Suasana Balai Desa Kelewer pagi itu tak seperti biasanya. Orang-orang berbondong datang dari dusun-dusun sekitar, membawa rasa penasaran tentang sidang yang akan digelar hari ini—perselisihan besar antara Raka, Pradipta, dan Anggara, yang tak hanya melibatkan nama, tapi juga kehormatan dan harta warisan.Di ujung balai, duduk para tetua desa, berjubah lurik dengan sorban kusam yang menjadi tanda kedudukannya sebagai hakim adat. Di tengah-tengah duduk Tuan Dipa, Kepala Desa Kelewer, yang dikenal tegas dan tak gentar menegakkan keadilan, meski terhadap bangsawan sekalipun.Pengadilan desa diadakan untuk menyelesaikan permasalahan ini, antara Raka dan Pradipta dan Anggara.“Duduklah,” ujar Tuan Dipa pada ketiganya—Raka, Anggara, dan Pradipta. “Hari ini, kami akan mendengar, menimbang, dan memutus perkara kalian. Jangan ada yang menutup-nutupi, sebab yang berdiri di sini bukan sekadar kalian, tapi keadilan seluruh warga Kelewer.”Raka berdiri lebih dulu. Suaranya tenang, tapi penuh keyaki
Terakhir Diperbarui : 2025-05-02 Baca selengkapnya