"Riel, lihat aku." Rigen memanggil, dengan tangannya yang menggenggam pipiku, lembut tapi tegas, seolah menyuruhku diam. Tak ada tempat untuk lari, bahkan untuk menoleh. Mataku menatap lurus ke matanya—mata yang menuntut seluruh jawabanku, seluruh penyerahan yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. "A-apa?" "Riel," ucapnya pelan, tapi penuh tekanan. "Kamu perempuan yang keras kepala. Kamu lari saat aku butuh kamu. Tapi kamu juga satu-satunya orang yang bisa membuat aku pulang lebih cepat, hanya untuk melihat apakah kamu masih di sisiku. Ini sangat lucu kan, Riel?" Gelisah, aku menggigit bibir. Jantungku berdetak tak beraturan mendengar pengakuan itu. "Aku—aku bingung, Rigen… aku lelah…" bisikku, nyaris putus asa. "Dan kamu pikir aku tidak?" balas Rigen, suaranya rendah, mendekat. Tangannya turun, mengusap garis rahangku, lalu berhenti di tengkukku, menggenggam pelan namun kuat. "Tapi aku tidak akan pergi. Aku tidak akan lari seperti kamu. Aku akan tetap di sini
Huling Na-update : 2025-06-18 Magbasa pa