Semua Bab Rainkarnasi Jiwa Pengembara: Kehidupan Setelah 10000 Tahun: Bab 161 - Bab 170

Namun saat Mu Xiong melesat menjauh, niatnya untuk segera pergi menyusul anggota klan Mu yang lainnya terhenti. Perhatiannya terpaku pada satu sosok di tengah tumpukan bangkai Kadal Rawa Bertanduk. Seorang pria muda berdiri di sana, tubuhnya diselimuti debu dan noda darah, namun gerakannya tetap tenang, nyaris tak tersentuh. Setiap ayunan bilah pedang melesat denag presisi tinggi, menumbangkan binatang buas seukuran sapi itu dalam satu serangan."Huh? Siapa bocah ini? Kenapa dia masih bertahan di sana seperti itu?" gumam Mu Xiong dengan alis berkerut.Matanya menajam. "Dia bukan dari klan Mu... Dan aku tak mengenali auranya sebagai salah satu dari anak buah Gui Sha. Tapi mengapa... dia agak sedikit terasa familiar?"Mu Xiong mengamati lebih seksama. Dari atas udara, ia menyipitkan mata. Pemuda itu memiliki tatapan tenang, dingin seperti salju, namun dalam seperti danau purba. Sorot mata seperti itu... seolah telah melalui lebih banyak penderitaan daripada usia tubuhnya.Sementara itu

Di sisi selatan dari posisi awal kedatangan kelompok ekspedisi... Hanya suara desir angin dan raungan samar dari kejauhan yang terdengar di antara kabut tipis yang menyebar di wilayah Laut Mati. Di tengah rerimbunan batu karang hitam dan tanah lembab, dua perempuan saling menatap tajam. Satu dengan sorot mata tajam yang masih menyimpan air mata, satu lagi dengan rahang mengeras menahan emosi. "Kakak Ye, apa yang kamu lakukan!? Lepaskan aku!" Shan Rong menjerit, tubuhnya bergetar hebat. Air mata mengalir bebas di pipinya, membasahi bekas debu dan keringat yang menempel di kulitnya. Ia mencoba menarik tangannya dari cengkeraman Ye Xin, namun wanita itu menggenggamnya erat seperti borgol yang tak terlihat. Ye Xin menatapnya dengan mata yang tak lagi hangat. Bibirnya terkatup rapat sebelum akhirnya terbuka, menyemburkan kata-kata yang lebih seperti cambuk daripada nasihat. "Adik Rong! Kenapa kamu begitu keras kepala!? Apa kau pikir bisa kembali ke sana lagi dengan kekuatanmu saat i

Wilayah Laut Mati—sebuah tempat yang bahkan dalam peta dunia kultivasi tak pernah digambarkan secara utuh. Jika permukaan peta di atas kerta bisa hidup, maka wilayah Lau Mati akan sepenuhnya di tutupi awan hitam.Ia terletak di ujung timur wilayah Seribu Pegunungan, berbatasan langsung dengan wilayah tak bertuan yang dipenuhi kabut hitam abadi dan medan yang kasar.Tak ada cahaya matahari yang sepenuhnya menembus kabut kelabu yang menggulung di atas langitnya, dan setiap langkah yang diambil di tanah ini seolah membawa resiko kehilangan nyawa.Bagi kebanyakan kultivator, wilayah Laut Mati adalah tempat larangan, wilayah tabu yang hanya disebut dalam legenda sebagai kuburan para dewa dari kalangan berbagai ras. Namun hari ini, jejak manusia kembali melintas di antara batu karang hitam dan vegetasi aneh yang tampak seperti akar menjulur dari neraka.Misi ekspedisi klan Mu yang dipimpin langsung oleh kepala klan Mu dan beberapa tetua senior serta pengawal elit sedang berlangsung dapam di

Energi spiritual di wilayah Laut Mati jauh lebih padat daripada di daratan manapun di dunia kultivasi. Ada yang mengatakan bahwa ini adalah siss-sisa dari perang kuno antara para dewa jutaan tahun silam. Energi mereka,entah itu berkah atau kutukan, mungkin terperangkap dan memadat seiring waktu, membentuk atmosfer spiritual yang menyesakkan sekaligus memikat. Inilah alasan kenapa tempat ini dihuni oleh binatang buas dengan kultivasi tinggi. Seperti Kera Badai Salju yang berhadapan dengan Mu Xiong sebelumnya. Meski mungkin baru berumur beberapa ratus tahun, makhluk itu telah mencapai tingkat enam, dan menunjukkan tanda-tanda bangkitnya kecerdasan spiritual. Hal yang jarang terjadi pada binatang buas di usia semuda itu. Di dalam lautan jiwanya, Zhu Long menyelami kedalaman kesadarannya sendiri. Di sana hanya eksistensi murni dari dirinya. Sebuah bola bercahaya emas berputar perlahan di tengah kehampaan seperti planet abadi, dikelilingi kabut bintang yang melayang, bergerak mengikuti

Wilayah Laut Mati semakin menunjukkan wajah aslinya. Kabut tebal yang tak kunjung menipis, bebatuan tajam yang menjulang tak beraturan seperti gigi-gigi purba yang mencuat dari bumi, dan aroma belerang yang semakin menusuk hidung—semua menjadi pertanda bahwa mereka telah memasuki lapisan yang semakin dalam. Di sini, bahaya tak hanya datang dari medan yang kasar, tetapi juga dari makhluk-makhluk yang bersembunyi di baliknya.Kelompok ekspedisi klan Mu bergerak mengendap-endap, langkah-langkah mereka hati-hati, memecah kesunyian yang mencekam. Jalan yang mereka tempuh berliku-liku di antara celah batu karang yang menjulang seperti pecahan paku bumi raksasa, menciptakan labirin gelap yang terasa tanpa ujung. Setiap bayangan ataupun setiap desiran angin, bisa saja berarti ancaman.Gui Sha berjalan di barisan paling depan. Matanya yang tajam menyapu setiap sudut, mengamati celah-celah tebing, bayangan di balik bebatuan, dan setiap hembusan udara dingin yang membawa kabut. Ekspresinya seriu