Share

Bab 194: Lebih dekat

Penulis: Aurelia Rahmani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-17 21:26:50

“Aku tahu aku datang terlambat dalam hidupmu, Anya.”

“Dan mungkin... aku cuma kebetulan hadir di saat kamu butuh bahu. Tapi sejak awal aku tahu, kamu masih mencintai seseorang yang belum selesai.”

Anya menatap Arka dengan mata berkaca.

“Maaf, Arka... kamu orang yang sangat baik. Tapi aku nggak bisa bohong terus sama perasaanku.”

Arka tersenyum lemah.

“Aku tahu dari awal. Aku hanya berharap... mungkin kamu bisa sembuh dengan cintaku. Tapi ternyata, kamu butuh seseorang yang dulu pernah membuatmu utuh.”

Ia menepuk bahu Anya pelan, lalu menatap Dewa dan mengangguk singkat.

“Jaga dia. Jangan tinggalin lagi.”

Tanpa berkata-kata, Arka berbalik dan pergi, meninggalkan dua orang yang masih berdiri di antara perasaan yang belum selesai.

Anya menunduk, mencoba menyeka air mata.

Namun tiba-tiba, tangan Dewa menggenggam tangannya erat.

“Aku pulang bukan cuma untuk bekerja sebentar di sini, Anya.”

Anya menoleh.

“Aku pulang karena aku sadar, kamu adalah satu-satunya tempat aku ingin kembali.”

Mata
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 194: Lebih dekat

    “Aku tahu aku datang terlambat dalam hidupmu, Anya.”“Dan mungkin... aku cuma kebetulan hadir di saat kamu butuh bahu. Tapi sejak awal aku tahu, kamu masih mencintai seseorang yang belum selesai.”Anya menatap Arka dengan mata berkaca.“Maaf, Arka... kamu orang yang sangat baik. Tapi aku nggak bisa bohong terus sama perasaanku.”Arka tersenyum lemah.“Aku tahu dari awal. Aku hanya berharap... mungkin kamu bisa sembuh dengan cintaku. Tapi ternyata, kamu butuh seseorang yang dulu pernah membuatmu utuh.”Ia menepuk bahu Anya pelan, lalu menatap Dewa dan mengangguk singkat.“Jaga dia. Jangan tinggalin lagi.”Tanpa berkata-kata, Arka berbalik dan pergi, meninggalkan dua orang yang masih berdiri di antara perasaan yang belum selesai.Anya menunduk, mencoba menyeka air mata.Namun tiba-tiba, tangan Dewa menggenggam tangannya erat.“Aku pulang bukan cuma untuk bekerja sebentar di sini, Anya.”Anya menoleh.“Aku pulang karena aku sadar, kamu adalah satu-satunya tempat aku ingin kembali.”Mata

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 193: Kejutan

    Anya terdiam.Ia tahu ini bukan pengakuan yang datang dari permainan.Bukan juga pelarian.Tapi dari seseorang yang perlahan tumbuh dalam hidupnya—dengan kehadiran yang hangat dan tulus.Malam itu, Anya tidur di kamar villa dengan hati yang bergetar.Ia belum menjawab Arka. Belum memberi janji.Tapi ia tahu, rasa itu… sudah ada.Menyemai dengan pelan. Tapi pasti.***Setelah akhir pekan yang penuh tawa dan kehangatan di villa, suasana di dalam mobil terasa nyaman. Arka menyetir pelan, membiarkan jendela sedikit terbuka agar angin sore masuk membawa wangi pinus yang tersisa.“Kamu capek?” tanya Arka sambil melirik sekilas ke arah Anya yang bersandar di jok penumpang.“Nggak juga. Tapi agak berat ninggalin suasana villa,” jawab Anya, setengah tersenyum.“Villa-nya bisa kita kunjungi lagi kapan aja. Tapi yang paling penting, kamu nyaman nggak selama di sana?”Anya menoleh menatap Arka sejenak.“Aku nyaman, Arka. Sama tempatnya… dan sama kamu.”Arka tersenyum kecil. Tak banyak bicara sete

