masih ada?”“Bukan vitamin, Dok. Pelumasnya. Yang Anda berikan tempo hari,” kata Raka, mencondongkan tubuhnya ke meja. “Kami... kami terlalu bersemangat semalam, Dok. Pelumasnya hampir habis. Jadi, kami butuh cadangan.”Kinara langsung menutup wajahnya, menahan rasa malu yang luar biasa. Raka mengatakannya seolah sedang meminta tambahan stock barang kantor.Wajah Adrian, yang semula tersenyum profesional, seketika menegang. Me