Alif membantu menurunkan Bunda dari mobil. Wajahnya pucat. Tangannya bergetar.“Pelan-pelan, ya, Bun… kita udah di rumah…” bisiknya.Tari membuka matanya, lemah. Tapi ada senyuman. Senyuman kecil, tipis, namun penuh rasa.“Alhamdulillah… rumah Bunda…” ucapnya lirih.Aleeya, Mentari, Nayla, dan perempuan-perempuan lain dalam keluarga ikut membantu. Mereka menyiapkan bunga melati dalam vas, kain-kain putih yang bersih, dan lampu temaram.Setiap sudut rumah dipenuhi cinta. Setiap sentuhan adalah doa.---Alif menyarankan agar setiap hari ada waktu khusus.Satu anak. Satu sesi. Satu kenangan dengan Bunda.Hari pertama, Abrar duduk di samping Bunda sambil membawa buku sketsa.Ia menggambar wajah ibunya, sedikit demi sedikit, sambil bercakap.“Bunda masih cantik… meski sekarang kurus…”Tari tersenyum. “Tapi hatimu sekarang lebih kuat dari lukisanmu, Nak…”Hari kedua, Ammar datang dengan membawa rekaman lagu-lagu lama yang biasa mereka dengar bersama dulu. Lagu “Bunda” dari Potret diputar pe
Terakhir Diperbarui : 2025-06-09 Baca selengkapnya