Renata meletakkan gelas wine-nya di meja kaca dengan pelan. “Aku tahu kamu bukan anak kecil, Dit. Kamu pintar. Dan cepat baca situasi.”Renata berdiri perlahan, berjalan menuju jendela besar yang menghadap taman belakang rumahnya, lalu menatap ke luar. Bahunya agak merosot turun, suaranya jadi lebih tenang.“Klinik itu... cuma satu dari banyak wajah yang harus aku rawat. Di permukaan, ya, kita kasih terapi, layanan kecantikan, dan semacamnya. Tapi di balik itu, kita juga jadi pelampiasan untuk para lelaki kaya yang... lapar.”Adit masih diam di tempat duduknya. Ia mendengar tanpa menyela.“Dunia ini nggak adil buat perempuan, Dit. Dan kadang... perempuan kayak aku, atau Ayunda, nggak punya banyak pilihan. Jadi daripada kita diinjak, mending kita main di atas panggungnya, tapi dengan cara kita sendiri.”Ia menoleh ke Adit, pandangannya tajam lagi. “Yang penting, kontrolnya tetap di tangan kita. Aku nggak izinkan perempuan-perempuan di klinik itu dijadikan mainan tanpa batas. Aku jaga m
Terakhir Diperbarui : 2025-04-26 Baca selengkapnya