“Aku benar-benar ingin ke Sevhastone, Bi.” Sydney mengelus perutnya pelan. Jemari wanita itu bergerak seolah sedang menenangkan bayi yang belum lahir. Di hadapannya, piring makan siang masih penuh dengan lauk dari hotel. Uap hangat makanan naik tipis, tetapi aromanya sama sekali tidak membangkitkan selera Sydney. Dari kursi rodanya, Sydney menatap keluar jendela. Gedung-gedung pencakar langit menjulang dengan sombong, cahaya siang memantul dari kaca jendela mereka, membutakan mata sesekali. Namun semua kemegahan itu terasa hampa. “Seandainya saja kandunganku sehat,” ucap Sydney lirih, “aku tidak akan berpikir dua kali untuk terbang ke sana.” Layla yang duduk di sampingnya hanya menunduk. Wanita paruh baya itu tidak ingin memotong kalimat majikannya. Layla tahu, saat ini Sydney hanya membutuhkan telinga yang mau mendengar. “Bahkan sekarang, untuk pulang ke rumah saja, aku tidak diizinkan oleh dokter.” Sydney melanjutkan, suara seraknya nyaris tertelan udara dingin
Terakhir Diperbarui : 2025-09-26 Baca selengkapnya