Semua Bab Menjadi Tawanan CEO Dingin: Bab 171 - Bab 180

Apalagi, ada Jose di sana. Sejak kecil, Deddy memang agak segan pada sepupu yang satu ini. Oleh karena itu, dia tidak berani bicara terlalu kasar. Akhirnya setelah terdiam sejenak, dia hanya berkata, "Ya sudah, nanti kita atur saja waktu untuk ngobrol berdua."Aura tidak berkata apa pun, bahkan tidak meliriknya sekali pun. Namun, bisa menyindir Deddy sekali saja sudah cukup membuat suasana hatinya membaik. Dia bangkit berdiri dan berkata, "Aku jalan-jalan dulu."Jose hanya mengangguk ringan dan tetap tampak tidak terpengaruh seperti biasanya.Aura berjalan menuju sudut taman. Meskipun tempat ini tidak jauh dari pusat kota, rumah-rumahnya di sekitarnya sangat jarang. Pepohonan di sana sangat lebat dan udara terasa sangat segar.Terlebih lagi, langit malam di sini luar biasa indah.Aura berpikir sejenak, lalu memutuskan naik ke atap rumah untuk melihat bulan. Kebetulan malam ini adalah bulan purnama. Dia menatap bulan yang bundar sempurna itu, tapi entah kenapa hatinya malah terasa hampa

Namun, saat Jose membersihkan lukanya, gerakannya jadi jauh lebih lembut dan Aura bisa menerimanya. Jadi, dia pun tidak repot-repot merebut kapas lagi.Aura baru bercerita, "Siapa sangka tunangan Deddy segila itu, baru ketemu saja sudah main tangan segala."Jose mengernyit pelan. "Begitu ya? Atau kalian memang melakukan sesuatu yang membuat orang salah paham?"Kalimat itu terdengar seperti pertanyaan santai, bahkan nadanya pun datar. Namun, siapa itu Aura? Setidaknya sudah beberapa bulan kenal Jose, dia cukup tahu sedikit banyak soal pria itu. Dia tahu, kalau Jose sampai tanya seperti itu, itu artinya dia sedang marah.Hanya saja, pria itu memang paling mahir menyembunyikan emosi. Wajahnya nyaris selalu tampak dingin dan tenang, entah sedang senang atau kesal. Aura terdiam sejenak, lalu tersenyum, "Kalau Pak Jose nggak percaya, bisa saja lihat rekaman CCTV, lihat sendiri apa yang terjadi barusan.""Jangan sampai salah paham dan nuduh aku." Nada bicaranya lembut, tapi ada sedikit kesan

Anrez berdiri dengan ekspresi datar tanpa berkata apa-apa. Pandangan matanya berpindah dari Aura ke Maserati merah mencolok di belakangnya. Suaranya terdengar berat saat bertanya, "Mobil itu punya siapa?"Aura memalingkan wajah. "Apa hubungannya denganmu?"Anrez mengernyit. "Beberapa hari ini kamu nggak pulang ke rumah. Hari ini aku juga sudah ke apartemenmu, tapi kamu juga nggak ada. Sebenarnya kamu tidur di mana semalam?"Aura melirik ke arahnya. Dia memang sangat sebal kalau Anrez berusaha memainkan peran sebagai ayah yang bijak di hadapannya."Di atas ranjang," jawab Aura santai.Alis Anrez semakin mengerut. "Begitu cara kamu bicara sama ayahmu?"Aura langsung tertawa sinis. "Oh, sekarang kamu ingat kalau kamu itu ayahku? Kukira, kamu cuma punya satu anak."Kata-kata sarkastik itu membuat wajah Anrez semakin muram. Namun, Aura tidak peduli. Dia berjalan ke arah lift dengan sepatu hak tingginya, lalu menekan tombol. Namun, Anrez rupanya belum berniat membiarkannya begitu saja, dia m

Belinda adalah manajer HRD di Grup Tanjung. Dia juga orang yang dulu dibimbing langsung oleh ibu Aura. Meskipun belakangan ini terjadi banyak pergantian staf di perusahaan, Belinda tetap setia bekerja.Dia merasa berutang budi atas perlindungan yang diberikan ibu Aura di masa lalu, jadi selama ini tidak rela untuk pergi. Banyak hal tentang Grup Tanjung yang Aura ketahui karena Belinda. Kalau bukan karena Belinda, Aura pasti akan benar-benar buta soal kondisi perusahaan.Aura tersenyum, melambaikan tangan ke pelayan, dan memesan segelas air lemon. Kemudian, dia menoleh ke arah Belinda. "Bibi, aku langsung saja ya. Tadi siang Ayah datang mencariku. Dia memintaku kembali ke Grup Tanjung."Belinda langsung mengerutkan kening saat mendengarnya. "Dia yang minta sendiri?"Aura mengangguk. Melihat ekspresi Belinda, dia langsung tahu pasti ada yang tidak beres.Belinda menunduk sedikit, merenung sejenak, baru mendongak menatap Aura. "Kalau dia memanggilmu kembali di saat seperti ini, itu bisa j

Namun, tak ada pilihan lain. Siapa suruh Meilina berani menindas Lulu? Lagi pula, Aura cuma punya satu sahabat. Masa dia diam saja melihat Lulu dipermalukan?Aura menarik Lulu ke kamar mandi, menatapnya tajam. Setelah diam cukup lama, dia mendengus. "Payah. Sudah tahu ditindas, tapi malah berdiri diam saja?"Lulu menunduk, tak berbicara. Wajahnya terlihat sangat menyedihkan. Aura menghela napas. "Tunggu di sini. Aku keluar beli baju dulu."Setelah berkata begitu, dia berbalik dan pergi. Tak lama kemudian, dia kembali sambil membawa satu set pakaian baru.Hari ini, Lulu awalnya memakai setelan kerja berwarna terang. Setelah disiram kopi, penampilannya menjadi sangat berantakan. Dia tidak mungkin balik ke kantor dalam kondisi begitu.Begitu selesai berganti pakaian dan keluar, Lulu langsung melihat Meilina yang sedang bertengkar dengan Deddy. Melihat Lulu, Deddy segera menghampiri dan bertanya, "Kamu nggak apa-apa?"Aura langsung memutar bola mata. Tanpa berbasa-basi, dia berkata dengan