Home / Romansa / Candu Cinta Dokter Muda / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Candu Cinta Dokter Muda: Chapter 91 - Chapter 100

110 Chapters

91. Tentang Kehormatan Keluarga

"Nggak perlu," ucap Rai membuat Gendhis yang sudah hampir berdiri mengurungkan niatnya. "Ini masalahku, kehormatanku, biar kubela sampe akhir! Nggak perlu ikut campur," desisnya teguh pendirian. "Tapi kamu bisa luka lebih parah dari ini, Rai," desis Gendhis, ia takut Rai terluka tentu saja. "Aku nggak akan mati di tangan Ben, nggak usah lebai," dumal Rai kesal. Jika boleh jujur, ia kecewa pada Gendhis yang membuatnya harus melalui ini. Seandainya niatan mereka bercerai tidak sampai ke telinga Ben, pertemuam seperti ini tentu saja tidak perlu terjadi. "Ayo!" seru Bastian sudah menghunus pedangnya tepat di depan wajah Rai. "Ahli pedang lebih milih buat motong perutnya ketimbang kehilangan kehormatan," tantangnya memprovokasi.Tak menjawab Bastian, Rai langsung berdiri, ia tangkis hunusan pedang dari pamannya itu dengan katana miliknya. Mereka bertemu lagi di tengah aula, saling lempar pandang serius. "Baru sembuh dari lukamu bukan berarti otakmu juga boleh berlaku pengecut, Christ!"
last updateLast Updated : 2025-05-02
Read more

92. Sekuat Keinginan Berpisah

Rai menepis lengan Gendhis yang memeluknya, "Nggak usah ikut campur," katanya. "Kamu udah begini, nggak usah gengsi kenapa?" sengal Gendhis kesal. "Ben minta sampe habis nafasku," balas Rai. Perlahan ia menegakkan punggungnya, menantang Ben lagi."Apa sebegitu besar keinginan kamu menceraikanku, Rai?" ucap Gendhis menggigit bibir bawahnya menahan tangis yang siap tumpah lebih banyak. "Sampe kamu ngerasa harus ngalahin Ben juga?" bisiknya tersendat, hancur sudah hatinya. Rai menoleh Gendhis setelah mendengar ucapan pilu istrinya. Ia tertegun beberapa saat, darah di tulang selangkanya tak henti mengalir, melewati liat otot 'abs' di perutnya. Jika boleh jujur, Rai terbentur antara mempertahankan egonya atau menjaga hati Gendhis. Harus ia akui, setelah bercinta semalam dengan Gendhis, hatinya tergerak untuk sedikit mempertimbangkan keputusannya bercerai. Namun, bukankah sumber dari kesakitannya saat ini adalah Gendhis? Istrinya itu yang membuat Ben harus menyelenggarakan pertemuan mend
last updateLast Updated : 2025-05-03
Read more

93. Semoga Bahagia

Setelah Rai berucap mengenai perpisahan mereka, Gendhis memilih kembali ke kamarnya. Ia tak mau terlibat banyak pada Rai, takut ia tak kuasa melepaskan apa yang menjadi bebannya selama ini. "Sarapan dulu," sambut Rai saat Gendhis keluar dari dalam kamar keesokan paginya."Kamu masak?" tanya Gendhis takjub. Rai mengangguk, "Nggak bisa tidur dari jam 3 tadi, makanya cari kegiatan.""Badan kamu nggak pa-pa? Kamu abis kena sabet pedang dari Ben ya Rai!" "Udah diobatin Ann, nggak masalah," kata Rai santai. Gendhis manggut-manggut. Ia menarik salah satu kursi makan di seberang Rai, lantas duduk menghadapi meja penuh makanan itu. Hatinya tiba-tiba terenyuh, mungkin saja Rai sengaja memasak untuknya karena hari ini adalah hari di mana perceraian mereka akan didaftarkan."Unagi kabayaki," sebut Rai saat Gendhis mengamati masakannya. "Belut?" tebak Gendhis mengernyitkan dahinya. "Anggeplah begitu," jawab Rai. "Kalau mau yang familiar ada ayam teriyaki," tambahnya."Kapan beli bahan makana
last updateLast Updated : 2025-05-03
Read more

