All Chapters of Lahirnya Kultivator Dewa Samudra: Chapter 41 - Chapter 50

"Kau sudah kembali?" Tanya Anna yang duduk di atas gelondongan kayu."Hm," jawab Kael lemas sebelum tubuhnya ambruk ke atas pasir dengan posisi telentang.Napasnya masih memburu, seluruh tubuhnya basah dengan netra terpejam."Lelah sekali." Gumam Kael."Selama dua hari ini kau berlatih apa?" Tanya Anna, menunduk sopan saat Pollux menghampiri."Membelokan dan membuat gelombang laut. Aku sudah menduga bahwa lautan tidak bisa dikendalikan, tapi aku keras kepala." Jawab Kael."Itu sudah jelas. Tidak ada yang bisa mengendalikan lautan, kau harus berenang bersamanya agar tidak tenggelam." Ujar Anna.Kael sontak membuka mata dan melirik Anna dengan sorot tertegun."Kau mengatakan hal yang sama dengan guru.""Semua mahluk hidup yang berhubungan dengan lautan pasti tahu dasar pengetahuan ini." Sahut Pollux duduk di atas gelondongan kayu lain.Anna jadi bangkit berdiri, berjalan dengan kedua kakinya sebelum berjongkok di samping Kael."Apa kau baik-baik saja? Kau terluka?" Tanya Anna membuat Ka

Langit kelabu menggantung rendah di atas laut Selatan. Awan menggulung seperti pusaran, menahan hujan yang tak kunjung jatuh. Di bawahnya, Kael berdiri di atas bebatuan hitam, ujung kemejanya berkibar ditiup angin asin. Di hadapannya, lautan berderu liar, gelombang menghantam pantai seperti memanggil pertumpahan darah yang akan datang.Ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan aura spiritual dari tubuhnya menyatu dengan kekuatan air di sekitarnya. Thal energy dalam tubuhnya mulai berdenyut perlahan, merespons kekuatan laut.Hari ini, segalanya akan berubah.Dari balik kabut, langkah ringan terdengar di permukaan air. Seorang wanita muncul dengan anggun, berjalan seolah ombak menjadi jalannya sendiri. Rambutnya menyala jingga keemasan, jatuh hingga pinggang, berkilau seperti api di tengah badai. Matanya berwarna pirus dalam, dingin, dan tajam—seperti mata ikan predator dari kedalaman samudra. Ia memakai jubah pendek. Simbol bintang lima cabang di lengannya."Dia mencari Jenings sampai s

Ombak kembali menggulung. Kabut belum sepenuhnya reda dari ledakan sebelumnya, namun Kael sudah berdiri tegak. Napasnya berat, tapi matanya tetap tajam. Di hadapannya, Lacres juga berdiri dengan napas terengah, tapi dengan senyum sinis yang sama. Armor airnya masih menyelimuti tubuh, meskipun retakan terlihat di beberapa titik. Untuk sesaat, keduanya hanya diam, saling menatap tajam. Kemudian, hampir bersamaan, mereka melesat ke arah satu sama lain. Tubuh mereka beradu dengan suara yang menggetarkan udara. Kali ini, pertarungan kekuatan fisik, diperkuat oleh esensi laut, energi dasar yang mengalir dalam tubuh kultivator yang telah menyesuaikan diri dengan ritme dan napas samudra. Kael memutar tubuhnya di udara dan mengayunkan tinjunya tepat ke sisi leher Lacres. Dentuman keras terdengar, dan tubuh wanita itu terlempar mundur sejauh lima meter, menghantam permukaan laut hingga menyemburkan air tinggi ke udara. Lacres bangkit cepat. Senyumannya menghilang. Mata pirusnya berkilat ta

Laut membentang luas di bawah kaki mereka. Langit kelam memantulkan cahaya abu-abu yang meresap hingga ke ujung cakrawala. Riak air bergolak, bukan karena badai, tetapi karena dua kekuatan yang berdiri di atasnya. Di sanalah Kael dan Lacres berdiri—berhadapan di atas permukaan laut yang seolah menahan napasnya.Air beriak pelan di bawah langkah mereka, seperti terintimidasi oleh tekanan spiritual yang saling bertabrakan di antara kedua kultivator laut itu.Lacres berdiri angkuh, rambut oranyenya berayun pelan diterpa angin asin. Matanya bersinar pirus, penuh rasa puas. Ia sudah yakin dirinya menang. Di seberangnya, Kael berdiri dengan napas teratur namun tubuhnya memar di beberapa bagian—hasil dari pertarungan yang telah berlangsung lama.Lacres menyeringai. “Kau tak punya jalan keluar. Kau tahu itu. Jenings dan Anna ...,” ia mendekat selangkah, “kau tahu dia juga dalam bahaya.”Kael diam. Matanya hanya menatap tajam, tak terpengaruh.Lacres tertawa kecil. “Kau sudah goyah. Aku bisa l

Lautan yang tenang dan bertabur emas juga hangat sudah menjadi saksi berbagai macam perpisahan termasuk perpisahan pagi ini.Di antara Kael dan Anna.Keduanya duduk di atas perahu yang terhenti di tengah lautan. Sementara Pollux menyingkir beberapa meter dari sana, Kael berterima kasih karena gurunya perhatian dan memberi Kael waktu berdua."Jadi latihanmu belum selesai?" Tanya Anna, kedua tangannya yang ramping dan putih menggenggam tangan Kael.Kael menggeleng. "Latihanku masih jauh dari kata selesai. Masih banyak yang harus aku pelajari dan lalui agar menjadi kultivator hebat.""Untuk tujuan menggulingkan Kekaisaran Ardor?" Tanya Anna membuat Kael mengangguk.Sorot mata Anna menyendu, bibirnya bergetar dengan perasaan sesak. Setelah Kael menyatakan perasaan secara manis tadi malam, kutukannya hancur dan Kael resmi menjadi cinta sejatinya.Kepala Anna menunduk, mengusap lembut pada tato jantung di pergelangan tangan Kael ... tanda yang persis seperti dirinya dan muncul tepat saat ku