Ananta menutup pintu belakang perlahan menggunakan kakinya, masih menggendong Ares yang kini mulai terisak dalam diam. Cahaya lampu gantung menyinari interior hangat ruang tengah mansion, tapi suasananya terasa sunyi. Tak ada musik, tak ada tawa—hanya suara napas berat seorang ayah yang sedang mencoba tegar.Ananta duduk di sofa besar berwarna krem, masih memeluk Ares yang kini menyandarkan kepala kecilnya di dada pria itu. Sesekali, tangan mungilnya menggenggam erat baju Ananta seolah takut dilepas.“Mommy .…” gumam Ares pelan. “Aku mau cari mommy ….”Ananta mengecup kepala anak itu, lalu berbisik, “Daddy tahu… kamu kangen mommy, ya?”Ares mengangguk pelan, masih menahan isaknya. “Jenny punya mommy… Jonas punya mommy… kenapa aku enggak punya, Daddy?” tanyanya dengan suara kecil, terbata, cadel dan polos, tapi tajam menembus dada Ananta.Ananta menahan napas. Inilah luka yang ia ciptakan sendiri.“Kamu punya, Ares,” katanya pelan. Suaranya serak. “Kamu
Last Updated : 2025-05-10 Read more