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 192: Pesan dari Masa Lalu

    Pagi itu, butik Lini Sederhana masih sepi.Anya duduk di ruang belakang, menyortir kain dan mengecek stok. Suasana tenang—hanya suara kipas kecil dan detik jam dinding.Ponselnya bergetar.Pesan WhatsApp dari nomor tak dikenal.“Halo, Mbak Anya…Saya nggak yakin kamu masih ingat saya.Tapi dulu saya pernah lihat booth tarot kamu di mall.Waktu itu saya belum sempat mampir, dan pas saya balik ke sana, booth-nya sudah pindah ke restoran.Saya baru kembali dari luar negeri minggu lalu.Kalau masih buka konsultasi tarot… boleh saya buat janji?”Anya tertegun. Ia membaca ulang pesan itu.Ada getar aneh di dadanya—bukan karena nama, tapi karena kenangan yang ikut muncul bersamaan.Anya membalas singkat:“Halo. Masih ingat sedikit. Saya masih buka konsultasi. Bisa by appointment saja. Hari apa kira-kira kamu luang?”Beberapa menit kemudian, balasan masuk:“Sabtu ini saya kosong. Namaku Arka.”Nama itu asing. Tapi terasa seperti pintu kecil yang baru saja diketuk kehidupan.Sabtu siang, Anya

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 191: Dalam Rindu yang Tenang

    Anya berdiri.“Kalau kamu balik, butik ini tetap buka. Dan kopimu selalu ditunggu.”Mereka tak berpelukan, tak saling mencium pipi.Tapi ketika Dewa keluar dari butik dan melambaikan tangan,Anya tahu—ada yang tumbuh di antara mereka, dan tak akan mudah layu.Butik itu kembali sepi,tapi Anya duduk sambil menyesap kopi terakhir dari Dewa.Dan ia tahu:meski Dewa pergi, harapannya tetap tinggal.***Hari-hari setelah kepergian Dewa tak serta-merta menjadi kosong.Ada rindu, tentu saja.Tapi rindu yang tumbuh bukan seperti luka yang pedih—melainkan seperti tanaman yang disiram setiap pagi: perlahan, tenang, dan penuh harapan.Anya kembali pada rutinitasnya.Setiap pagi, ia membuka butik pukul 10, merapikan display, mengecek stok, membalas pesan pelanggan, dan sesekali menjahit sendiri di ruang belakang.Satu hal yang tak pernah ia lewatkan: membuatkan kopi untuk satu cangkir tambahan.Cangkir itu selalu kosong, tapi hadir sebagai bentuk harapan diam-diam.Setiap Jumat pagi, Dewa mengiri

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 190: Kopi Terakhir

    Hari itu, semua orang seolah mendapatkan secercah terang yang mereka tunggu. Arfan belum pulih, tapi hidupnya mulai kembali. Setelah menunggu beberapa jam dan melihat kondisi stabil, Anya memutuskan untuk pulang ke apartemen. “Aku udah satu bulan lebih ke sini terus. Aku rasa… hari ini aku bisa istirahat sebentar,” katanya sambil tersenyum ke arah Naira. Dewa langsung menawarkan diri. “Aku antar. Kamu udah terlalu baik ke kita. Minimal aku bisa pastikan kamu sampai dengan selamat.” Sebelum benar-benar pergi, mereka mampir ke kantin rumah sakit. Suasananya tenang, hanya beberapa orang duduk menyantap makan malam. Langit di luar sudah mulai gelap, dan aroma hujan semalam masih tersisa. Anya memesan sop buntut, Dewa memilih nasi goreng sosis kampung. Sambil makan, mereka berbicara ringan—tentang makanan yang tidak seenak kelihatannya, tentang pasien yang suka menyapa di lift, dan tentang… pulang. “Setelah seminggu nemenin Naira dan sebulan lebih bolak-balik ke sini, apartemen

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 189: Tatapan yang Tidak Sempat Berkedip

    Sudah seminggu sejak Arfan terbaring di ruang ICU.Meski kondisinya perlahan membaik, ia masih belum sadarkan diri.Naira setia menunggunya setiap hari, seperti daun yang enggan jatuh meski angin kehidupan terus bertiup keras.Hari itu, Anya kembali datang ke rumah sakit.Membawa termos berisi teh hangat, beberapa camilan, dan senyuman hangat yang sudah mulai akrab bagi Naira.“Kamu butuh istirahat,” kata Anya lembut.“Tehnya jahe. Buat nenangin hati juga.”Naira hanya tersenyum kecil.“Kamu kayak kakak yang nggak pernah aku punya.”Anya tertawa ringan.“Kebetulan aku juga udah lama nggak jadi kakak buat siapa-siapa.”Mereka duduk berdua di bangku lorong seperti biasa, ketika pintu lift terbuka.Langkah cepat terdengar, dan sesosok laki-laki tinggi berkulit sawo matang dengan setelan kasual elegan masuk ke lorong ICU.Langkahnya langsung menuju Naira.“Na… aku langsung ke sini begitu sampai bandara.”Suaranya berat tapi hangat. Matanya tajam tapi lembut.Naira bangkit, memeluk pria it

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status