Wenny duduk di depan meja pengambilan darah. Dia menatap Hendro. “Pak Hendro, aku nggak ingin ambil darah.”Hendro menatapnya. “Boleh-boleh saja kalau kamu nggak mau ambil darah, sekarang kamu jujur sama aku, sebenarnya kamu hamil atau nggak. Wenny, aku nggak suka dibohongi, apalagi dalam masalah kehamilan.”Wenny mengangkat kelopak matanya untuk menatap Hendro. “Aku nggak hamil.”Hendro berkata, “Oke, kalau begitu, ambil darah saja.”Wenny berucap lagi, “Pak Hendro, padahal aku sudah … jujur, kamu malah nggak percaya. Sebenarnya apa yang ingin kamu dengar, apa kamu ingin dengar kalau aku lagi hamil?”Hendro tidak melihat Wenny lagi, melainkan menatap suster. “Ambil darah saja.”Suster tidak pernah melihat pria tampan seperti Hendro. Wajahnya seketika merona. “Tuan, tolong bantu naikkan pakaian istrimu.”Istri?Kening Wenny berkerut. “Kamu sudah salah paham. Aku bukan istrinya.”Suster berkata, “Kalau bukan istri, kenapa bisa hamil?”Wenny terdiam membisu. Dia benar-benar tidak bisa be
Read more