All Chapters of Cinta dari CEO Sombong: Dingin Sekarang, Sayang Kemudian: Chapter 521 - Chapter 530

Kali ini, Hana tidak sedang berpura-pura. Jantungnya memang benar-benar bermasalah. Butiran-butiran besar keringat dingin mengalir deras dari dahinya.Hanya saja, kali ini Hendro benar-benar tidak peduli lagi padanya. Kini, dia seperti anak yang berulang kali berteriak "ada serigala" dan akhirnya ditinggalkan saat serigala itu benar-benar datang.Wenny melangkah maju dan berdiri di hadapan Hana, lalu menatapnya dari atas dengan tenang dan penuh tekanan. "Hana, berhentilah bermimpi. Dari awal, nggak pernah ada yang namanya operasi!"Hana langsung menyadari sesuatu. "Aku tahu sekarang. Semua ini adalah jebakanmu! Kamu sejak awal sudah tahu aku berpura-pura jadi dirimu, jadi kamu pura-pura setuju mau melakukan operasi pada jantungku. Padahal, sebenarnya kamu sudah rencanakan untuk memanggil dokter desa itu dan bongkar semuanya di hadapan semua orang, 'kan?"Wenny tersenyum dingin. "Hana, setidaknya kamu nggak terlalu bodoh. Benar, hari ini memang sudah kurencanakan sejak awal. Tujuanku me

Susan bertanya dengan bingung, "Cara apa maksudmu? Sekarang, Hana ada di tangan Pak Hendro. Ditambah lagi ada Wenny. Kalian punya cara apa untuk menyelamatkan Hana?"Andy masih tidak bicara.Susan melangkah maju, lalu berucap, "Kalau kalian memang punya cara, cepat gunakan sekarang! Kenapa masih ragu-ragu?"Andy terdiam sejenak. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun, melainkan langsung berbalik dan pergi.Landy buru-buru mengejarnya. "Sayang!"Susan juga ingin ikut mengejar, tetapi dicegah oleh Bu Jena. "Susan, kamu jangan ikut."Susan tercengang. "Nenek, kenapa aku nggak boleh ikut?"Usai berkata demikian, Susan menatap Bu Jena, Martin, dan Nia. "Kalian semua kelihatan seperti tahu sesuatu. Apa kalian sedang menyembunyikan sesuatu dariku?"Martin menjawab, "Susan, jangan tanya lagi. Ini menyangkut identitas Hana."Susan terkejut. "Identitas? Maksudnya apa? Bukannya Hana anak kandung dari Andy dan Landy?"Nia memegang tangan Susan sambil memberi tahu, "Susan, nggak usah tanya lebih ja

Fany tertawa dingin. "Dari tadi, ke mana saja Pak Hendro? Kenapa sekarang dia baru datang terburu-buru seperti ini?"Hanya saja, Fany tetap menghormati Wenny. "Wenny, keputusan ada di tanganmu. Kamu yang tentukan, mau bertemu Hendro atau nggak."Wenny meletakkan tangannya di atas perut. "Hal-hal yang terjadi di masa lalu, sudah kubicarakan dengannya. Sekarang, nggak ada lagi yang perlu dibicarakan di antara kami. Aku nggak mau bertemu dengannya. Suruh dia pergi saja."Yuvi mengangguk. "Oke."Yuvi lalu membuka pintu apartemen. Dia menatap Hendro sambil berucap, "Pak Hendro, silakan pulang. Wenny nggak mau bertemu denganmu."Suara Hendro serak dan parau ketika menimpali, "Kamu sudah bilang, aku mau bicara sama dia?""Sudah. Tapi Wenny bilang, masa lalu kalian sudah dibicarakan dengan jelas. Sekarang, hubungan kalian sudah berakhir. Nggak ada lagi yang perlu dibicarakan."Berakhir?Hendro berucap sambil menggeleng, "Hubungan kami nggak akan pernah berakhir. Biarkan aku masuk, aku akan bic

Wenny mempersilakan, "Masuklah."Hendro pun melangkah masuk.Mereka berdiri berhadapan di ruang tamu. Wenny bertanya, "Pak Hendro, ada apa kamu mencariku?"Satu sapaan "Pak Hendro" saja sudah cukup menunjukkan jarak di antara mereka, seakan-akan Wenny menolak kehadirannya sejauh mungkin.Hendro melangkah mendekat. "Wenny, bisakah kamu jangan sedingin ini padaku? Selama ini, aku sungguh nggak tahu kalau itu kamu. Aku terus mencarimu."Wenny mengangguk. "Aku tahu. Aku sudah tahu semuanya kok."Hendro menggenggam bahunya. "Wenny, kasih aku satu kesempatan lagi ya? Kita sudah melewatkan terlalu banyak waktu. Aku nggak mau terus kehilanganmu."Wenny menepis tangannya dan mendorongnya menjauh. "Hendro, semua ini sudah terlambat! Sebenarnya, aku sudah kasih kamu banyak kesempatan dalam hatiku. Saat kita bercerai, aku masih kasih kamu kesempatan. Saat aku dan Hana diculik bersama, aku juga kasih kamu kesempatan. Bahkan saat aku hampir dipaksa menjalani operasi aborsi, aku masih berharap kamu a

Hendro bilang, Hana hanyalah bayangan Wenny.Sebenarnya Hana sudah tahu, tetapi dia tidak mau percaya. "Aku ini wanita pilihan, sedangkan Wenny cuma wanita rendahan dari desa. Apa hak dia untuk dibandingkan denganku?"Tatapan Hendro langsung berubah menjadi dingin. "Siapa yang izinkan kamu menghina Wenny?"Dua pengawal berbaju hitam segera maju. Salah satunya langsung menampar wajah Hana dengan keras.Plak!Seluruh wajah Hana langsung menoleh ke samping akibat tamparan itu.Sayangnya, tamparannya tidak berhenti sampai di situ. Tamparan demi tamparan mendarat telak di wajah Hana, keras dan tanpa ampun.Tak lama kemudian, kedua pipi Hana membengkak merah dan sudut bibirnya mengalirkan darah."Jangan pukul lagi! Sakit banget!" Hana akhirnya tak tahan dan memohon ampun.Hendro mengangkat tangannya, lalu memberi isyarat agar para pengawal berbaju hitam berhenti. Mereka pun mundur ke belakang.Hana tidak sanggup berdiri lagi dengan kedua kakinya. Tubuhnya langsung ambruk ke lantai.Selama in