Ketika Reina mengetuk pintu kamar Putri Salima, ia tidak menyangka akan mendengar suara lemari dibanting dan koper terbuka.“Putri Salima?” Reina memanggil hati-hati.Pintu terbuka dengan cepat, menampilkan wajah Putri Salima yang memerah, bukan karena bedak, tapi amarah.“Aku sedang sibuk! Kalau kau mau bergosip tentang pangeran sialan itu, lebih baik—”“Aku hanya ingin tahu apa yang terjadi,” potong Reina cepat, mencoba tetap tenang.Matanya terarah pada beberapa koper besar di ranjang. Gaun-gaun, sepatu, kotak perhiasan, dan semuanya berantakan. Jelas bukan sekadar ingin ganti baju.“Kamu mau pergi?” tanya Reina, menutup pintu perlahan.Salima menoleh, matanya basah. “Apa gunanya aku di sini kalau hanya dijadikan bahan lelucon?”Reina mendekat hati-hati. “Apa yang dia katakan?”Salima langsung duduk, napasnya berat. “Kemarin malam... dia datang ke kamarku. Setelah semua orang menyuruhku memilih dia, dia malah—” suara Salima tercekat, lalu berkata dengan penuh rasa sakit, “dia bilan
Terakhir Diperbarui : 2025-05-04 Baca selengkapnya