Pagi itu, udara terasa sejuk di perbukitan tempat rumah Tari berada. Semalam hujan, dan sisa embun masih menempel di dedaunan di pekarangan. Tari baru saja selesai menyiram tanaman ketika Alisa memanggil dari dalam rumah.“Bun! Ada tamu!” serunya.Tari mengangkat alis, sedikit heran. Jam masih menunjukkan pukul delapan, terlalu pagi untuk tamu. Ia mengelap tangan di celemeknya dan berjalan ke ruang depan.Seorang pria berdiri di ambang pintu. Tingginya hampir 180 cm, mengenakan kemeja putih dan celana bahan abu-abu, membawa map berisi dokumen. Wajahnya tenang, ramah, dan sorot matanya teduh.“Selamat pagi, Ibu Tari,” sapanya sopan.Tari agak kaget. “Iya, pagi. Maaf, Anda…?”“Aku Dion. Dion Mahardika.” Ia tersenyum. “Aku penggemar berat Ibu. Tulisan-tulisan Ibu di kolom ‘Suara Perempuan’… aku baca semuanya. Dan… maaf kalau ini terdengar aneh, tapi aku datang jauh-jauh dari Kawarang, ingin bertemu langsung.”Alisa di belakang Tari langsung membulatkan mata, ikut penasaran.Tari tersenyu
Last Updated : 2025-05-29 Read more