Lahat ng Kabanata ng Penderita Kanker Jadi Manusia Super: Kabanata 241 - Kabanata 250

Cahaya bulan menyinari mangkuk raksasa di balik tiang pancang. Lebarnya dua ratus meter dan membentang dua kali lipat jarak tersebut ke atas gunung. Ada tonjolan tajam di atasnya yang menaungi sepertiga bagian atas mangkuk dari cahaya bulan. Tidak ada pohon yang tumbuh di dalamnya.Eric mengangkat ponsel pintarnya. "Jalan setapak mengarah lurus ke seberang," katanya. "Menurut ini, ada pos jagawana di sisi lain.""Matikan mesinnya," kata Jack. "Matikan lampu depan kalian."Dia dan Kalinda mematikan lampu.Jack membuka pelindung helmnya dan mencari-cari di dalam tas darurat. Ada gulungan tali tebal, lakban, senter, perlengkapan medis, radio, dan di bawahnya, teropong. Dia menggunakannya dan langsung melihat kabin itu."Pondok itu berada di tanjung di sisi seberang. Sekitar tiga puluh meter dari mangkuk. Ada tanah lapang berbatu di depannya, dan..."Jack memfokuskan kembali lensa. Ada bangunan kedua. Itu adalah platform terbuka yang ditopang ol

Palais des Nations, Jenewa, Swiss “Turunkan kami di gerbang barat,” kata Otto kepada pengemudi limusin.“Baik, Pak.”Otto menekan tombol di atas kepala untuk menutup sekat pengemudi. “Sebaiknya kita menikmati pemandangan terakhir.”“Jawohl,” kata Hans sambil mengangguk tajam. Ia duduk tegak di jok kulit empuk di samping Otto. Dengan presisi yang penuh perhitungan, pandangannya berpindah-pindah dari satu sisi kendaraan ke sisi lainnya.Mercedes yang membentang itu berbelok ke jalan lebar yang di kedua sisinya dipagari tiang-tiang berbendera negara-negara dari seluruh dunia. Kendaraan-kendaraan berita diparkir di sepanjang jalan-jalan yang bersebelahan. Area persiapan untuk kru jaringan dan afiliasi telah ditutup di sabuk hijau. Kamera TV mengikuti perjalanan limusin itu.Seorang fotografer melangkah maju dengan harapan bisa melihat sekilas ke dalam. Dia se

Palais des Nations, Jenewa, SwissBunker bawah tanah itu dulunya dibangun sebagai tempat perlindungan bom. Saat ini, bangunan itu menyerupai pusat peluncuran NASA yang futuristik. Ruangan yang luas itu terdiri dari ruang lantai tengah yang dikelilingi balkon mezzanine dengan kantor dan ruang pertemuan. Lantai utama seluas dua lapangan basket.Para teknisi dan insinyur sains bekerja di deretan stasiun komputer yang konsentris mengelilingi platform elektronik seluas sepuluh kaki persegi. Di atasnya terdapat rendering 3-D seukuran mobil yang berputar dari salah satu piramida. Sebuah layar selebar empat puluh kaki memenuhi dinding dua lantai di ujung ruangan.Video streaming tersebut menampilkan gambar dan klip para pahlawan perdamaian umat manusia: Dalai Lama, César Chávez, Bunda Teresa, Pendeta Martin Luther King Jr., dan banyak lainnya. Terdapat video orang-orang dari setiap agama saat mereka merayakan dan berdoa di gereja, masjid, sinagog, dan kuil mereka. Ada pertandingan bisbol dan s

Keterkejutan Zoya tercermin di wajah papanya.Leonardo terhuyung berdiri. Kursi makan roboh di belakangnya. Terdengar ledakan teredam di luar.Serafina menjerit.Tiga pendayung gondola bersenjata bergegas masuk ke ruangan dari dapur. Salah satu dari mereka melemparkan senapan laras ganda ke arah Leonardo. Dia menyambarnya dari udara seperti dayung yang terlempar dari perahu. "Berapa banyak?""Terlalu banyak!" salah satu pria itu berteriak saat ia dan rekan-rekannya berdesakan di depan pintu masuk. "Mereka sudah di dalam terowongan!"Wajah Leonardo memucat.Zoya tahu alasannya. Jika serangan itu telah mencapai terowongan, maka mereka yang di atas sudah mati.Iskhan bergoyang-goyang di kursinya. Matanya terpejam. Dia mendekap tabletnya di dada. Bayangan Khaled mengintip dari balik lengannya. Zoya menggendong putranya. Serafina sudah berada di sisinya.Ahmad bergegas bergabung dengan ketiga pria di pintu. Zoya tersentak ketika dia

"Aku bertemu pacarmu kemarin," kata pria itu lembut. "Dia membunuh teman-temanku."Dia menepuk sisi hidungnya yang diperban dan menambahkan, "Dan dia memberiku ini."Zoya melotot padanya.Seringainya liar. "Aku tak sabar membalas budimu." Lalu dia menyingkirkan sejumput rambut dari dahi Zoya.Zoya tersentak."Mungkin kau dan aku bisa memberinya pelajaran … bersama."Namun, Zoya tak mengerti apa yang dikatakannya. Ia mendengar sesuatu dari dapur. Kedengarannya seperti suara cipratan air."Bawa mereka," kata interogatornya kepada para pria berseragam yang berdiri di kedua sisi sofa.Zoya menjulurkan leher untuk melihat apa yang terjadi di belakangnya. Tangan-tangan kasar menariknya dan papanya berdiri. Suara cipratan semakin keras.Mereka sudah setengah jalan menuju pintu keluar ketika dia mencium bau bensin.Zoya menggeliat hebat dalam genggaman penjaganya. Dia melihat tiga pria mundur ke dalam ruangan dari