Meisya tersenyum samar, pelan, namun getir. “Ya. Aku nggak ke mana-mana, Yama. Aku akan menunggu sampai hatiku hanya akan menjadi milikku.”Hening membungkus mereka.Lalu, tanpa aba-aba, Yama menggeser tubuhnya ke depan, menatap Meisya lebih dalam, menembus batas luka dan amarah yang selama ini membelenggunya. Perlahan, ia menyentuh pipi Meisya yang dingin terkena embusan malam.Veil yang dipakai Meisya sudah bercampur dengan lumpur tanah di mana mereka berada, tetapi wanita itu tidak peduli. Kedua matanya menatap Yama dengan penuh harap.Dia menginginkan sebuah ciuman dari Yama. Pria yang dia cintai sepenuh hati.Dan Yama mencium wanita itu.Ciuman itu bukan ledakan gairah, melainkan ciuman yang pelan, panjang, dan sarat luka. Seolah Yama ingin berkata, “Maaf. Aku akhirnya melihatmu. Aku akhirnya sadar kamu nyata.”Meisya terdiam, membalas ciuman itu dengan hati yang berkecamuk. Ia ingin bahagia, tapi tahu ini lahir dari patah hati pria itu pada wanita lain. Tapi ia tidak peduli. Kar
Terakhir Diperbarui : 2025-05-14 Baca selengkapnya