Jingan melayang di atas danau, tubuhnya tegap dan megah. Sayapnya terbentang luas, menghadirkan bayangan besar yang membelah kabut. Sorot matanya tajam, penuh kesadaran dan otoritas. Angin seolah-olah tunduk padanya, berputar mengitari tubuhnya, membentuk pusaran halus yang bergerak lambat.Zulaika menahan napas. Sosok itu begitu nyata, begitu dekat. Rimba dan Calistung saling melirik—tidak ada jejak tawa tersisa di wajah mereka.Nenek Suyatim mengayunkan tongkatnya sekali ke tanah, bunyi ketukannya menggema ringan. "Dia bukan sekadar datang," ujarnya. Suaranya rendah lamun penuh makna.Jingan tidak bergerak, hanya memandang mereka. Angin berhembus lebih pelan, seolah-olah menyesuaikan dengan ritme keberadaannya.Rimba akhirnya berbisik, "Nek, kenapa dia datang?"Nenek Suyatim tidak segera menjawab. Dia menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Bukit Berkabut sedang bergetar. Siluman itu menggeliat."Mata Zulaika membesar. "Siluman itu ..., sudah bangun?"Nenek Suyatim meng
Last Updated : 2025-06-13 Read more