Semua Bab Menjadi Tawanan CEO Dingin: Bab 801 - Bab 810

"Tapi, kalau cambuk itu nggak kena tubuh sendiri, mana mungkin tahu sakitnya. Pak Renald, sebaiknya simpan saja hatimu yang penuh belas kasihan itu," kata Aura yang merasa konyol saat mendengar ucapan seperti itu keluar dari mulut Renald.Meskipun Keluarga Tanjung bukan keluarga terpandang di kalangan elite Jakoro, gosip tetap selalu digemari semua orang. Skandal Keluarga Tanjung sudah lama menyebar di lingkaran sosial itu, Aura yakin Renald juga pasti sudah mengetahuinya. Renald masih tetap menyuruhnya untuk jangan menyimpan kebencian padahal sudah tahu, benar-benar konyol.Renald tidak menyangka Aura akan langsung menanggapi perkataannya dengan begitu marah. Dia sempat tertegun sejenak, lalu mengejek, "Sepertinya Bu Aura memang berbeda. Aku kira semua gadis akan suka kalimat manis yang nggak berguna, tapi enak didengar seperti itu."Tatapan Aura menjadi dingin. "Pak Renald, lebih baik jangan punya prasangka yang sama terhadap semua orang."Keduanya memang berbicara dengan pelan, teta

Jose menggoyang akta nikah di tangannya. "Jadi, mulai sekarang Nyonya Aura lebih baik jangan punya pikiran lain lagi."Aura langsung terdiam dan menatap Jose dengan ekspresi tak berdaya. Dia akhirnya mengerti maksud dari pertanyaan Jose di mobil tadi tentang Renald. Dia baru saja ingin mengatakan sesuatu, tetapi Jose sudah merangkul pinggangnya dan membawanya masuk ke mobil. Dia bertanya dengan pelan, "Kita mau ke mana lagi? Aku masih ada urusan."Jose menoleh dan tersenyum pada Aura. "Setidaknya harus pergi lihat rumah pernikahan kita. Setelah itu, aku akan menemanimu pergi menemui Pak Parviz.""Nggak boleh!" tolak Aura langsung.Begitu mendengar perkataan itu, Jose yang tadinya masih tersenyum pun tatapannya langsung menjadi dingin. "Kenapa? Apa aku nggak pantas bertemu dengannya?""Bukan begitu!"Aura langsung terkejut, lalu buru-buru menjelaskan dengan canggung, "Hanya saja, kakekku sudah tua. Kalau aku tiba-tiba membawa pulang seorang ...."Dia tertegun sejenak, lalu melirik Jose

Aura terkekeh-kekeh. "Aku sendiri saja turun.""Uhuk ...." Dia batuk kecil, menutupi rasa canggungnya.Dengan sifat Jose, begitu bertemu Parviz, mungkin dia akan langsung mengeluarkan akta nikah. Namun, mengingat kondisi tubuh Parviz, takutnya beliau tidak akan sanggup menerima guncangan itu.Mata Jose sedikit menyipit. Sekelilingnya seketika dipenuhi tekanan yang begitu rendah. "Kenapa? Memangnya aku begitu memalukan? Atau ...."Jose terkekeh-kekeh dingin. "Atau kamu takut Renald lihat, lalu mengganggu kisah cinta kalian?"Tangannya terangkat, melingkari pinggang Aura, lalu perlahan merayap ke atas. Telapak tangannya yang panas membawa nuansa ambigu, tetapi tetap terasa mendominasi."Nggak." Aura menggeleng dan menyangkal, "Kamu salah paham. Hanya saja kondisi tubuh Kakek nggak baik. Aku ingin cari waktu yang tepat untuk bicara padanya. Nggak mau membuatnya terlalu terkejut."Jose menatapnya beberapa saat. Tatapannya tiba-tiba melewati Aura, mengarah ke luar jendela. Sudut bibirnya pe

"Cepat bilang sama aku, benar atau nggak?" Jose tetap dengan ekspresi datarnya, sementara Ferdy sudah tidak sabar setengah mati.Jose menyesap seteguk anggur merah dari gelasnya dengan santai, baru kemudian melirik dengan sudut mata. "Kamu ini pria dewasa, apa nggak malu gosip begini?""Tsk." Ferdy berdecak. "Kalau gosip ini nggak ada kaitannya sama kamu, aku nggak akan peduli sedikit pun."Jose tiba-tiba mengambil akta nikah. Jangankan Ferdy, seluruh lingkaran sosial bahkan hampir seluruh ibu kota pun pasti penasaran. Bagaimanapun juga, berita-berita tentang Jose selalu menjadi headline majalah hiburan dan sangat laku untuk dijual.Ferdy kembali mendekat dan bertanya, "Benar atau nggak? Cepat kasih tahu aku.""Hm." Jose hanya menggumam ringan, lalu kembali melirik Ferdy dengan nada tidak puas. "Kamu memanggilku dengan terburu-buru hanya untuk ini?"Ferdy akhirnya merasa puas, tetapi dia tidak menjawab, malah balik bertanya, "Kok bisa? Kenapa kalian tiba-tiba nikah?"Mendengar itu, di

Aura berpikir sejenak, lalu terpaksa menyahut, "Aku ... sekarang lagi nggak bisa. Besok aku telepon kamu lagi ya?"Di seberang, Lulu yang sudah mulai mengenakan pakaian pun terhenti. Tiba-tiba, dia seperti teringat sesuatu. Matanya menyipit, dia bertanya kepada Aura, "Kamu ... lagi sama Jose?"Aura refleks menjawab, "Nggak."Suasana di dalam mobil hening. Tadi hanya ada suara Aura yang sedang bertelepon. Begitu mendengar jawaban itu, Jose yang tadinya memejamkan mata dan berpura-pura istirahat, mendadak membuka mata. Sepasang matanya yang dingin langsung menoleh pada Aura. Tatapannya jelas mengandung ketidakpuasan.Selesai menjawab, Aura merasa bersalah, lalu melirik ke arahnya. Dia tepat bertemu pandang dengan sorot mata Jose yang dingin. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang.Segera, dia buru-buru berkata kepada Lulu, "Aku lagi ada urusan sekarang. Aku telepon kamu lain kali."Tanpa menunggu Lulu berbicara lagi, dia langsung menutup telepon. Begitu panggilan berakhir, layar ponselnya