All Chapters of Gairah di Balik Tirai Kehidupan: Chapter 421 - Chapter 430

Pisau dingin menempel di perut Alena saat Victor menariknya mundur ke balik gazebo. Suara tembakan yang terdengar barusan membuat pengunjung taman panik dan berlarian."Victor, lepaskan dia!"Alena dan Victor sama-sama terkejut. Itu bukan suara Nadine. Bukan pula polisi.Itu suara David."David?" bisik Alena tak percaya.Di ujung gazebo, David berdiri dengan seragam kusut, wajahnya penuh luka. Di sampingnya ada Inspektur Rahman bersama dua polisi bersenjata."Lepaskan Alena, Victor. Permainanmu sudah berakhir," tegas Rahman.Victor tertawa, meski Alena bisa merasakan tangannya yang memegang pisau bergetar. "Permainan baru saja dimulai, Inspektur. Dan sepertinya kali ini kalian yang masuk jebakan.""Bagaimana... bagaimana mungkin David ada di sini?" suara Alena bergetar.Victor mundur makin dalam ke dalam gazebo. "David, mau jelaskan sendiri atau biar aku yang cerita?"David menatap Alena dengan penuh penyesalan. "Len, maafkan aku. Aku harus berbohong padamu.""Berbohong?""Foto pencul

Suara Lisa terdengar dingin, penuh dendam, membuat dunia seolah berhenti berputar. David menatap layar ponselnya dengan mata terbelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.“Lisa?” suaranya parau. “Kamu... kamu seharusnya sudah—”“Mati?” Lisa tertawa sinis, suaranya menusuk telinga. “Oh, David manis. Kematian hanyalah awal dari rencana sebenarnya. Kamu pikir aku akan diam saja setelah Adrian menghancurkan hidupku, sementara dia dan orang-orang di sekitarnya bisa hidup bahagia?”Tangan David bergetar. Alena cepat merebut ponsel darinya. Wajahnya pucat, tapi matanya menyala penuh amarah.“Lisa, ini aku, Alena. Kenapa kamu melakukan ini? Adrian sudah mati. Bukankah itu cukup?”“Cukup?” suara Lisa meninggi, hampir histeris. “Kamu pikir kematian Adrian bisa menghapus semua penderitaanku? Dia merusak hidupku, Alena! Membuatku jadi sampah tak berguna! Dan kamu... kamu yang seharusnya merasakan sakit yang sama, malah hidup bahagia bersama David!”Nadine yang berdiri di sampin

Pesan misterius tentang kematian Adrian membuat Alena terpaku beberapa detik, seakan waktu berhenti. David yang melihat perubahan ekspresinya segera mendekat."Len, kita harus tetap fokus," ucap David lembut sambil menggenggam bahunya. "Apa pun yang terjadi pada Adrian, itu sudah berlalu. Yang penting sekarang adalah menyelamatkan Maya dan orang tuaku."Alena mengangguk, meski matanya masih menatap layar ponsel. "Kamu benar. Tapi… bagaimana kalau pesan ini ada hubungannya dengan semua yang terjadi sekarang?""Maksudmu?""Bagaimana kalau Sarah tidak hanya ingin balas dendam soal warisan? Bagaimana kalau dia juga terlibat dalam kematian Adrian?"Victor yang sedari tadi diam langsung menoleh. "Kalian pikir Sarah membunuh Adrian?""Itu mungkin saja," sahut Rahman. "Kalau Sarah benar dalang dari semua ini selama dua tahun terakhir, bukan tidak mungkin dia juga mengatur kematian Adrian."Nadine mendekat dengan wajah pucat. "Tapi kenapa Sarah harus membunuh Adrian? Bukankah lebih memuaskan ka

Cincin di jari Alena terasa dingin dan berat, seolah menjadi belenggu tak kasat mata. Adrian berdiri dekat, menatapnya dengan sorot mata tajam yang membuat napas Alena sesak.“Kamu tahu, Alena,” suara Adrian terdengar lembut, hampir menyerupai dirinya yang dulu. “Semua ini tidak perlu terjadi... kalau saja kamu tidak meninggalkanku.”Alena menatapnya, matanya bergetar menahan amarah dan luka. “Aku meninggalkanmu karena kamu berbohong, Adrian. Kamu memanipulasiku. Kamu memanfaatkan perasaanku.”Adrian tertawa kecil, getir. “Manipulasi? Tidak, Len. Semua yang kulakukan karena aku mencintaimu. Mungkin terlalu mencintaimu, sampai aku tidak bisa menerima kenyataan kalau kamu memilih orang lain.”David yang dijaga dua pria berotot mengepalkan tangannya. “Mencintai bukan berarti menguasai, Adrian! Kamu tidak pernah mencintai Alena. Kamu hanya terobsesi padanya.”“Oh, David...” Adrian menoleh dengan senyum sinis. “Kamu pikir kamu tahu cinta? Kamu baru kenal Alena beberapa bulan. Aku mengenaln

"Tapi aku ingin memberikanmu yang terbaik. Kamu layak mendapatkan segalanya."Radio mobil berbunyi. "Lokasi target teridentifikasi. Gudang tua dengan plat nomor sesuai kendaraan Sarah. Ada aktivitas di dalam."Mobil mereka semakin mempercepat laju. David meraih tangan Alena yang tidak terluka dan menggenggamnya erat."Apapun yang terjadi nanti, aku ingin kamu tahu bahwa bertemu denganmu adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidupku.""Jangan bicara seolah-olah ini perpisahan terakhir," Alena membalas genggaman David. "Kita akan keluar dari ini bersama-sama. Kita akan menyelamatkan Maya, menikah, dan hidup bahagia.""Janji?""Janji."Mereka tiba di lokasi baru—sebuah kompleks pergudangan yang tampak suram dengan beberapa bangunan yang sudah tidak terpakai. Tim polisi sudah berposisi di berbagai titik strategis.Rahman menghampiri mobil mereka. "Kami sudah konfirmasi Sarah ada di dalam gudang nomor 7. Dia masih bersama tiga orang anak buah. Maya dan orang tua kalian juga ada di s