94. Menanam Saham

Merasa bahwa ini adalah saat terakhir yang mungkin bisa dilaluinya bersama Rai, Gendhis menyambut pancingan sang suami. Ia tahan rahang Rai, dibalasnya kecupan singkat itu dengan pagutan lembut yang menuntut dituntaskan. Meski sempat terkejut dengan pergerakan berani Gendhis, Rai tak menolak pagutan istrinya itu. Diubahnya posisi duduk Gendhis masih dalam posisi memagut, duduk nyaman di pangkuannya mengapit dengan paha. "Setelah ini, kita mungkin nggak akan ketemu lagi," bisik Gendhis saat berhenti mengambil napas. "Kalau kepalamu ini inget sama kita suatu saat, tolong jangan mencariku," desisnya.Rai menatap Gendhis bingung, tapi ia mengangguk dengan patuh. Seakan sudah terbawa suasana dan pantang baginya untuk mundur. Disasarnya lagi bibir Gendhis, mereka saling mengecap manis rasa satu sama lain, menambah berat kenyataan bahwa perpisahan akan segera terjadi. "Kamu mau tau gimana cara kerja pelacur?" lirih Gendhis sengaja menggigit telinga Rai pelan. "Aku tunjukin cara kerja pelac
last updateLast Updated : 2025-05-03
Read more

95. Untuk Sebentar Saja

"Apa pilihannya cuma menikahi Kiara?" tanya Gendhis setelah selesai mengatur napasnya yang terengah. Masih sama-sama belum berpakaian lengkap, Rai dan Gendhis membungkus tubuh di dalam selimut yang sama. Perasaan cinta yang semula terbina manis dan diperjuangkan sekuat tenaga, kini hampir menguap tak bersisa karena hilangnya kenangan di kepala Rai atas istrinya. Namun, hati Rai sepertinya tahu bahwa Gendhis adalah perempuan yang dipilihnya, bukan penjebak seperti yang ia tuduhkan selama ini. "Pengaruh keluarga Kiara di bisnis keluarga Takahashi cukup gede, iya, harus menikahi Kiara," balas Rai dengan nada suara datar. "Aku bakalan membayarmu atas jasa tidur bersama ini, berapa yang kamu minta?" "Jadi, sekarang aku bakalan jadi pelacur profesionalmu? Kamu nggak ngerasa kujebak lagi?" lirih Gendhis tertawa pias. "Aku susah-payah melepasmu, Rai. Tapi aku nggak berdaya kamu jamah begini," desisnya. "Tubuhku menginginkanmu," ungkap Rai jujur. "Otakku yang nggak punya empati buat kamu,
last updateLast Updated : 2025-05-03
Read more

96. Sudah Sejak Lama

Rai-Gendhis, momen pertama kali, 13 tahun lalu ...."Aniki," Gendhis duduk mendekat pada Rai, tak tega juga melihat Rai sudah kepayahan karena terlalu banyak menenggak bourbon-nya. "Udah ya, kamu udah kepayahan, Rai," pintanya lembut. Mendengar suara Gendhis, Rai menaikkan pandangannya. Senyum tampannya terbit, tangannya terulur dan dengan berani mengusap pipi Gendhis."Kamu kerja?" tanya Rai masih dengan senyuman khasnya yang menggoda iman. Gendhis mengangguk lemah, "Aku diminta Kak Dini buat ke sini nemenin kamu. Ayok, sopir kamu udah nunggu, kuanter kamu ke hotel. Kata Kak Dini kamu biasa pulang ke hotel," jelasnya. Rai manggut-manggut, cara duduknya sudah sempoyongan. Ia amati lagi wajah Gendhis yang mulai menarik lengannya, membawa ia untuk dipapah keluar dari ruangan. Disambut Axel yang adalah petugas keamanan bar, Rai dibimbing menuju mobil. "Lo pastiin Aniki sampe di hotel dengan selamat. Bos Arino pesen buat jangan ngebiarin Aniki pergi ke manapun selain pulang ke hotel,"
last updateLast Updated : 2025-05-04
Read more

97. Sudah Selesai

"Apa reaksi Ben pas tau berkas kami udah masuk ke Pengadilan?" tanya Gendhis pada Ann yang datang mampir di malam harinya. Ia sengaja mengambil cuti dua hari kerja hingga besok pada Danisha. "Tanpa reaksi. Ben kalau udah muak sama kelakuan Christ bakalan kayak gini, Ndhis. Nggak mau tau dia," balas Ann. "Aku minta maaf untuk udah segampang ini nyerah, Ane-san," ucap Gendhis sambil menyesap rokoknya dalam-dalam. "Mempertahankan rumah tangga kami yang dari awal emang udah nggak sehat ternyata ngehancurin aku banget. Aku nggak mau masalah ini sampe kedengeran sama para tetua dan Rai makin dibuat susah. Ambisi Rai buat mewarisi tahta Ben udah nggak terbendung, bahkan di kekosongan memorinya, ambisi itu tetep kuat banget, ngalahin besar perasaannya ke aku," desisnya pasrah. "Ben tau kamu bakalan bersikap begini, makanya dia ngumpulin orang-orang kita. Kemarahan Ben yang nggak bisa asal ngehukum Christ akhirnya terlampiaskan pas mereka duel kemarin. Kamu jangan merasa bersalah karena Chr
last updateLast Updated : 2025-05-04
Read more

