Langit sore di Jakarta seperti menggantung pertanyaan yang tak kunjung terjawab. Anya duduk di dekat jendela apartemennya, tangan gemetar memegang ponsel.Sudah dua hari sejak garis itu muncul. Dua hari penuh dialog batin, pertimbangan, dan doa. Tapi hari ini, ia tahu waktunya telah tiba. Ia tak bisa menunggu lebih lama lagi.Dewa kini sudah di Amerika. Waktu di sana masih pagi, dan Anya sudah memastikan ia tidak sedang sibuk. Dengan napas panjang, ia menekan ikon hijau dan menunggu.Suara sambungan berdering. Sekali. Dua kali. Tiga…“Sayang…” suara Dewa muncul, hangat tapi lelah.Anya menggigit bibir. “Aku… aku perlu bilang sesuatu penting.”“Ya? Kamu baik-baik aja, kan?”Keheningan menyela. Napas Anya berat, suaranya sedikit gemetar, “Aku… hamil, Dewa.”Di seberang sana, hening menjawab. Dewa tak langsung bicara. Anya memejamkan mata, menunggu, menduga-duga makna dari diamnya.Setelah beberapa detik yang terasa seperti jurang panjang, Dewa akhirnya berkata, pelan, seperti berusaha m
Terakhir Diperbarui : 2025-06-18 Baca selengkapnya