98. Jangan Goyah

"Aku nggak akan dateng, biar verstek, jadi cepet prosesnya," ucap Gendhis saat Rai mengingatkannya perihal sidang pertama perceraian mereka. "Dan aku pindah dari rumah hari ini," tambahnya membuat Rai yang tengah mengunyah sarapan, menghentikan aktivitasnya. "Nggak ada tuntutan, nggak hadir mediasi, rela pake alasan perselingkuhan dan jadi pihak bersalah, Ben pasti bakalan membunuhku karena bikin kamu ada di posisi itu," gumam Rai menghela napas panjang. "Kamu mau prosesnya berbelit-belit? Biar lama? Mau aku bikin tuntutan balik biar para tetua tau masalah ini?" desis Gendhis muak. "Enggak, makasih," ucap Rai kalah. Gendhis tak bicara lagi, ia memilih untuk membereskan bantal sofa yang berantakan. Diabaikannya Rai yang lanjut menyantap sarapan sendirian. "Kamu nggak sarapan?" tanya Rai, membuka lagi percakapan. "Aku udah goreng telur tadi," jawab Gendhis. "Aku mau mandi dulu, nanti kalau Danisha dateng, tolong suruh tunggu," pintanya. "Kuanter aja ke sana," ucap Rai segera berd
last updateLast Updated : 2025-05-04
Read more

99. Tidak Pernah Sebelumnya

"Ngapain lo?" tegur Danisha saat melihat sang ponakan datang ke kediamannya, mengantar Gendhis. "Nganter," jawab Rai singkat. "Ngapain lo minta gue puter balik pulang kalau akhirnya lo anter dia ke sini juga!" gemas Danisha berbisik, kesal juga pada tingkah sang ponakan. "Sekalian gue mau main ke sini, lama nggak main ke rumah Tante," cengir Rai sangat tampan. "Bajingan!" umpat Danisha spontan, "lo nggak bisa bohongin gue. Mulai nyesel kan lo ceraiin dia? Dasar bocil!" "Cerewet!" sungut Rai segera berpaling dari Danisha, ia mengekor langkah Gendhis menuju kamar yang disiapkan untuknya. "Jadi, berapa lama kamu bakalan tinggal di sini?" tanyanya penasaran. Gendhis mengedikkan bahunya, "Belom tau," gumamnya sekenanya. "Setelah ini aku nggak bisa sering menghubungimu, biar aja urusan perceraian diurus Danisha sama suaminya," kata Rai. "Oke," balas Gendhis. "Aku mau istirahat, nanti sore harus kerja lagi," ujarnya mengusir Rai secara halus. "Iya," Rai mengangguk. "Makasih udah di
last updateLast Updated : 2025-05-05
Read more

100. Menahanmu Sebentar

"Dia udah nggak pa-pa. Kayaknya reaksi alergi aja," ucap Ann yang baru saja selesai mengurus obat untuk Rai. "Nggak usah panik ya," katanya. "Kalau alerginya kepicu, dia emang suka begitu?" tanya Gendhis sudah bisa menghela napas panjang. "Seringnya iya, tapi kalau kondisi badan Christ lagi bagus-bagusnya, paling bentol doang di muka," ungkap Ann. "Rada kaget ya karena tiba-tiba?" "Iya, kukira kena serangan jantung," ucap Gendhis asal. Ann tertawa, "Saking bangsatnya si Christ sampe kamu doain begitu ya Ndhis," kekehnya. "Nggak gitu Ann," Gendhis memukul bibirnya pelan, menyesali kalimat asal yang keluar dari sana. "Dia tiba-tiba begitu, nggak ada gejala apa-apa. Dia makan sarapan kayak biasa," ceritanya. Ann tersenyum paham, diberinya kode pada Gendhis bahwa menantunya itu boleh menjenguk sang suami. Ben masih ada di dalam ruangan, entah mengobrol serius apa dengan calon penerusnya itu. "Gendhis," sapa Ben saat melihat Gendhis masuk ke dalam kamar perawatan. "Dia baru boleh pu
last updateLast Updated : 2025-05-05
Read more
PREV
1
...
67891011
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status